Aku menyukaimu! Tapi, Aku tahu Aku tak cukup pantas untukmu!
Cinta satu malam yang terjadi antara dia dan sahabatnya, membawanya pada kisah cinta yang rumit. Khanza harus mengubur perasaannya dalam-dalam karena Nicholas sudah memiliki seseorang dalam hatinya, dia memilih membantu Nicholas mendapatkan cinta sang gadis pujaannya.
Mampukah Khanza merelakan Nicholas bersama gadis yang di cintai nya? Atau dia akan berjuang demi hatinya sendiri?
Ayo ikuti kisah romansa mereka di sini! Di Oh My Savior
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 : Sesuatu yang di anggap penting
Nic telah duduk di balik kemudi bersiap untuk melajukan mobilnya, Khanza pun masuk dan duduk di kursi depan.
"Sabuk pengaman." Ujar Nic mengingatkan. Khanza pun langsung memasang sabuk pengaman setelah mendengar perkataan Nic.
Hening, hanya deru mesin mobil yang terdengar, jalanan nampak lenggang karena waktu memang sudah larut malam. Khanza membisu membuat Nic pun ikut membisu, dia bingung harus memulai percakapan dari mana agar dapat mencairkan suasana.
Hingga sebuah ide terbit di otaknya, "Za kamu ingat gak, dulu kamu hebat banget main basket, udah lama ya kita gak main. Kapan-kapan kita main lagi yuk!" Khanza hanya menjawab dengan kata Hem. Nic terus berceloteh dan begitu pun Khanza dia hanya menanggapinya dengan hal yang sama seperti sebelumnya.
Tanpa terasa mobil pun telah berhenti di plataran rumah keluarga Nelson. Nic menoleh pada Khanza, ternyata gadis itu terlelap mungkin dia kelelahan karena pekerjaan tadi. Nic menatap wajah polos tersebut, wajah putih bersih, bulu mata lentik, dan bibir tipis berwarna merah muda. Tiba-tiba sebuah suara muncul di otaknya, cium dia ujarnya. Tanpa sadar Nic pun mengikuti dorongan suara tersebut, dia mencondongkan tubuh mendekati dan menilik wajah Khanza dari dekat.
Suara di hatinya mengatakan, Beautiful! Napas hangat Khanza menyentuh lembut pipi Nic, membuat dorongan di hatinya semakin menggebu-gebu.
Ayo cium dia, cium!
Nic hendak menautkan bibirnya dengan bibir Khanza, namun tiba-tiba bulu mata Khanza bergerak, menandakan dia telah terbangun dari lelapnya.
Deg... Seketika itu pula Nic kembali ke posisinya sembari merutuki diri di dalam hatinya.
'Kau gila Nic, apa yang kau lakukan?' Rutuk Nic pada dirinya sendiri.
Khanza mengerjapkan matanya, pandangannya Ia edarkan ke sembarang arah, "kita sudah sampai Nic? Ah, maaf aku ketiduran." Khanza memijat pelipisnya yang terasa sedikit berdenyut.
"Menginap saja disini, ini sudah malam." Nic tak menjawab pertanyaan Khanza, namun walau tak di jawab pun keadaan sudah terpampang nyata di depan mata.
"Hem, baiklah." Jawab Khanza pendek.
Nic keluar lebih dulu dan Khanza pun mengikutinya. Mereka masuk kedalam rumah, keadaan rumah nampak gelap dan sepi, hanya beberapa lampu yang menyala di ujung ruangan.
Nic menaiki tangga menuju kamarnya, dan Khanza pun begitu, kamar mereka saling berhadapan.
Selepas mengganti pakaian Nic membaringkan diri di atas ranjang, ada perasaan aneh yang timbul di hatinya untuk Khanza apa lagi saat dia hendak menciumnya tadi.
'Ada apa denganku? Perasaan ini berbeda dari sebelumnya, mungkinkah aku menyukai Khanza? Tapi, bagaimana bisa?' berbagai pertanyaan muncul seketika membuat Nic kebingungan sendiri.
'Jika aku menyukai Khanza, lalu bagaimana dengan Cherry?'
***
Tok...Tok...
Suara ketukan pintu tak sedikit pun membuat Nic terbangun dari lelapnya.
"Nic!" Panggil Khanza, namun tetap tak ada sahutan dari dalam.
Khanza pun membuka pintu dan masuk kedalam, tampak Nic masih bergulung dengan selimutnya. Tidurnya tampak lelap seakan hari masih gelap.
"Nic, bangun, ini sudah siang. Sampai kapan kau akan tidur?" Khanza mengguncang bahu Nic agar dia terbangun.
"Biarkan aku tidur sebentar lagi." Nic bergumam dengan suara serak, matanya masih tertutup rapat.
