"sadar kamu itu cuma Suami yang Aku bayar tujuh ratus ribu, harus nya kamu bersyukur karena Aku menyelamat kan kamu dari kejaran para brandal itu!!, jadi gak perlu kamu ngatur Aku sebelum Kamu mampu jadi suami yang bener!! " bentak Heny marah. Karena Anas, melarang nya keluar.
Heny merasa dunia nya jungkir balik setelah menikah dengan Anas kalau bukan karena paksaan sang Papa mana mungkin Heny mau menikah.
sudah dua bulan sejak menikah Heny tidak pernah keluar rumah karena Arifin huda sang Papa masih di rumah memantau pergerakan nya.
Arifin huda selalu melarang Heny keluar rumah kalau tidak pergi bersama sang suami.
"Kamu kalau mau keluar pergi dengan Suami mu, Papa tidak ijin kan Kamu pergi kalau tidak dengan Suami mu" ucap Arifin huda menekan kata Suami agar putri nya sadar akan status nya sekarang.
bentakan serta ungkitan itu udah biasa menghiasi hidup seorang Anas Magenta Jafar.akan terus terngiang ketika Anas sampai di depan rumah, ketidak berdayaan nya selalu jadi ungkitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ELLIYANA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
" Ya sudah pergi lah kalau memang mau kerja ibuk tidak melarang Nak cuma kalau ada waktu pulang lah jenguk Ibuk" deg...deg...jantung Ku mendadak lompat tapi bukan senang melain kan sedih campur aduk lah pokoknya tidak bisa ku ungkap dengan kata-kata.
" Jangan khawatir sama Ibuk ada Anna yang jagain Ibuk, kamu harus raih masa depan Nak" tuturnya sambil mengusap pipi Ku. Entah Lah Aku jadi tidak tau harus memutuskan apa saat ini. pergi penuhi janji yang tidak sengaja atau bertahan.
Tapi kalau Aku membatalkan. Aku takut malah tambah runyam karena sudah di ketahui orang tua si gila, kebodohan Ku kenapa nggak langsung pergi saat kemarin dengan terang-terangan Dia mengusir dan nyuruh pergi.
" Ya Allah kenapa Aku jadi manusia yang terlalu bodoh" batin Ku mencerca diri sendiri. Rasanya kepala Ku mau pecah, " itu suara mobil temen Kamu kan?, pergilah lah Nak cuma dua bulan nggak lama Kok " kata Ibuk mungkin mencoba menghiburku disaat Aku sedang ambigu dengan diriku sendiri.
"Udah sana berangkat " kata Ibuk lagi, Pak Min kayaknya sengaja makin menjadi-jadi, barangkali Pak Min sengaja kode.
" Anas pergi ya Buk " pamit Ku mencium seluruh wajahnya dan menyalami juga mencium punggung tangan Ibuk dengan khidmat. Berat itu yang Kurasakan.
Aku kekamar Ku untuk ambil beberapa lembar pakaian ganti yang akan ku bawa. Walau tidak baru setidaknya bersih karena sudah ku cuci pake soklin juga molto sebagai pewangi. Tidak lupa juga pakaian kemarin yang bekas Ku pakai Aku bawa juga, baru tersadar saat lihat gulungan duit jatuh di lantai semen kasar.
" Terimakasih ya Allah" batin Ku, Ku raup uang itu. Uang ini bisa Ku tinggalin untuk biaya Ibu saat Aku pergi. Nggak nunggu lagi Aku segera balik ke kamar Ibuk untuk menyerahkan uang itu walau kudapat dengan cara Aku di manfaatkan tapi menurutKu itu tetap halal karena Aku di kasih bukan karena Aku ngemis minta.
" Apaan sih Pak Min nggak sabaran banget" gumam ku ngomel, karena Pak Min kayak sengaja bunyikan klakson. Aku langsung saja kekamar Ibuk, " Buk ini ada uang bisa untuk beli obat sama makan Ibuk selama Anas nggak ada" ucap Ku.
Ibuk menatap Ku sambil tersenyum, " kayak nya Ibuk nggak perlu uang itu nak, bawa saja mungkin nanti di sana Kamu perlu uang itu " kata Ibuk menolak entah apa maksudnya menolak. biasanya kalau aku pulang bawa hasil Ibuk selalu bersedia menyimpan atau menggunakan uang yang Ku kasih tapi kenapa kali ini menolak.
Aku jadi heran apa jangan-jangan Ibuk tau uang itu dari mana, ahh nggak mungkin lah kalau kabar tersebar tentu Anna udah langsung mencecar Aku dengan beratus pertanyaan.
