Setelah bangun dari kematian, dan menyaksikan keluarganya di bunuh satu persatu untuk yang terakhir kalinya, kini Naninna hidup kembali dan bereankarnasi menjadi dirinya lagi. Memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin. memastikan bahwa apa yang telah di alaminya saat ini hanyalah ilusi, namun ia merasakan sakit saat jari lentiknya mencubit pelan wajah mulusnya. Seketika ia tersadar bahwa hal ini bukanlah ilusi, melainkan kenyataan yang harus ia terima. Tidak mengerti mengapa Tuhan masih baik dan mau memberinya satu kesempatan, Ninna menyadari bahwa ia tidak akan menyia-nyiakannya lagi.
Sembari memantapkan diri dan tekad, Naninna berusaha untuk bangkit kembali dan memulainya dari awal. Dimana musuh bebuyutannya terus saja berulah hingga membuat seluruh keluarganya terbunuh di masa lalu.
Naninna... tidak akan pernah melupakannya.
Kekejaman yang telah mereka lakukan pada keluarga dan orang-orang terdekatnya, ia akan membalasnya satu-persatu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DeeSecret, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Amalia
Naninna berjalan penuh percaya diri setelah keluar dari lift lantai atas tempat kamarnya berada. Akibat 3 hari koma karena jatuh dari tangga, ada beberapa memar yang masih belum hilang. Namun memar di bagian tangan dan juga kakinya sedikit berangsur menghilang. Hanya saja rasa pusing masih bersemayam di kepalanya.
Naninna menelisik seluruh ruangan yang ia lewati, baru beberapa menit yang lalu ia di hukum mati, kini dirinya bangkit kembali dan berdiri di tengah koridor yang amat sepi. Entah kemana para pelayan pergi, yang jelas ia tidak memperdulikannya lagi. Daripada memikirkan sesuatu hal yang tidak berguna, lebih baik dirinya berkeliling dan bersantai sembari menyegarkan fikiran dan juga tubuhnya yang terlihat lelah.
Namun, hendak berbelok menuju taman, dirinya di suguhkan dengan sosok yang kurang menyehatkan mata. Wanita dengan pakaian sedikit ketat hingga menampilkan perutnya, tak lupa dengan celana jeans adalah ciri khas gaya andalannya berpakaian. Dulu, jika Naninna setiap hari melihat bagaimana cara berpakaian wanita itu, selalu saja ada rasa iri dan gemuruh di dadanya. Nyatanya sekarang, hal itu tidak berlaku untuknya. Setelah di teliti baik-baik, bukannya dia sama saja dengan wanita murahan yang ada di rumah bordil?
heh... cocok kan? Naninna tersenyum penuh hina.
Wanita bernama Amalia itu sangat percaya diri dengan pakaian yang uangnya bahkan dari dirinya sendiri. Perlu di ketahui, meskipun Matthew saat ini bekerja, namun nyatanya pria itu hanyalah menjabat sebagai Manager biasa di perusahaan milik keluarga Naninna. Karena ia dulu begitu baik dan tidak tega melihat suaminya menganggur, jadi ia menawarkan suaminyapekerjaan pada sang Ayah. Awalnya Alex tidak menyetujui permintaan sang putri, tapi karena Naninna adalah satu-satunya anak yang sangat ia banggakan dan dia sayang, akhirnya Alex mengiyakan saja.
Jadi intinya, uang gaji Matthew, ya masih milik Naninna kan?!!
Naninna mengklaim hal itu dalam hati. Mendumel kesal saat Amalia memasang wajah sedih dengan langkah sedikit tergopoh-gopoh. Bahkan pelayan pribadinya pun sampai berlarian hanya karena mengikuti langkah milik majikannya itu.
"Kak Ninna, apa Kakak tidak apa-apa? aku dengar Kakak terjatuh dari tangga, para pelayan juga mengatakan kalau Kakak sempat koma tiga hari." Ujar Amalia dengan wajah yang masih sesedih mungkin. Tangan kurang ajarnya tanpa izin terulur mulus menyentuh telapak tangannya. Namun Naninna dengan sedikit kasar menghempaskan uluran itu. Amalia sedikit terperangah, kaget. "Kakak... Kakak seharusnya diam di dalam kamar saja, bukankah Dokter bilang tidak boleh beraktivitas dulu? Kalau Kakak tidak mendengarkan ucapan Dokter, bagaimana-"
"Aku selalu mendengarkan apa yang telah di ucapkan oleh Dokter. Selain itu..."
