Pernikahan memang sesuatu hal yang amat diinginkan oleh setiap orang. Namun, seorang gadis yang bernama Dania tidak menginginkan pernikahan yang terjadi.
Skandal pernikahan yang terjadi semata-mata hanya ingin memenuhi hutang sang Ayah nya.
"Saya siap menikah dengan putra Anda, Nyonya Sofia. Tapi saya mohon ... Jangan penjarakan Ayah saya!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfianita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~MPH21~
...Jika tidak bisa membuatnya bahagia paling tidak jangan membuatnya menangis. ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tiba-tiba teriakan histeris telah terdengar setelah melihat pengendara motor tertabrak mobil dan terpental agak jauh. Seketika itu juga darah segar mengalir ke aspal.
Namun, mobil yang menabrak justru kabur dan tidak memberikan pertolongan. Ya setidaknya menghubungi polisi setempat jika ada kecelakaan lalu-lintas.
“Tolong! Tolong!”
Ada saksi mata yang seketika menghampiri korban kecelakaan tersebut. Tidak lama kemudian para warga sekitar mengerumuni korban tetapi tidak bisa menolongnya. Karena mereka tidak berani menyentuh sebelum pihak kepolisian datang bersama ambulans.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dania kembali berkutat di dunia per-dapuran. Sore itu Dania ingin memasak rendang, kesukaan keluarganya jika dimasak pas hari raya.
Dania sengaja membuat rendang karena rasa rindu pada keluarganya tak bisa ter-elakkan lagi. Dan setelah usai memasak nanti Dania memiliki niatan ingin menghubungi Danu.
“Dania, kamu masak apa itu? Hidung Mama sampai kembang kempis mencium aromanya yang menggiurkan di lidah.” Nyonya Sofia menghampiri Dania dan melihat apa yang sedang diaduk di atas panci.
Dania tersenyum ramah.
“Ini namanya rendang, Ma. Dania kalau di desa pernah buat pas hari raya saja. Soalnya kalau setiap hari tidak mampu beli dagingnya. He... he...!” jawab Dania yang diakhiri cengiran.
“Iya, tak apa. Mama sudah tahu semua itu. Maka dari itu Mama amat sangat tertarik dengan dunia kamu, Dania.”
“Lain waktu kamu boleh masak rendang yang banyak. Nanti biar Gavin yang jemput keluargamu dan kita makan bersama.”
Mendengar ucapan Nyonya Sofia yang begitu ramah, tanpa ada nada terpaksa ataupun pencitraan membuat Dania merasa senang. Binar matanya pun memancarkan kebahagiaan.
“Iya Ma, lain waktu Dania akan memasaknya lebih banyak.” Dania mengangguk antusias.
Sepersekian detik kemudian Dania menuju ke kamarnya setelah meminta bik Ningsih untuk mewadahi rendang dan disajikan di meja makan.
Setelah masuk ke kamar Dania mengedarkan pandangannya, mencari Aryan jika saja ada di dalam kamar itu. Karena Dania masih belum bisa memastikan bisa berhadapan dengan Aryan setelah... ciuman pertama.
Niat hati Dania ingin menghindari Aryan tapi nyatanya saat melihat Aryan duduk di dekat jendela sambil tersenyum membuat daya tarik Dania untuk mendekat.
“Mas. Mas Aryan kenapa senyum-senyum sendirian begitu? Memangnya di luar sana ada adegan yang lucu?” tanya Dania sambil melihat ke arah luar jendela.
Deg!
Jantung Aryan seakan berhenti berdetak, ia tidak tahu betapa malunya melakukan tingkah absurd dan itu dipergoki oleh Dania.
‘Kapan nih orang datangnya? Dadakan kayak hantu saja muncul tiba-tiba. Tapi...’
Seketika senyum itupun memudar.
“Bukan urusan kamu, Nia. Tak perlu ikut campur.” Intonasi Aryan kembali tegas dan bermuka datar.
“Oh...” Dania hanya ber‘oh’ saja sambil manggut-manggut.
Dania meninggalkan Aryan lalu beranjak ke kamar mandi. Kembali ke tujuan awal, membersihkan diri.
