NovelToon NovelToon
Kebangkitan Zahira

Kebangkitan Zahira

Status: tamat
Genre:Wanita Karir / Pelakor jahat / Cinta Lansia / Tamat
Popularitas:276.9k
Nilai: 4.8
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

pernikahan selama 20 tahun ternyata hanya jadi persimpangan
hendro ternyata lebih memilih Ratna cinta masa lalunya
parahnya Ratna di dukung oleh rini ibu nya hendro serta angga dan anggi anak mereka ikut mendukung perceraian hendro dan Zahira
Zahira wanita cerdas banyak akal,
tapi dia taat sama suami
setelah lihat hendro selingkuh
maka hendro sudah menetapkan lawan yang salah
mari kita saksikan kebangkitan Zahira
dan kebangkrutan hendro

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KZ 03

Zahira masih duduk di teras, menatap ke arah jalan yang sepi.

"Si Adit itu ngapain sih masih di situ? Lagi cari orderan atau malah ngintai aku?" gumamnya pelan.

Pandangan Zahira tertuju pada motor Nmax yang terparkir tak jauh, dan seorang pria yang asyik menatap layar ponsel.

Tak ingin menimbulkan fitnah, Zahira memutuskan masuk ke rumah. Suaminya punya kunci cadangan, jadi tak ada gunanya ia terus menunggu di luar.

Zahira merapikan tempat tidur dengan rapi, lalu mengenakan gaun tipis yang sedikit menggoda. Ia menyemprotkan parfum lembut favorit Hendro, berharap malam ini suaminya pulang membawa kejutan manis. Harapan itu seolah masih ada dalam benak zahira.

“Mas, kamu galak, tapi baik banget… Kalung ini mahal sekali, pasti kamu sudah berusaha keras mengumpulkan uangnya,” gumam Zahira pelan, senyumnya mengembang dibalik harapan yang belum padam.

Zahira tertidur dengan pikiran yang masih dipenuhi harapan. “Siapa sih Ratna? Dia cuma mantan pacar Mas Hendro. Secantik dan semodis apa pun, tetap aku yang jadi istrinya,” gumamnya dalam hati, seolah menyugesti diri bahwa semuanya baik-baik saja, meski hatinya sebenarnya rapuh dan tak tenang.

Akhirnya Zahira terbaring lelah, menatap jam dinding di kamarnya.

“Sudah jam dua malam, tapi Mas Hendro tak juga pulang,” gumamnya dalam hati.

Ia menghela napas panjang. Matanya berat, namun hatinya gelisah. Rasa kecewa membuatnya sulit terpejam.

Dia membuka buku hariannya. Yang Hendro tidak pernah tahu, Zahira pernah menjadi penulis aktif di beberapa majalah terkenal pada masanya, antara tahun 1997 hingga 2004.

Majalah seperti Anida dan Gadis pernah memuat karyanya. Ia menulis dengan tangan, dan karena tulisannya menarik, redaksi tak pernah menolaknya. Nama pena yang ia gunakan: Hati Rembulan.

Kemudian Zahira mulai menuliskan kegelisahannya dalam untaian kata yang puitis. Setiap huruf seolah mewakili luka yang selama ini ia pendam. Setelah mencurahkan seluruh isi hatinya ke atas kertas, ia menghela napas panjang—ada rasa lega, seolah beban di dadanya perlahan terangkat.

Pagi tiba, rumah terasa sunyi. Zahira membersihkan rumah dan mencuci pakaian seperti biasa. Sesekali ia mencoba menelepon Hendro, namun nomornya tak aktif. Ia juga menghubungi Angga dan Anggi, hasilnya sama—semua nomor tidak bisa dihubungi. Hatinya mulai diliputi gelisah.

"Kalau masak, nanti nggak ada yang makan. Tapi kalau nggak masak, pasti semua malah marah," gumam Zahira, merasa serba salah dan tak tahu harus berbuat apa.

Akhirnya Zahira memutuskan untuk tidak memasak. Masa iya pergi ke pesta tapi tetap makan di rumah? Ia tak mau kejadian kemarin terulang—sudah capek-capek masak, malah dimarahi dan makanan tak disentuh sama sekali..

