NovelToon NovelToon
Valdris Academy : Rise Of The Fallen

Valdris Academy : Rise Of The Fallen

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Romansa Fantasi / Teen School/College / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Seojinni_

Akademi Valdris. Medan perang bagi calon jenderal, penasihat, dan penguasa.

Selene d’Aragon melangkah santai ke gerbang, hingga sekelompok murid menghadangnya.

"Kau pikir tempat ini untuk orang sepertimu?"

Selene tersenyum. Manis. Lalu tinjunya melayang. Satu tumbang, dua jatuh, jeritan kesakitan menggema.

Ia menepis debu, menatap gerbang Valdris dengan mata berkilat.

"Sudah lama... tempat ini belum berubah."

Lalu ia melangkah masuk. Jika Valdris masih sama, maka sekali lagi, ia akan menaklukkannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#26 - Surat yang Datang di Malam Hari

Ketika pintu kayu berat itu tertutup di belakangnya, Selene melepaskan napas panjang. Udara di dalam kamarnya terasa hangat, namun kesunyian yang menyelimuti ruangan justru terasa menyesakkan. Perban di lengannya masih ketat, meninggalkan denyut samar yang mengingatkannya pada duel yang baru saja berlalu.

Ia menjatuhkan dirinya ke kursi di samping meja kayu, menatap nyala redup lilin yang menari di ujung sumbunya. Duel itu bukan sekadar ujian kekuatan, tetapi lebih dari itu—ujian untuk harga dirinya. Ia telah membuktikan kemampuannya di arena, namun di balik sorak-sorai dan tatapan takjub, ia tahu, ujian yang sesungguhnya belum dimulai.

Tiba-tiba, ketukan terdengar di pintunya. Satu kali. Dua kali.

Selene mengernyit. Malam sudah larut. Siapa yang mengganggunya pada jam seperti ini?

Dengan enggan, ia bangkit, meraih gagang pintu, dan menariknya perlahan. Di balik ambang, Lucian berdiri tegap, wajahnya tetap seperti biasanya—tenang, seolah dunia tak pernah memberinya kejutan. Namun, ada sesuatu di tangannya: sebuah amplop bersegel.

"Surat dari keluargamu," katanya singkat.

Selene merasakan sesuatu bergetar di dalam dirinya saat jemarinya mengambil amplop itu. Ia mengenali segel lilin yang terukir dengan lambang keluarganya. Tanpa berkata apa-apa, ia membuka segel itu dan mulai membaca.

Isinya singkat, seperti yang sudah ia duga. Ayah dan Ibunya sedang dalam perjalanan jauh. Ada urusan penting yang harus mereka tangani, dan mereka mungkin akan pergi lebih lama dari biasanya. Namun, mereka berjanji akan kembali sebelum ulang tahunnya.

Sejenak, ia hanya menatap halaman itu. Kata-kata mereka terasa akrab, namun juga jauh. Ini bukan pertama kalinya mereka pergi untuk waktu yang lama, meninggalkannya untuk menjaga dirinya sendiri.

Ia melipat surat itu kembali dengan rapi sebelum mendongak ke arah Lucian.

"Terima kasih," katanya akhirnya.

Lucian mengangguk kecil. Namun, alih-alih pergi, ia tetap berdiri di tempatnya.

"Ada satu hal lagi," katanya dengan nada setengah serius.

Selene menunggu.

"Pihak istana akan mengadakan jamuan dalam waktu dekat. Kau diundang."

Selene mendesah, tangannya terangkat untuk memijat pelipisnya. Tentu saja.

"Aku tidak tertarik," jawabnya, berharap itu akan cukup untuk mengakhiri percakapan.

Namun, Lucian hanya menyeringai kecil, seolah ia sudah menduga jawabannya.

"Itu bukan pilihan. Kau diundang sebagai perwakilan keluargamu, dan kau harus hadir."

Selene memutar bola matanya.

"Setidaknya ada satu kabar baik," lanjut Lucian. "Kau diperbolehkan membawa pasangan."

Selene berhenti.

"Apa?"