“Untung saja cepat pergi dan tidak banyak tanya. Masak iya aku ngaku kalau aku pertama kalinya... ciuman. Dan itu bersamanya,” ucap Aryan lirih.
Aryan menggelengkan kepalanya untuk mengusir bayangan saat bersama Dania melakukan ciuman pertama kalinya.
Dania yang penuh kejutan membuat jantung Aryan berpacu hebat. Namun Aryan menyukainya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Suara sirine ambulans datang bersamaan dengan mobil polisi. Sebelum korban kecelakaan itu dibawa ke rumah sakit pihak polisi bergerak cepat melihat kondisi korban dan identitas milik korban.
“Pak, handphone korban sepertinya tadi tertabrak mobil hingga rinsek.” Lapor salah satu polisi.
“Coba lihat di saku korban. Siapa tahu saja korban membawa KTP atau tanda lainnya.” Perintah mutlak yang tidak bisa dibantah.
Polisi bertugas kembali mengorek tentang identitas korban dan juga mengorek informasi tentang kronologi kejadian itu.
Salah satu saksi pun memberikan keterangan. Dan dengan cerdiknya saksi memotret mobil yang sudah menabrak korban tapi kabur. Dari bodi belakang mobil polisi bisa tahu berapa plat mobil itu.
Setelah korban dievakuasi korban pun segera di bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama.
Wiw... wiw... wiw...
Suara ambulans terdengar melengking, membelah jalanan di kota Bandung pada malam itu. Orang yang mendengarnya pun begitu amat merinding.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua anggota Shamil telah berkumpul di meja makan. Sesekali Aryan menatap rendang yang disajikan di sana. Aryan mengernyitkan keningnya, merasa begitu asing dengan makanan itu.
“Mas Aryan mau makan pakai apa? Dania ambilkan,” tanya Dania yang sudah membawa piring.
“Itu... apa saja ya makanannya? Aku sangat asing yang itu tuh, tapi aromanya ... buat aku lapar. Apa itu enak untuk di makan?” tanya Aryan sambil menunjuk rendang.
Dania terkekeh geli melihat bagaimana ekspresi Aryan yang lucu.
“Itu namanya rendang. Dijamin enak kok, bikin nagih pula. Mas Aryan mau coba?” tawar Dania.
Aryan diam tampak berpikir. Karena tak yakin bisa seenak bayangannya.
Namun Dania tidak mau terlalu menunggu, ia langsung mewadahi nasi dan juga rendang ke piring Aryan. Setelah itu di letakkan nya satu piring nasi dan rendang di depan Aryan.
“Silahkan menikmati!” ujar Dania sambil tersenyum ceria.
“Jangan lupa baca doa dulu ya!” imbuh Dania lagi.
Hik's!
Aryan seketika merasa menjadi anak kecil lagi. Dania selalu mengingatkannya seperti itu, membuat Aryan sedikit tertampar. Karena jauh sebelum Dania datang ke rumah itu Aryan pun tak pernah melakukan hal itu. Membaca doa sebelum makan, membaca doa sebelum tidur dan juga sholat lima waktu.
‘Ya Allah... memang aku sudah lama tak pernah lagi mengucap syukur dan menjalankan sholat lima waktu. Apa ini sudah saatnya aku kembali menghadapMu.’ Aryan tersenyum getir.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kedua insan itu berada satu atap dan dalam satu ruangan. Tetapi keduanya masih enggan untuk kembali bertegur sapa satu sama lain. Karena keduanya masih mengutamakan... ego masing-masing.
Untung mengalihkan rasa canggung Dania membuka tas ranselnya dan berniat untuk mengerjakan tugas dari kampusnya tadi.
Akan tetapi belum sempat membuka tugas-tugas nya Dania mendengar suara adzan isya yang berkumandang.
“Niaaa...” Tiba-tiba suara itu terdengar malu-malu.
Merasa namanya dipanggil Damia berhenti lalu menoleh.
“Mas Aryan panggil aku?” tanya Dania memastikan.
Aryan hanya mengangguk saja.
‘Panggilnya aneh, bikin merinding saja. Kayak anak kucing yang lagi miaww... cari ibunya.’ Dania menahan tawa.
“Ada apa Mas? Apa... butuh bantuan?”
