elara adalah seorang "pengganggu" yang tiba-tiba terlempar ke dalam dunia novel fantasi dan dipaksa oleh sebuah entitas kejam bernama Sistem 'Eros' untuk menyelesaikan Misi Utama: Merebut hati Pangeran Rayden, Pemeran Utama Pria yang terkenal dingin dan misterius. Kegagalan berarti kehancuran total.
Berbekal panduan misi yang kaku dan serangkaian taktik romantis klise, Elara memulai penyerbuannya. Namun, sejak pertemuan pertama, System 'Eros' mengalami bug besar: Pangeran Rayden kini dapat mendengar setiap pikiran, komentar sinis, rencana kotor, dan bahkan sumpah serapah Elara yang tersembunyi jauh di dalam hatinya.
Tiba-tiba, setiap pujian yang Elara lontarkan terdengar palsu karena Rayden mendengarnya menambahkan, "Semoga dia tersedak tehnya," dalam hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon putee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Strategi Hening dan Kuda yang Cerewet
Elara berdiri kaku, sementara Pangeran Rayden memanggil kudanya. Rayden mengikat tali kekang ke pohon terdekat, lalu berbalik, tatapannya menyapu Elara lagi. Ia terlihat berpikir, dan Elara tahu persis apa yang sedang ia pikirkan—analisis Rayden terhadap kegilaan yang baru saja ia saksikan.
[Misi Utama: Dapatkan Hati PUP (01%). Status: Kritis. Harap jangan ulangi pikiran-pikiran yang menjurus pada percintaan atau ancaman fisik.]
"Baiklah, Sistem. Aku mengerti. Strategi baru: diam. Aku tidak akan memikirkan apa pun. Aku akan mengosongkan pikiranku. Benar-benar kosong. Zen. Seperti batu. Aku adalah batu. Batu tidak punya otak. Batu tidak punya rasa malu. Aku adalah batu dingin dan tak berperasaan yang hanya ingin menyelesaikan misi dan pulang." Elara mengatur napas, memfokuskan pandangannya pada sehelai daun di tanah.
Rayden berjalan mendekat. "Saya sarankan Anda berhenti berpikir bahwa Anda adalah batu," katanya, suaranya tenang, tetapi matanya bersinar geli. "Meskipun itu adalah perubahan yang menyenangkan dari keluhan tentang korset Anda."
Elara mengepalkan tangannya. Upayanya untuk menjadi batu pun gagal. Bug itu begitu sensitif hingga menangkap monolog batin yang paling abstrak sekalipun.
"Bagaimana... bagaimana Anda bisa melakukan itu?" Elara bertanya, suaranya pelan dan penuh kehati-hatian. "Maksud saya, Anda mendengarkan saya. Tapi mengapa?"
Rayden mengangkat bahu. "Saya tidak tahu. Saya tidak pernah mengalami hal seperti ini. Ada kemungkinan..." ia berhenti, "Ada kemungkinan ini adalah efek samping dari sihir hitam yang Anda lakukan."
"Sihir hitam?! Ya Tuhan, dia benar-benar berpikir aku ini penyihir jahat! Aku bahkan tidak tahu cara membuat teh yang enak tanpa merusaknya!" Elara mendesis dalam hati. Dia menatap Rayden dengan tatapan memohon.
"Yang Mulia, saya bersumpah saya bukan penyihir hitam," kata Elara keras-keras, dengan nada yang tulus. "Saya... saya adalah korban dari sebuah 'kecelakaan.' Saya hanya ingin kembali ke tempat tidur saya dan makan mi instan—"
Rayden mengerutkan kening. "Mi instan? Apa itu? Senjata pembunuh?"
"Astaga, benar. Aku ada di dunia fantasi. Mi instan tidak ada di sini. Aku tidak boleh mengungkapkan detail dari duniaku yang lama! Pikirkan saja hal-hal yang relevan! Pikirkan... kuda! Ya, kuda! Kuda itu tampan. Kuda yang besar dan gagah, cocok untuk seorang pangeran. Kuda, kuda, kuda." Elara berusaha mengalihkan fokus otaknya pada kuda Rayden.
Rayden menoleh ke kudanya, yang tampak tidak terpengaruh oleh keributan itu. Kemudian ia kembali menatap Elara dengan tatapan dingin.