"Itu tradisi," katanya ringan, seolah membicarakan cuaca. "Semua peserta harus datang dengan pasangan."

Selene menatapnya, mengerjap satu kali.

"Luar biasa."

Lucian tertawa kecil sebelum kembali ke nada serius.

"Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang lebih penting. Ujian kenaikan tingkat akan segera dimulai."

Selene mengangkat satu alis.

"Kali ini bukan ujian pertarungan, melainkan strategi dan politik."

Sekarang, itu menarik.

"Biasanya, ujian ini diwakili oleh ketua dan wakil ketua dari tiap kelas," lanjut Lucian. "Namun, semua anggota tim akan dinilai berdasarkan kontribusi mereka."

Selene menyandarkan diri ke kusen pintu, menyilangkan tangan di dadanya.

"Jadi, mereka pikir aku hanya tahu cara bertarung, bukan berpikir?"

Lucian mengangkat bahu dengan ekspresi tak terbaca.

Selene menyeringai. "Kalau begitu, biarkan aku membuktikan bahwa mereka salah."

***

Pengumuman di Aula Akademi

Pagi itu, aula akademi dipenuhi para murid yang berdiri dalam barisan rapi. Langit-langit tinggi menjulang di atas mereka, dengan pilar-pilar batu yang seolah menyaksikan setiap kata yang diucapkan di dalam ruangan itu.

Di tengah aula, Profesor tua berdiri di atas podium, jubah panjangnya jatuh dengan anggun ke lantai marmer. Dengan tongkat kayu di tangannya, ia mengetuk lantai dua kali, dan suara gaduh langsung mereda.

"Para murid," suaranya menggema di seluruh aula. "Hari ini, kita mengumumkan ujian kenaikan tingkat tahunan."

Sebuah keheningan tegang menyelimuti ruangan.

"Tahun ini, ujian akan berbeda dari sebelumnya. Setiap kelas akan bertanding dalam strategi dan kepemimpinan, dan hanya ada satu tim yang akan keluar sebagai pemenang."

Bisikan segera menyebar di antara para murid.

"Seperti biasa, ketua dan wakil ketua akan dipilih berdasarkan suara terbanyak."

Pemungutan suara dimulai, dan hasilnya segera diumumkan:

Tim Pertama – Kelas Elite: Vivianne (Ketua) dan Damien (Wakil)

Tim Kedua – Kelas Elite: Lucian (Ketua) dan Emilia (Wakil)

Sejauh ini, tidak ada kejutan. Namun, saat hasil untuk kelas menengah dan bawah diumumkan, suasana aula berubah.

"Ketua gabungan kelas menengah dan bawah adalah… Selene."

Keheningan panjang menyusul, sebelum gumaman penuh kejutan terdengar di segala penjuru.

"Selene?"

"Bagaimana bisa?"

Selene sendiri mengangkat alis.

"Suara terbanyak kedua adalah Cedric."

Cedric, si jenius yang selama ini dipandang sebelah mata. Seorang pemuda dengan kecerdasan luar biasa, tetapi berasal dari keluarga sederhana, sehingga gagasannya sering dicuri oleh mereka yang lebih berkuasa.

Ia tampak terkejut, tapi segera mengangguk dengan penuh tekad.

"Karena kalian mewakili dua kelas sekaligus," lanjut Profesor, "Selene berhak memilih dua anggota tambahan."

Selene menyeringai kecil.

"Kyle dan Adeline."

Dua nama itu meluncur tanpa ragu.

Dan begitulah—tiga tim telah terbentuk. Namun, satu hal menjadi jelas:

Tim Selene adalah yang paling diremehkan.

Mereka tidak punya pengaruh seperti Vivianne dan Damien.

Mereka tidak punya jaringan politik seperti Lucian dan Emilia.

Mereka tidak punya kekayaan atau sumber daya seperti kelas elite lainnya.

Namun, Selene hanya tersenyum santai, tangannya bersedekap.

"Jika mereka ingin melihat siapa yang paling cerdas, biarkan aku memberikan mereka pertunjukan yang layak."

1
Maria Lina
yg lama aj blm tamat thor buat cerita baru lgi hadeh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!