“Kamu... mau kemana?”
“Oh aku... mau ambil wudhu, mau sholat isya dulu. Kenapa Mas?”
“Bantu aku buat wudhu ya! Mau kan?” ucap Aryan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Mau. Mau banget malah. Ayo kalau gitu Mas.”
Keduanya kini menghadap ke arah kiblat. Aryan yang duduk di kursi roda akan menjadi imam dalam sholat malam empat rakaat.
Setelah diyakinkan Dania bahwa Aryan bisa menjadi imam, akhirnya Aryan mau. Perlahan gerakan sholat dilakukan oleh keduanya. Hingga diakhiri dengan salam.
Tidak lupa Aryan memimpin dzikir dan doa. Hal itu membuat Dania merasa speechless. Ketampanan Aryan benar-benar memancar, seakan Allah memberikan cahaya itu dan menyorot wajah Aryan yang putih.
“Mas, salim dulu!” ucap Dania sambil menyodorkan tangannya.
Detik kemudian Dania mencium punggung Aryan dengan penuh takzim. Setelah utu Dania tersenyum dengan bola mata yang berkaca-kaca.
Hening...
Satu detik...
Tiga detik...
Hi... Hi... Hi... SMS!
Tiba-tiba saja ponsel Aryan berdering. Nada yang ketawa yang membuat merinding seketika mengejutkan keduanya.
“Halo!” sapa Aryan.
“Halo! Apa ini dengan... Pak Aryan?” tanya dari seberang.
“Iya, saya sendiri. Ini dari mana dan dengan siapa ya?”
“Ini dari...” Dari seberang menjelaskan.
Deg!
Aryan tercekat, jantungnya seakan berhenti berdetak dan sesekali tatapannya memulai pergerakan Dania yang mau mengerjakan tugas.
“Iya Pak, saya akan segera kesana.”
Tidak lama kemudian Gavin datang dan mengetuk pintu kamar Aryan. Aryan yang sudah memakai jaket kulit berwarna coklat membuka pintu itu.
“Nia, aku mau pergi sama Gavin. Jangan tidur terlalu malam dan jangan menunggu.” Intonasi Aryan kembali tegas dan datar.
Gavin yang sudah tahu kemana tujuan mereka tidak banyak bertanya lagi. Keduanya menuju ke rumah sakit dengan segera.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sesampai di rumah sakit cinta sehat Gavin mendorong kursi roda Aryan menuju ke ruang ICU. Dan kedatangan keduanya telah dinanti oleh pak polisi dan dokter yang memeriksa korban.
“Dengan Pak Aryan?” tanya polisi.
“Iya, Pak! Saya Aryan dan ini ajudan saya Gavin.” Gavin yang merasa disebut namanya membungkuk memberi tanda hormat.
“Begini Pak Aryan, kami memanggil Anda karena ingin meminta keterangan mengenai korban. Dan hanya nomor Anda yang bisa kami hubungi.”
“Iya, Pak. Tidak apa-apa. Tapi... bagaimana kondisi korban saat ini?”
“Kondisi korban... kritis.” Dokter menjawab dengan nada pelan.
Aryan menghela napas berat. Begitu halnya dengan Gavin.
“Dokter, korban sadarkan diri dan mencari... Pak Aryan.” Seorang perawat membuka pintu dari ruang tertutup itu.
Aryan mengangguk, ia lalu mendorong kursi rodanya masuk ke dalam. Dengan pakaian khusus Aryan menemui Pak Handoko.
Aryan sangat tidak tega melihat kondisi Pak Handoko saat ini. Pak Handoko yang dipenuhi dengan alat-alat medis yang menempel di tubuhnya serta alat pendeteksi jantung yang berbunyi melengking. Sungguh menyayat hati.
“D-den A-Aryan...” panggil Pak Handoko terbata-bata.
Aryan mendekat, ditatap nya dengan penuh rasa iba.
“Iya Pak, ini saya.”
“D-den Aryan. S-saya titip D-Dania pada D-den Aryan. J-jika tidak bisa membuatnya bahagia p-paling tidak j-jangan membuatnya menangis.”
“S-saya,” Pak Handoko menarik napas panjang. “Sudah tidak kuat lagi.”
Bersambung...