Area khusus Dewasa
Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.
Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.
Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.
Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.
Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau akan melayaniku
Edel mencoba sebisa mungkin menyibukkan diri agar tak perlu lagi merasa keberadaan Basten yang seperti mengupas setiap lapisan tubuhnya dengan tatapan. Tapi tetap saja, setiap langkahnya terasa diawasi. Ruangan itu terasa seperti jerat tak kasatmata, dan di dalamnya ada singa yang sedang mengamati mangsanya dengan sabar. Nafasnya tak berani terlalu keras. Jantungnya masih bekerja terlalu cepat, menciptakan tekanan di dada yang membuatnya nyaris sesak.
Lap di tangannya berpindah dari meja ke rak buku, lalu ke laci-laci kecil di sisi tempat tidur. Tapi jemarinya bergetar, dan matanya, walau tak menoleh, bisa merasakan pandangan Basten tak lepas dari punggung dan lekuk tubuhnya. Rasanya seperti disentuh tanpa disentuh.
"Kau tidak menyangka aku tukang kebun lagi?" tanya Basten pelan, suaranya berat namun tenang.
Edel menahan napas. Ia menunduk dalam, mencoba mengabaikan kalimat itu, walau telinganya memerah hingga ke leher. Ia melirik ke Basten tapi hanya sekilas dengan senyum canggung, dalam sepersekian detik. Ia takut kalau laki-laki itu membahas tukang kebun, dia akan dipecat karena sudah sembarangan bahkan melanggar peraturan menatap mata para tuan muda.
Langkah kaki berat terdengar mendekat lagi. Edel baru saja selesai membersihkan rak terakhir ketika ia merasakan tubuhnya mematung. Sekali lagi, pria itu berdiri di belakangnya. Terlalu dekat.
"Aku tidak mengizinkan siapa pun masuk tempat pribadiku tanpa sepengetahuanku," bisiknya rendah, napasnya menyapu telinga Edel.
"Tapi kamu... Akan jadi pengecualian mulai hari ini."
Edel tak bisa bergerak.
Lalu tangannya, besar, kuat, dan hangat, menyentuh pelan lengan kirinya. Tubuh Edel melompat refleks, seperti kesetrum. Ia membalik badan dengan cepat, dan kembali menatap langsung mata pria itu.
Salah. Ia seharusnya tidak menatapnya lagi.
Tatapan itu... terlalu intens. Terlalu dalam. Seolah Basten sedang menariknya masuk ke dalam arus yang tidak bisa ia lawan.
"Kau tahu kau sudah berkali-kali melanggar aturan rumah ini?" gumam Basten pelan, di sisi wajah Edel.
Gadis itu menelan ludah. Ia cepat-cepat memalingkan wajah ke arah lain tapi dengan cepat tangan besar Basten menyentuh dagunya, membuatnya kembali menatap laki-laki itu. Jarak wajah keduanya sangat dekat. Dan lagi-lagi Edel di buat terpesona oleh ketampanan si tuan muda kedua. Kenapa bisa ada orang yang setampan ini? Di rumah ini, tuan mudanya tampan semua.
Bibir Edel terasa kering. Ia bahkan lupa cara bernapas. Jantungnya seperti menabrak tulang rusuk, memukul-mukul dengan panik. Matanya menatap mata Basten, mencoba mencari celah untuk lari dari cengkeraman halus namun kuat itu. Tapi semakin lama ia menatap, semakin ia terperangkap.
"Saya … saya nggak sengaja," bisik Edel nyaris tak terdengar.
Basten mengangkat salah satu alisnya, lalu mendekatkan wajahnya beberapa senti lagi. Napas hangatnya menyapu wajah Edel. Laki-laki itu tidak tersenyum, tapi sorot matanya seperti bermain-main, seolah menyimpan ribuan makna tersembunyi yang tak bisa ditebak Edel.
"Masalahnya," suara itu turun menjadi bisikan.
"Aku tidak suka ketidaksengajaan yang datang tanpa tanggung jawab."
Edel menggigit bibir bawahnya. Wajahnya kini benar-benar merah padam, bukan hanya karena malu, tapi juga karena gugup dan bingung harus berbuat apa. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, mencoba menahan diri agar tidak terlihat gemetar. Tapi Basten melihat semuanya.