"Kuda saya, Nocturne, tidak tertarik dengan pujian Anda," katanya datar. "Dan ia sangat tersinggung karena Anda menyebutnya 'besar dan gagah' seperti ia adalah seekor anjing peliharaan. Fokus Anda berantakan, Lady Kaelin."
Elara merasakan kepalanya pusing. Jadi, tidak hanya Rayden yang mendengarnya, tapi Rayden juga memberitahu apa yang didengarnya kepada Nocturne—atau setidaknya, ia merespon dari sudut pandang Nocturne. Ini sungguh di luar kendali.
[Sistem 'Eros' merekomendasikan: Menghentikan pikiran internal tentang subjek fisik non-PUP. Fokuskan pada Pujian Formal.]
"Baiklah," Elara menyerah, mengangkat kedua tangannya. "Anda menang. Saya akan mencoba untuk tidak berpikir. Tapi saya minta Anda, Yang Mulia, anggap saja semua hal yang tidak saya ucapkan secara lisan itu sebagai... omong kosong. Kebisingan. Bukan cerminan dari diri saya yang sebenarnya."
Rayden menyeringai tipis, sebuah ekspresi langka yang membuat wajahnya yang dingin tampak hidup. "Sayangnya, Lady Kaelin, kebisinan Anda jauh lebih menarik daripada apa pun yang Anda katakan secara lisan sejauh ini. Anda tampak begitu anggun di luar, namun di dalam, Anda adalah sekumpulan kekacauan yang sarkastik dan lucu. Itu... menyegarkan."
[Poin Cinta: +2%. Total: 3%. Peringatan: Pujian dari PUP. Reaksi Positif. Misi masih memungkinkan.]
Jantung Elara berdebar, bukan lagi karena ketakutan, tetapi karena campuran kegembiraan misionaris dan sedikit getaran pribadi yang ia benci untuk akui. Pujiannya tulus?
"Terima kasih?" Elara merespons dengan hati-hati. Ia bahkan tidak berani memikirkan apa pun, takut Rayden akan menangkap rasa bangganya yang konyol.
"Sekarang," kata Rayden, mengambil beberapa langkah dan kembali ke sisi kudanya. "Kita harus kembali ke Kastil. Anda tidak bisa berkeliaran di taman pada jam segini. Anda akan menunggangi Nocturne bersama saya."
Rayden mengulurkan tangannya. Elara menatap tangan itu, kemudian memikirkan gaunnya yang rumit.
"Naik kuda? Dengan gaun ini? Apakah dia mencoba membunuhku? Pasti gaunnya akan tersangkut dan aku akan jatuh. Atau lebih buruk, dia akan merasakan betapa gugupnya aku ketika tanganku menyentuh tangannya. Fokus! Fokus pada keindahan kastil!"
Rayden menghela napas. "Saya bisa merasakan kegugupan Anda saat memikirkan tangan saya," katanya pelan. "Dan, ya, gaun Anda akan baik-baik saja. Percayalah pada Nocturne."
Elara tidak punya pilihan. Dia meletakkan tangannya di tangan Rayden. Kulit Rayden dingin, kasar, dan kekar. Elara merasakan sengatan listrik yang kecil, dan ia tahu, ia tahu Rayden mendengarnya, karena Rayden mencengkeram tangannya lebih erat.
Dengan gerakan yang kuat namun lembut, Rayden mengangkat Elara dan menempatkannya di pelana Nocturne, di depan dirinya. Elara bersandar pada dada Pangeran Rayden yang kokoh. Jantungnya berdebar, dan setiap helaan napasnya terasa memalukan karena ia tahu Rayden mendengar semuanya.
"Pegangan yang kuat, Lady Kaelin," bisik Rayden, suaranya rendah di dekat telinga Elara. "Dan tolong, jangan coba-coba memikirkan detail tentang zirah saya atau hal-hal tidak senonoh lainnya. Nocturne tidak suka itu."
Elara menutup mata, memutuskan untuk hanya memikirkan "nasi putih" selama perjalanan. Nasi putih. Tidak ada emosi. Tidak ada rencana. Hanya nasi putih yang netral.
Rayden terkekeh. "Nasi putih? Itu adalah kemajuan. Meskipun saya harus akui, saya lebih suka mendengarkan omelan Anda."
Elara memelototinya, meskipun Rayden tidak bisa melihat matanya. Misi ini tidak akan mudah, tetapi setidaknya, itu tidak akan pernah membosankan.