Zahira menyapu halaman dengan pelan. Saat matanya menatap ke tepi jalan, ia menghela napas panjang—Adit sudah tak ada. Sudut bibirnya terangkat tersenyum tipis, mengingat momen lucu ketika Adit dulu menyatakan cinta padanya di balai desa, dengan gaya sok percaya diri..

Adit naik ke atas meja dan berteriak, “Zahira, jangan panggil aku Adit kalau aku tidak bisa menikahimu!” suaranya lantang, membuat semua orang menoleh.

“Astagfirullah,” gumam Zahira sambil menggeleng pelan. Ia merasa bersalah, kenapa bisa mengingat lelaki lain, sementara statusnya masih istri Hendro. Walau hatinya pagi ini sakit zahira memlih setia walau itu hanya sebatas pikiran.

“Mbak Zahira,” sapa seseorang. Zahira menoleh, ternyata Bu Sumi sudah berdiri di belakangnya.

“Ada apa, Mbak?” tanya Zahira heran.

“Maaf ya, Mbak... saya mau kasih kabar buruk,” ucap Bu Sumi pelan.

“Kabar apa, Mbak? Nggak bagus lho pagi-pagi udah bergosip,” sahut Zahira dengan senyum tipis, mencoba mencairkan suasana.

Bu Sumi menarik napas panjang, wajahnya tampak ragu.

“Maaf sekali, Mbak. Bukan maksud saya memanaskan rumah tangga Mbak Zahira. Tapi saya rasa ini penting, dan Mbak harus tahu,” ucapnya serius, menatap Zahira dengan sorot mata penuh empati.

Zahira menunjukkan raut wajah sedikit kesal.

“Mbak, kalau mau menyampaikan sesuatu, sampaikan saja langsung. Jangan bertele-tele, jangan bikin orang penasaran,” ucap Zahira dengan nada sedikit kesal.

“Maaf ya, bukan maksudku untuk mengompori,” ucap Bu Sumi pelan, lalu menyerahkan ponselnya kepada Zahira dengan ragu.

Zahira mengernyitkan dahi.

“Kenapa Mbak ngasih ponsel ke saya?” tanyanya bingung.

“Aduh, Mbak... masa iya nggak punya ponsel Android?” sahut Bu Sumi heran.

Zahira hanya menggeleng pelan, menunduk sejenak. “Mas Hendro nggak pernah ngizinin saya punya,” ucapnya lirih.

“Aneh juga ya, suaminya pejabat tapi istrinya nggak punya ponsel Android,” ucap Bu Sumi dengan nada heran.

Zahira menghela napas panjang.

“Mbak... sebenarnya, kabar apa yang mau Mbak sampaikan?” tanyanya pelan.

Sumi membuka ponsel Android-nya, membuka status WhatsApp milik Anggi—anak Zahira.

“Lihat ini, Mbak,” ucapnya pelan sambil menyodorkan ponsel.

Zahira menatap layar. Foto pertama menampilkan seorang wanita berdiri menghadap kamera, tersenyum anggun.

“Itu Ratna,” gumam Zahira. “Oh… rupanya dia menikah. Syukurlah.”

“Syukur, Mbak?” tanya Sumi heran.

“Ya… artinya dia sudah menemukan pasangan, walaupun agak telat,” jawab Zahira datar, berusaha tetap tenang.

Sumi menggeleng pelan. “Lihat foto selanjutnya, Mbak…”

Ia menggeser layar. Zahira, yang tak akrab dengan ponsel Android, hanya bisa terpaku saat melihat foto berikutnya—Hendro, suaminya, sedang mengucapkan ijab kabul di samping Ratna.

Seketika dunia Zahira runtuh. Jantungnya berdebar kencang, tubuhnya limbung. Hampir saja ia jatuh jika tak segera ditopang oleh Sumi.

“Mbak Zahira… astaga,” ucap Sumi panik, lalu membantu Zahira masuk ke rumah dan merebahkannya di sofa.

Zahira memandang langit-langit rumah dengan tatapan kosong, seolah seluruh dunia telah mengkhianatinya.

