Semua Untukmu....

Yah inilah keluarga orang tua Arin.sekepergian Arin dulu,ibunya kembali hamil,dan dia melahirkan seorang putri.namun bukan hanya ibunya saja yang melahirkan,tapi selingkuhan ayahnya pun sama melahirkan seorang putri.karena ibu kandungnya tak mau mengurusnya,maka anak itu di serahkan kepada ayahnya Arin.dari dulu ayahnya Arin tak mau menerima anak itu,sehingga ibunyalah yang harus merelakan ASI dan kasih sayangnya di bagi dua dengan putri kandungnya.

Bahkan sampai saat ini,ayah Arin membencinya bahkan memanggilnya anak haram,padahal dia sudah jelas putri kandungnya.

"Sudahlah bu,mending kamu bersiap untuk mendengar kabar dariku,yang akan membuatmu entah senang ataupun sedih !" sang suami bicara dengan acuh tak acuh.

"Maksud ayah apa?" coba bicara yang jelas,apa ini tentang Arumi yang berulah lagi di sekolahnya?" bu Ine sudah yakin jika sang putri membuat ulah lagi di sekolahannya.karena seperti itulah putrinya yang satu ini,tak pernah sehari pun tanpa masalah,berbeda sekali dengan putri sambungnya yang begitu baik dan tak pernah membuat masalah.

"Kamu itu selalu berburuk sangka pada Rumi ,huh!" ini bukan soal Rumi,tapi tentang putri sulung kita yang sudah menjadi pewaris satu satunya papahku !"Ardan dengan semangatnya menceritakan tentang Arin saat ini pada sang istri yang langsung terdiam membisu,saat mendengar nama putri sulungnya di sebut.

"Apa ayah sudah lupa kejadian dulu yang membuat papah murka karena mamah terkena serangan jantung,karena perilaku burukmu itu !"Ine berusaha mengingatkan sang suami untuk kejadian dulu dimana suaminya dengan tega mengancam orangtuanya untuk melaporkan mereka karena mengambil paksa Arin,jika semua keinginan nya tidak di penuhi yaitu dia meminta separuh harta orang tuanya di alihkan atas nama dirinya.

Dengan mudahnya orang tua Ardan memberikan semua harta yang di inginkan suaminya dengan syarat orang tua Arin tak berhak sedikitpun atas Arin,meski hanya sekedar memanggilnya sebagai anaknya.dan dengan teganya Ardan langsung menyetujuinya bahkan menandatangani surat perjanjian itu tanpa pikir panjang,karena telah di butakan oleh harta dan hasutan dari wanita simpanannya itu.

. "Tapi sayang,setahun kemudian,saat wanita itu melahirkan dan memberikan bayi itu pada Ardan.saat itu pula semua harta yang di berikan orang tuanya di bawa pergi oleh wanita itu entah kemana,bahkan sampai sekarang Ardan belum mengetahui keberadaannya.

"Mana mungkin aku lupa kejadian itu bu,dimana ayah sedang memiliki uang berlimpah,dan tak kekurangan sedikitpun,tapi sayang gara gara ibu anak haram itu telah menipuku habis habisan!" Ardan dengan geramnya mengingat kejadian itu.

"Sudahlah yah,mungkin benar dengan istilah,apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai !" bu ine menasehati sang suami.

"Ayah tidak melakukan kesalahan bu,semua harta orang tuaku emang seharusnya milik ayah sebagai anaknya,emang dasar merekanya saja yang pelit !" omel Ardan yang malah menyalahkan orang tuanya.

"Istigfar mas,nyebut,mereka orang tuamu tak baik bicara seperti itu,bahkan mereka telah memberikan separuh harta nya kepada kamu !" bu ine kembali menasehati suaminya yang tak pernah memandang baik orang tuanya.

"Harta itu bukan karena mereka ikhlas memberikannya padaku bu,tapi itu karena Arin,ayah dengan terpaksa merelakan anak kesayangan ayah itu di miliki mereka,huh seolah aku menjual anak ku sendiri !" Ardan masih saja berpikiran begitu pada orang tuanya,padahal jelas jelas dirinyalah yang menuntut semua itu.

"Ibu minta untuk kali ini,ayah jangan mengusik mereka lagi,kasihan Arin yang pasti akan sedih melihat ayahnya seperti ini terus !"

"Ayah tidak akan mengusiknya bu,ayah hanya ingin menemuinya saja,karena ayah sangat merindukannya !" lirih Ardan yang begitu merindukan putri sulungnya itu.

"Apa ayah tidak takut dengan ancaman papah Handoko kala itu,pikirkan baik baik keinginanmu itu !"

"Aku tidak peduli dengan ancaman pria tua itu,dan aku akan tetap mencoba untuk menemui putri tersayangku !"

Bu ine menarik nafas beratnya,dia sudah kehabisan nasehat untuk suaminya,karena dari dulu dia sangat keras kepala,tak pernah mau mendengarkan nasehat sang istri.

Di saat pasutri itu tengah bergelut dengan pikiran masing masing,terdengar lengkingan suara Arumi.

"Ayaaaah..cepat kemari !" begitulah Arumi yang selalu berteriak di dalam rumahnya,jika menginginkan sesuatu.