"Nic, Tuan Nelson menunggumu di bawah. Dia bilang kau kau sama sekali belum mengatakan apa pun padanya." Ujar Khanza dengan nada datar.
"Hah?" Nic masih belum sadar sepenuhnya.
"Semalam kau bilang ada yang ingin kau bicarakan dengan Ayahmu, dan itu sesuatu yang penting. Tapi Ayahmu bilang kau tak mengatakan apa pun, kau langsung tidur semalam."
Seketika Nic terdiam, matanya yang semula terpejam kini terbuka sempurna, "A-aku bukannya tidak bilang, semalam Ayahku sudah tidur jadi aku belum membicarakannya." Nic berdalih.
"Ya sudah, kau bangunlah." Khanza pun berlalu keluar kamar sembari menutup pintunya kembali.
Nic langsung terduduk, "mampus kau Nic, alasan apa yang harus aku pakai kali ini. Cemburu membuatmu jadi bodoh."
Setelah mandi dan mengenakan pakaian formal Nic pun turun dan bergabung di meja makan untuk sarapan. Disana sudah ada Richard, Shelia dan Khanza tentunya. Tatapan Nic terhenti pada Khanza, dia tampak cantik baru kali ini Ia menggerai rambutnya dan mengepangnya sedikit di bagian pelipisnya.
"Nici, Khanza bilang ada hal penting yang ingin kau bicarakan dengan Daddy, apa itu?" Richard bertanya sembari menyantap sarapannya.
"Ah itu--," seketika otak Nic berputar keras mencari sebuah hal yang sekiranya belum Ia katakan pada sang Ayah, "itu tentang model baru perusahaan kita Dad, Daddy ingat dia tetangga kita di rumah yang dulu." Richard nampak termenung mungkin tengah menjelajahi ingatannya sendiri.
Sedang Khanza dia nampak mengernyitkan dahi, dan Shelia dia hanya diam saja.
"Daddy ingat, apa hanya itu yang ingin kau bicarakan?" Richard tak memberikan ekspresi apa pun.
"Emh, ya. Hanya itu." Nic tersenyum canggung.
"Kau ingin mendapat restuku, untuk hubungan kalian?" Tanya Richard tiba-tiba, membuat semua orang seketika tersentak mendengar perkataannya.
"Sayang, aku rasa itu terlalu cepat. Biarkan mereka menikmati masa muda dulu," Shelia berusaha mencegah Richard agar tak membicarakan hal tersebut untuk saat ini.
"Mengapa? Nic sudah dewasa, dia juga sudah bekerja, dalam segi mana pun Nic sudah mapan. Lagi pula dia sudah cukup umur untuk menikah," tambah Richard lagi.
Nic terdiam, sebetulnya bukan ini yang Ia inginkan, dia hanya menjadikan Cherry sebagai alasan, namun Richard menanggapinya berbeda.
"Bawa dia kehadapanku, aku ingin lihat seperti apa dia?" Nic hanya diam, namun dia tetap mengangguk menyetujuinya.
***
Deru mesin mobil memecah keheningan, riuh jalanan mengiringi perjalanan mereka hingga sampai di kantor.
"Khanza menurutmu apa aku harus membawa Cherry menemui Ayahku?" Ragu, bimbang itulah yang saat ini Nic rasakan.
"Mengapa kau bertanya padaku? Kau yang akan menjalin hubungan dengannya." Jawab Khanza tanpa minat.
'Jadi ini pekerjaan penting yang semalam kau bilang padaku, hmph.' gumam Khanza dalam hati.
Dia pun keluar lebih dulu dan menunggu Nic untuk berjalan lebih dulu di depannya. Seperti biasa mereka di sambut oleh sapaan karyawan. Ini adalah perusahaan cabang yang sengaja Richard biarkan Nic yang mengurusnya.
Siang harinya Cherry datang ke perusahaan untuk bertemu Nic.
"Sayang!" Ujarnya sembari berhambur memeluk Nic. Nic hanya membalas dengan seulas senyum terpaksa, sejujurnya dia enggan bertemu Cherry saat ini.
Khanza yang kebetulan tengah mengerjakan pekerjaan di ruangan Nic pun hanya bisa melengos membuang pandangannya ke arah lain.
"Cherry, jaga sikapmu Ini kantor. Aku sedang bekerja." Keluh Nic sembari menatap ke arah Khanza.
"Tapi aku merindukanmu Nic, mengapa semalam kau tak mengangkat telpon dariku? Kau juga tidak membalas pesanku." Ujar Cherry manja.
'Kenapa wanita ini jadi manja begini? Kemarin dia tidak begini?' Nic merasa keheranan.