" Nggak Buk ini uang gaji Anas di bayar di muka" ucapKu memberi alasan Aku tidak mungkin mengharap Anna yang kasih makan Ibuk Ku.
Tampa bantahan lagi ahirnya Ibuk mau menerima uang yang Ku kasih, " Anas pergi ya Buk" pamit Ku sekali lagi. Serasa berat melangkah Ku, tapi tetap Ku paksakan. begitu mau mencapai pintu Aku melihat kotak persegi panjang yang di kasih Pak Min semalam masih tergeletak di atas meja kayu dekat pintu, sekalian aja kusambar dan bawa keluar.
" Den kenapa telepon Non Heny nggak di angkat" tanya Pak Min. Aku membuang nafas kasar, si gila kan tau Aku nggak punya hp," walah Pak telepon apa, saya nggak punya hp " jawab Ku malas.
" Lah itu apa!?" tunjuk Pak Min kekotak yang Ku pegang, langsung Aku lihat benar ternyata ini kotak ponsel baru sadar Aku karena dari semalam jugak aku nggak lihat-lihat.
" hhhmm...maaf Pak nggak liat-liat semalem" jawab Ku jadi nggak enak sama Pak Min, Aku sampe salting garuk-garuk kepala yang nggak gatal.
" Yaudah kita berangkat sekarang" kata Pak Min, Aku cuma ngangguk.
Kami sama-sama masuk kedalam mobil, "Tas nya taruh aja di belakang Den" tegur Pak Min. "ahh iya Pak" langsung Aku geser kebelakang tas pakaian lusuh Ku
Baru Pak Min mau menghidupkan mesin mobil, terdengar suara dering telepon. Ku lihat Pak Min merogoh saku celana nya, " Ya Halo " bisa Ku tebak pasti Pak Min di telepon oleh si gila.
" Iya..iya Non ini mau berangkat" kata Pak Min lagi, Aku cuma nyengir pasti si gila uring-uringan karena kami belum sampai rumahnya.
Ku lihat kedepan ternyata Anna baru keluar dari pagar rumahnya sambil membawa satu rakit rantang. " Pak udah yuk kita berangkat" kataku sengaja menghindari Anna.
" Iya Den" segera Pak Min mengidup kan mesin mobil dan kami belok untuk mutar, sebelum melaju pergi sempat Ku tatap lagi rumah, rasanya air mataku mau tumpah karena harus meninggal kan ibuk. Semua yang terjadi diluar kehendak Ku, sebalik itu Aku juga heran kenapa Aku seperti di tuntun untuk menjalani semua ini.
Masih pagi mobil yang membawa Ku melesat mulus tampa hambatan belum ramai kendaraan lalu lalang. " Den coba di buka itu hp nya " ucap Pak Min, Aku mengganguk dan menuruti ucapannya.
Ku buka kotak berlogo Apple di gigit, mataku membola, "Pasti ini ulah si gila untuk semakin mengikatKu" batin Ku, karena Ku tau harga ponsel Apple di gigit ini bukan murah.
Ku hidup kan, Aku tercengang dengan Nama kontak yang tertera" yayang imut" iihh najis, tau lah siapa lagi punya ulah kalau bukan si gila.
Aku sibuk membaca beberapa pesan yang membuatKu muak mau muntah, sementara Pak Min fokus menyetir, Kami sama-sama diam tidak ada percakapan sepanjang perjalanan hingga sampai ditempat.
Begitu sampai Ku lihat. tidak ada tenda yang terpasang dan suasana sepi, " apa pernikahan nya di batal kan?" tanya Ku dalam hati. Kalau iya Aku pengen lompat setinggi-tingginya, jadi Aku nggak perlu nikah sama si gila, "turun Den" Pak Min menyadarkan Aku dari lamunan sesaat.
Aku turun mengikuti langkah Pak Min menuju pintu yang masih tertutup rapat, " Den semoga bahagia ya " ucap Pak Min terdengar tulus, belum tau aja Pak Min pernikahan ini karena kepaksa . " Ya Pak makasih" jawab Ku pahit.
Pak Min membuka pintu, kami langsung disambut tatapan nyalang. " ikut Gue" katanya memerintah tampa basa-basi, walau enggan tapi Aku terpaksa ikut juga.
Dia membawa Ku kesatu ruangan, " Duduk" titahnya udah kayak majikan Ku saja. ingin Ku getok kepalanya biar tau sedikit sopan santun nggak sembarangan perintah-perintah orang.
hanya kata itu yg bisa kamu maklumi untuk istri mu weh weh weh...
pasti seru 🤣🤣🤣
saya merasa tersaingi