(Warisan Mutiara Hitam Season 3)
Gerbang dimensi di atas Pulau Tulang Naga telah terbuka, menyingkap "Dunia Terbalik" peninggalan ahli Ranah Transformasi Dewa. Langit menjadi lautan, dan istana emas menjuntai dari angkasa.
Chen Kai, kini menyamar sebagai "Tuan Muda Ye" yang arogan. Berbekal Fragmen Mutiara Hitam, ia memiliki keunggulan mutlak di medan yang melanggar hukum fisika ini. Namun, ia tidak sendirian.
Aliansi Dagang Laut Selatan, Sekte Hiu Besi, dan seorang monster tua Ranah Jiwa Baru Lahir memburu Inti Makam demi keabadian. Di tengah serangan Penjaga Makam dan intrik mematikan, Chen Kai harus memainkan catur berdarah: mempertahankan identitas palsunya, menaklukkan "Istana Terbalik", dan mengungkap asal-usul Mutiara Hitam sebelum para dewa yang tidur terbangun.
Ini bukan lagi perburuan harta. Ini adalah perang penaklukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelopak yang Mengurung Waktu
"Zona Terdalam," bisik Zhuge Ming, wajahnya pucat pasi saat melihat jarum kompas spiritualnya patah menjadi dua. "Hukum alam di sini... tidak berlaku."
Rombongan kecil itu telah melewati Labirin Ungu dan kini berdiri di tepi sebuah kawah raksasa. Pemandangan di dalam kawah itu menakjubkan sekaligus mengerikan.
Tidak ada kabut ungu di sini. Udara sangat jernih. Namun, pulau-pulau batu melayang di udara tanpa aturan. Ada air terjun yang mengalir ke atas. Ada pohon yang tumbuh terbalik dari langit-langit awan menuju tanah. Dan di beberapa titik, musim tampak berganti dalam hitungan detik—bunga mekar, layu, dan menjadi debu, lalu tumbuh lagi dalam siklus yang memusingkan.
"Anomali Gravitasi dan Waktu," analisis Chen Kai, matanya bersinar emas. "Ini adalah tempat di mana dimensi bocor."
Di tengah kawah itu, terdapat sebuah danau kecil yang airnya berwarna perak tenang seperti cermin. Dan di tengah danau itu, tumbuh satu bunga teratai yang memancarkan cahaya sembilan warna.
Bunga Teratai Sembilan Jiwa.
Kelopaknya transparan seperti kristal, dan setiap kelopak seolah menyimpan wajah roh yang berbeda. Bunga itu indah, tapi aura di sekitarnya membuat bulu kuduk berdiri.
"Itu dia!" seru Putri Lan. "Obat legendaris itu!"
Dia hendak melangkah maju, tapi Chen Kai menahannya dengan kasar.
"Jangan bodoh. Lihat air danau itu."
Chen Kai mengambil sebuah batu dan melemparnya ke arah danau.
Saat batu itu melintasi udara di atas permukaan danau, batu itu tidak jatuh. Batu itu tiba-tiba melambat, lalu menua. Dalam hitungan detik, batu itu berubah menjadi pasir, lalu menjadi debu, dan akhirnya lenyap sebelum menyentuh air.
"Danau itu dikelilingi oleh Medan Percepatan Waktu," jelas Chen Kai. "Satu detik di sana setara dengan seribu tahun. Jika kau melompat ke sana, kau akan menjadi kerangka sebelum kakimu menyentuh air."
Wajah Putri Lan memucat. "Lalu bagaimana kita mengambilnya?"
"Aku yang akan mengambilnya," kata Chen Kai. "Tubuhku memiliki resistensi terhadap waktu. Tapi..."
Chen Kai menoleh ke sekeliling kawah. Bayangan-bayangan hitam mulai merayap keluar dari celah-celah batu yang melayang.
"...saat aku masuk ke medan itu, aku tidak akan bisa bertarung. Dan penjaga tempat ini tidak akan membiarkan aku memetiknya dengan mudah."
SCREEECH!
Suara pekikan tajam terdengar. Ribuan Kelelawar Hantu bermata merah terbang keluar dari gua-gua di dinding kawah. Mereka bukan kelelawar biasa; mereka adalah manifestasi dari dendam yang terperangkap di lembah ini.
"Putri Lan," Chen Kai menatap mata wanita itu tajam. "Aku butuh waktu sepuluh menit untuk menembus medan waktu itu dan mengambil bunga. Selama sepuluh menit itu, nyawaku ada di tanganmu. Bisakah kau menahan mereka?"
Putri Lan menarik napas panjang. Dia mencabut pedang gioknya. Aura dingin menyelimuti tubuhnya, membentuk zirah es tipis.
"Kau menyelamatkanku dari ilusi tadi," kata Putri Lan tegas. "Sekarang giliran aku membayarnya. Pergilah. Tidak akan ada satu pun kelelawar yang menyentuh ujung jubahmu."
"Gui, Zhuge, bantu dia!" perintah Chen Kai.
"Siap, Tuan!"
Chen Kai berbalik dan melompat menuju danau.
WUSH!
Saat tubuhnya memasuki area di atas danau, Chen Kai merasakan tekanan yang luar biasa. Kulitnya mulai keriput dengan cepat. Rambut hitamnya memutih dalam sekejap mata.
"Hukum Waktu: Sinkronisasi!"
Chen Kai mengaktifkan Fragmen di dalam tubuhnya. Dia tidak melawan arus waktu itu, dia menyelaraskan detak jantungnya dengan kecepatan waktu di zona tersebut.
Perlahan, keriput di kulitnya memudar. Rambutnya kembali hitam. Dia berhasil menstabilkan dirinya di dalam badai waktu.