“Mbak Sumi... pergi saja. Saya ingin sendiri,” ucapnya pelan namun tegas.

“Tapi, Mbak... saya khawatir—”

“Sudah, Mbak… saya cuma butuh sendiri,” potong Zahira dengan suara lirih, tapi matanya mulai berkaca-kaca.

Sumi berdiri ragu, tapi ia tahu—Zahira adalah tipe wanita yang pantang menangis di depan orang lain, apalagi menunjukkan luka hatinya.

Dengan berat hati, Sumi pun melangkah keluar. Zahira tetap diam di sofa, menatap kosong, memeluk kehancurannya sendiri dalam sunyi.

Zahira menatap langit-langit rumahnya dengan pandangan kosong. Dua puluh tahun ia bertahan dalam pernikahan bersama Hendro—berjuang sendirian menjaga bahtera rumah tangga yang perlahan karam. Dan hari ini, tepat tanggal 17 Juli, Hendro menikahi Ratna.

“Kurang apa aku, Mas…” gumam Zahira lirih, nyaris tak terdengar. “Aku bertahan demi kamu, demi anak-anak, meski aku tak pernah dihargai. Aku tahan semua luka, aku telan semua penghinaan... hanya demi keutuhan rumah ini.”

Air matanya mulai jatuh.

“Tapi ternyata cintamu bukan untukku. Aku cuma persinggahan, ya? Ratna yang kamu pilih... sejak awal memang dia yang kamu mau. Tapi kenapa, Mas? Kenapa kamu tega selama ini?”

Zahira bangkit pelan, melangkah ke kamar. Ia menutup pintu, menggigit handuk untuk meredam isak tangisnya, namun tubuhnya bergetar hebat.

Kesedihan itu terlalu dalam.

Terlalu sepi.

Terlalu menyakitkan.

Ia masuk ke kamar mandi, menyalakan shower. Air dingin mengguyur tubuhnya, namun tak mampu meredakan panas di dadanya.

Dengan tangan gemetar, Zahira memutar musik shalawatan dari speaker kecil—keras, menggema ke seluruh kamar.

Ia berharap suara itu bisa menyamarkan tangisnya.

Dan air shower bisa menyembunyikan air matanya yang tak kunjung berhenti.

1
Alif
bisa2nya ank kandungnya mau di jual
Alif
apa yg kau tanam itulah yg akan kau petik
Alif
klo otak kalian bs mikir psti gk percaya tp klo otak kalian dangkal tamat lah kalian kena jaring siluman rubah
Alif
sukma dan langit kyaknya anak kandung zahra yg di adopsi adit
Alif
oh bner klo bukan anak nya zahira lha wong modelnya dan kelakuanya kyk emak bpknya, ksian aj zahira telah di tipu
Alif
katanya di suruh bw Adit, apa aq gagal faham yaa
Alif
emang ibunya sudah mendiang ya, la yang di rmh itu siapa😇
Alif
itulah hasil didikanmu oke kaan..
Darma Taksiah
keren
Naning Naning
bener2 tamat thorrr..... ga ada bonchap nya
muthia
cm bs 😭😭😭😭😭😭😭😭
muthia
klau td cm g di sukai sama mertua sih di selingkuh u suami mungkin msh bs di tahan nah ini anak sendiri yg kaya gitu ya Allah sedih nya😭😭
Purnama Pasedu
cinta yg sejati,akan bertemu walau berliku
Maharani Rania
kaya nya anak kandung Zahira yg di buang
SOPYAN KAMALGrab: ka tolong kasih ulasannya ka...
total 1 replies
Sonya Nada Atika
ceritanya keren bgt.baru ini novel yg tak ku skip halaman nya...dr awal smp akhir
SOPYAN KAMALGrab: tolong kasih ulasan ka/Pray/
total 1 replies
Raden
keluarga tocix kecuali zahira
Earlyta a.s Salsabila
👍
Erna M Jen
dasar anak durhaka kau anggi
Zainuri Zaira
trus ratna gimna mati atw selamat..kok udh tamat
Zainuri Zaira
mungkin uangx digunakan zahira utk modal melawan balik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!