“Dikhianati suami, ditikam ibu sendiri… masihkah ada tempat bagi Andin untuk bahagia?”
Andin, seorang wanita sederhana, menikah dengan Raka—pria miskin yang dulu ia tolong di jalan. Hidup mereka memang pas-pasan, namun Andin bahagia.
Namun kebahagiaan itu berubah menjadi neraka saat ibunya, Ratna—mantan wanita malam—datang dan tinggal bersama mereka. Andin menerima ibunya dengan hati terbuka, tak tahu bahwa kehadiran itu adalah awal dari kehancurannya sendiri.
Saat Andin mengandung anak pertamanya, Raka dan Ratna diam-diam berselingkuh.
Mampukah Andin menghadapi kenyataan di depannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Keesokan harinya, Ratna menatap Andin yang duduk di ruang tamu dengan perut besar. Andin nampak kesulitan walau hanya sekedar duduk.
“Din, biar Ibu bantu di toko, ya? Kamu udah nggak bisa kerja berat lagi,” ucapnya dengan nada lembut.
Andin menatap ragu. “Ibu yakin bisa? Itu pekerjaan capek, lho buk.”
Ratna tersenyum meyakinkan. “Tenang saja. Ibu dulu juga pernah kerja di dapur hotel, tahu cara bikin kue. Lagi pula, dari pada ibu nganggur di rumah, lebih baik bantu kamu sama Raka" ujarnya.
Raka, yang baru keluar dari kamar, langsung menyahut, “Bagus tuh, Din. Ibu bisa bantu sementara kamu istirahat. Lagipula, di toko sedang membutuhkan tenaga karena toko sedang ramai minggu-minggu ini”
Andin akhirnya mengangguk. “Baiklah. Tapi hati-hati, ya, Bu.”
---
Keduanya pun pergi bersama. Raka berpamitan kepada Andin. Tak lupa dia mencium perut Andin dengan penuh kasih sayang.
"Hati-hati dirumah ya. Jaga anak kita. Aku pergi dulu" ujarnya berpamitan.
"Hemm. Kalian juga hati-hati" seru Andin tersenyum penuh harap.
Raka melambaikan tangan. Ratna mengikuti dari belakang dan masuk ke mobil.
Sesampainya disana. Toko kue itu ramai seperti biasa. Raka sibuk di kasir, melayani pelanggan yang datang silih berganti. Sementara di dapur, Ratna langsung menarik perhatian para karyawan wanita dengan kecekatan tangannya.
Adonan kue, oven, dan aroma vanila memenuhi ruangan.
“Wah, Bu Ratna hebat banget,” puji salah satu karyawan.
Ratna hanya tersenyum sambil mengaduk adonan. “Sudah biasa, Sayang. Dulu pekerjaan Ibu memang begini.”
Raka yang lewat sempat memperhatikan dari balik pintu dapur. Ia memperhatikan bagaimana Ratna begitu mahir membuat kue di dapur. Keringat menetes, nampak mempesona. Raka tanpa sengaja menelan salivanya. Hasratnya terasa tertantang dengan kemolekan tubuh Ratna. Cara Ratna bergerak, bicaranya yang seksi dengan pesona yang menggoda membuatnya terpaku.
Ada sesuatu dalam diri wanita itu—entah pesona atau aura kuat yang tak bisa ia abaikan.
Ia segera menunduk dan kembali ke kasir.
Ratna menatap punggung Raka. Ia tersenyum miring seolah menyadari bahwa Raka memperhatikan nya sejak tadi.
"Apa-apaan aku ini? Itu ibu mertua sendiri…" pikir Raka sambil menatap kosong
Namun perasaan itu tidak hilang.
Justru semakin ia menepis pikiran itu, semakin hatinya seolah menginginkan Ratna.
Raka kembali menoleh kesisi dapur. Jiwanya seakan bergejolak, menolak untuk tidak memperhatikan Ratna.
---
Sore itu, saat bahan tepung habis, Ratna berjalan ke gudang untuk mengambil stok baru. Raknya tinggi, dan ia harus menjinjit untuk meraihnya.
“Ah… berat juga,” gumamnya pelan.
Tiba-tiba, rak kayu itu goyah.
“Bu, hati-hati!” suara Raka terdengar dari arah pintu. Ia berlari cepat, menahan tubuh Ratna, dan sebelah tangannya menopang rak agar tidak menimpa Ratna.
Ratna terkejut, tubuhnya hampir kehilangan keseimbangan, tapi tangan Raka sudah lebih dulu memegang pinggangnya, menahan agar tidak jatuh.
Beberapa detik mereka terdiam. Nafas keduanya saling beradu.
Tatapan mereka bertemu, dan suasana tiba-tiba menjadi canggung.
Raka lagi-lagi terpesona. Pakaian terbuka dengan belahan dada yang putih terekspos begitu dekat. membuat Raka menelan ludah.
Raka memiringkan kepala dan menyentuh bibir Ratna dengan lembut. Ciuman itu seperti madu yang manis, membuat Ratna merasa hangat dan nyaman.
Aroma parfumnya yang harum membuat Ratna merasa seperti di dalam surga. Ketika bibirnya menyentuh bibir menantunya itu, Ratna merasa seperti api yang membara, membuatnya menginginkan lebih dari pada ciuman.
Keduanya nampak menikmati.
Tiba-tiba, pintu terbuka. Sementara seorang masuk.
Aksi keduanya tak bertahan lama. Ratna melepaskan ciumannya.
"ehh maaf" Ratih merasa salah tingkah. Jelas dia melihat keduanya berciuman di gudang. Wajahnya memerah, lalu pergi dari sana.
Ratna tersenyum samar, matanya tajam menatap wajah Raka yang tampak gugup.
“Terima kasih, Nak… kalau bukan kamu, mungkin Ibu sudah jatuh,” bisiknya pelan, nyaris seperti godaan.
Raka segera melepaskan tangannya, melangkah mundur cepat. “Saya… saya cuma nggak mau Ibu terluka. Itu saja.” Ucapnya. lalu pergi
Ratna menatap punggung Raka yang menjauh, bibirnya membentuk senyum samar yang sulit ditebak.
“Baiklah, Nak,” katanya lirih, suaranya mengandung nada misterius.
“Tapi kamu memang lelaki yang cepat tanggap…”
Raka berhenti sejenak, tapi tidak menoleh. Ia hanya menarik napas dalam, lalu keluar dari gudang dengan perasaan yang aneh—campuran bersalah dan bingung.
Dan di balik tumpukan tepung, Ratna berdiri diam sambil tersenyum miring.
Tatapannya dalam, tajam, seolah menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa terima kasih.
.
.
.
Bersambung.