Namun, dia harus bergerak lambat. Sangat lambat.
Sementara itu, di tepi kawah, perang pecah.
"Seni Pedang Awan: Badai Salju Seribu Mil!"
Putri Lan menari di udara. Pedangnya menciptakan badai es yang membekukan ratusan kelelawar hantu yang mencoba menyerbu Chen Kai. Setiap tebasannya presisi dan mematikan. Dia bukan hanya alkemis jenius, dia adalah petarung yang tangguh.
"Jangan remehkan aku!" teriak Gui, memotong sayap kelelawar yang lolos dari jaring es Putri Lan.
Zhuge Ming berdiri di belakang, mengendalikan formasi pertahanan yang menembakkan jarum-jarum energi untuk melindungi titik buta mereka.
"Mereka terlalu banyak!" teriak Mei, salah satu pengawal Putri Lan.
"Tahan!" perintah Putri Lan. "Grandmaster Ye mempertaruhkan nyawanya di sana! Kita tidak boleh mundur satu langkah pun!"
Di tengah danau, Chen Kai sudah berada satu meter dari bunga itu.
Dia mengulurkan tangannya. Namun, Bunga Teratai Sembilan Jiwa itu seolah memiliki kesadaran. Kelopaknya menutup, dan akar-akarnya yang berduri melesat keluar dari air untuk menyerang Chen Kai.
"Kau tidak ingin dipetik?" Chen Kai tersenyum tipis, meskipun keringat dingin mengucur di pelipisnya. "Sayangnya, temanku butuh nyawamu."
"Gravitasi: Penguncian Ruang."
Chen Kai menggunakan tangan kirinya untuk menahan akar-akar itu dengan gravitasi, sementara tangan kanannya yang dilapisi energi Waktu meraih batang bunga.
ZZZT!
Saat kulitnya menyentuh batang bunga, Chen Kai melihat visi masa lalu. Dia melihat ribuan orang mati mencoba mengambil bunga ini. Dia melihat seorang wanita cantik berambut putih yang menanam bunga ini ribuan tahun lalu.
"Hanya mereka yang mengerti kesedihan waktu yang boleh memilikinya..." bisikan wanita itu terdengar di kepala Chen Kai.
"Aku mengerti lebih dari siapa pun," jawab Chen Kai.
Dia mencabut bunga itu.
KRAAAK!
Saat bunga itu terlepas dari akarnya, seluruh kawah bergetar hebat. Medan percepatan waktu di sekitar danau runtuh seketika.
Ledakan energi waktu menyapu keluar.
"Menunduk!" teriak Chen Kai pada teman-temannya di tepi kawah.
Gelombang energi itu melewati mereka, mengubah batu-batu menjadi debu dan kembali menjadi batu dalam siklus cepat, lalu menghilang.
Kelelawar-kelelawar hantu yang terkena gelombang itu menjerit dan lenyap—waktu mereka habis, mereka dikirim ke ketiadaan.
Hening.
Chen Kai melayang kembali ke tepi kawah, memegang Bunga Teratai Sembilan Jiwa yang kini bersinar lembut di dalam kotak giok khusus. Dia tampak sepuluh tahun lebih tua, napasnya berat, tapi matanya berbinar kemenangan.
"Kita mendapatkannya," kata Chen Kai, mengangkat kotak itu.
Putri Lan menyarungkan pedangnya. Dia penuh luka goresan, pakaian tempurnya robek di beberapa tempat, tapi dia tersenyum lega.
"Kau gila, Ye Chen," kata Putri Lan, napasnya terengah. "Kau benar-benar masuk ke dalam zona waktu mati dan keluar hidup-hidup."
"Dan kau menahan ribuan hantu sendirian," balas Chen Kai, melemparkan sebotol pil pemulihan padanya. "Kerja sama yang bagus."
Tiba-tiba, tanah berguncang lagi. Kali ini bukan karena bunga.
Dari arah pintu masuk kawah, aura yang sangat kuat dan familiar mendekat. Aura yang penuh dengan kebencian dan logam dingin.
"Tepuk tangan untuk pertunjukan yang hebat."
Seorang pria tua dengan satu lengan logam raksasa berjalan keluar dari balik batu. Di belakangnya, puluhan mayat hantu kelelawar berserakan—dihancurkan dengan kekuatan brutal.
Tetua Besi.
Dia tidak sendiri. Dia membawa dua sosok berjubah merah darah—Tetua Tamu Darah, kultivator aliran sesat yang disewa dengan harga tinggi.
"Kau..." Putri Lan menatap Tetua Besi dengan jijik. "Kau berani menampakkan diri di sini setelah mengirim pembunuh?"
"Kenapa tidak?" Tetua Besi menyeringai gila. "Di sini tidak ada hukum. Tidak ada Patriark. Hanya ada kita."
Dia menatap kotak giok di tangan Chen Kai dengan serakah.
"Serahkan bunga itu, Ye Chen. Dan mungkin... hanya mungkin... aku akan membiarkanmu mati dengan cepat."
Chen Kai menyimpan kotak itu ke dalam cincinnya. Dia menegakkan tubuhnya, meskipun energinya terkuras habis.
"Kau menginginkan bunga ini untuk menyembuhkan lenganmu yang cacat itu, kan?" tebak Chen Kai tepat sasaran. "Sayang sekali. Bunga ini sudah punya pemilik."
"Kalau begitu, aku akan mengambilnya dari mayatmu!"
Tetua Besi menerjang maju.
Pertarungan terakhir di Lembah Kabut Abadi dimulai. Kondisi Chen Kai lemah, tapi dia tidak sendirian kali ini. Putri Lan ada di sisinya, dan dia sangat marah.
Chen Ling