"T-tapi saya cuma pembantu baru tu-tuan muda. Saya nggak bermaksud bikin masalah, saya cuma … tolong jangan pecat saya tuan muda ..." suaranya tercekat.
Basten akhirnya melepaskan dagunya. Tapi bukan berarti jaraknya menjauh. Justru kini jemarinya berpindah ke rambut Edel, merapikan helaian halus yang terlepas dari ikatan. Gerakan itu sangat pelan, sangat personal, hingga membuat Edel nyaris menahan napas lagi.
"Kau takut di pecat?"
Edel mengangguk. Takut sekali. Karena ia terlalu takut hidup sendirian di luar sana.
"Kalau begitu aku akan memberimu hukuman yang lain." ucap Basten. Jemarinya masih setia di rambut Edel.
Edel menatap pria itu dengan wajah bingungnya yang polos. Membuat Basten makin terbelenggu dengan tatapan polos dan menarik itu.
"Mulai sekarang," suara Basten serendah bisikan malam,
"Kau akan melayaniku."
Edel mengernyit bingung. Melayani? Bukankah sekarang dia sedang melayani pria itu? Kan dia pembantu, tugasnya melayani majikan. Gampang banget dong.
"Hanya itu saja tuan muda?" pertanyaannya berhasil membuat ikut mengernyit. Pria itu menatap Edel lama seakan mencari tahu apakah gadis itu paham dengan ucapannya barusan atau tidak.
"Apa yang kau pahami dengan maksudku?" ia bertanya kemudian.
Edel mengangguk kuat dan tersenyum. Ia lupa kalau saat ini dia sedang berhadapan dengan laki-laki berbahaya.
"Melayani tuan muda. Contohnya, bersih-bersih kamar seperti sekarang, dan melakukan apa yang tuan muda suruh. Kayak tugas pembantu pada umumnya, begitu kan?"
Basten terkekeh. Gadis ini tidak mengerti apa maksud dari ucapannya barusan. Benar-benar masih polos. Dari tampangnya yang seakan belum tahu dunia, pasti gadis ini masih perawan.
Basten menatap gadis itu lama. Kemudian tangannya meraih pinggang Edel, mengangkat gadis itu duduk di atas meja. Edel terkejut bukan main. Tubuhnya terangkat dengan mudah, seperti kapas yang tak berbobot, lalu mendarat di atas meja kayu besar itu. Napasnya tercekat, dan matanya membulat saat wajah Basten semakin dekat, berdiri di antara kedua kakinya yang menggantung di tepi meja.
"T-tuan muda…" suaranya nyaris tercekat, namun tak mampu mengeluarkan kalimat lengkap. Jantungnya berdetak terlalu keras, dadanya terasa penuh, dan seluruh tubuhnya menegang.
Basten tidak langsung menyentuhnya. Ia menatap Edel dalam-dalam, seperti membaca isi pikirannya.
"Tugas melayani yang ku maksud… bukan seperti yang kau bayangkan." suaranya rendah, penuh tekanan, tapi tidak terburu-buru. Ia menikmatinya. Ketegangan, kebingungan, dan kepolosan yang terpampang jelas di wajah gadis itu.
Edel menelan ludah. Tangannya mencengkeram sisi meja, matanya masih terkunci pada sorot mata Basten yang tak memberinya kesempatan melarikan diri.
"Ma-maksud tuan muda?" bisiknya lemah.
Basten mengangkat jemarinya, menyentuh perlahan sisi wajah Edel, menyusuri garis rahang hingga ke leher yang halus.
"Kau polos sekali." gumamnya.
"Tapi sangat menarik untukku." gumam Basten lagi.
Wajah Edel memerah, tubuhnya tak mampu bergerak. Ia tidak tahu harus kabur atau tetap di tempat. Basten mendekat sedikit lagi, kini wajah mereka hanya berjarak beberapa inci.
"Melayani yang ku maksud adalah ini."
Tanpa ijin, dan dengan lancangnya Basten menyerang bibir Edel. Bukan hanya menempel, pria itu melumat bibirnya dengan ganas. Memberikan gigitan-gigitan kecil. nan menggoda yang sukses membuat Edel membeku di tempatnya.