Naninna melipat kedua tangannya di depan dada. Tatapan dingin dan kaku berhasil membuat Amalia bungkam dan gemetar. Amalia bahkan di buat terkejut akan perubahan sikap Naninna. Apa karena kecelakaan jatuh dari tangga waktu itu, makanya Naninna sedikit dingin padanya. Sebenarnya sebelum kejadian itu pun, Naninna memang di kenal dengan sikap yang sangat cuek bahkan kasar. Sangat berbanding balik dengan penampilannya yang anggun dan terkesan dewasa, nyatanya perilaku dan juga sifatnya tidak seiras. Mulut kasarnya yang suka menghina semua orang pun tidak pernah dia lupakan ketika bertemu dengan seseorang yang tidak sebanding dengannya. Tapi kali ini.... meskipun Naninna sudah tidak berkata kasar lagi, tapi ada satu hal yang baru ia temukan.
Tatapan menghina yang selalu Naninna tujukan pada dirinya, Amalia merasa kecil dan malu.
Naninna maju selangkah, "Selain itu... apa hakmu menceramahiku dengan perkataan-perkataan sok manusiawimu itu? Memangnya kau siapa? Keluargaku? Kau bahkan tidak sebanding dengan kucing peliharaanku."
"Kakak, aku hanya mengkhawatirkan keadaanmu, kenapa kau-" Amalia tersinggung.
Inilah yang ia tidak suka dari wanita murahan ini. Hanya karena terlahir dari keluarga kaya, bukan berarti dia bisa se'enaknya berkata seperti itu. Selalu memandang rendah orang-orang di sekitarnya dan melontarkan kalimat yang tidak mengenakkan hati.
Kenapa Matt bisa menikah dengan wanita yang tidak punya sopan santun seperti dia?! Benar-benar tidak pantas dengan penampilannya.
Naninna tersenyum meremehkan. Menyadari bahwa Amalia pasti menyumpahinya dalam hati, tidak bisa di pungkiri terlihat jelas dari ekspresi wajahnya yang begitu jelek.
"Kenapa memangnya aku? Bukankah, apa yang kukatakan itu benar? Kau hanya sepupu dari suamiku, jangan pernah bersikap kurang ajar dan sok kenal dengan diriku. Kau harus tahu batasan Amalia... hanya karena kau selalu di puji baik dan di banding-bandingkan sebagai titisan Dewi, bahkan Dewi yang sebenarnya pun merasa jijik jika di bandingkan dengan dirimu."
Semua orang terdiam. Bahkan Matthew yang sedari tadi mendengarkan percakapan sengit dua wanita itupun hanya bisa diam dan di buat gagal fokus dengan perubahan sikap istrinya.
"Aku masih berbaik hati karena kau sepupu dari Matt, karena jika tidak..." Naninna mendekatkan bibirnya di telinga wanita itu. "Kau belum tahu kan bagaimana hukum keluarga Giovanno? Penggal. Aku bisa saja meminta pada keluargaku untuk menghukummu karena sikap kurang ajarmu tadi, tapi karena kau masih kerabat dekat dengan Matt, aku berusaha memberikanmu toleransi."
Naninna menoleh ke kanan, dimana mata sayunya bertemu dengan mata biru milik suaminya. Matthew berfikir jika istri cerewetnya itu akan berlari ke arahnya dan bergelayut manja seperti biasa, namun hal itu tidak ia dapatkan selain tatapan kosong namun tersirat kebencian di dalamnya.
Istrinya... benar-benar telah berubah.
#####
Naninna menyadarinya.
Keberadaan Matthew yang sedari tadi mengamati interaksi antara dirinya dan Amalia, tak sedikit pun membuatnya goyah seperti yang ia lakukan dimasa lalu. Karena Naninna telah memutuskan untuk menghancurkan mereka, sebelum hari pemenggalannya tiba.
Jika di masa lalu perasaan cinta selalu saja muncul ketika ia bertatap muka dengan pria itu, sekarang... memandang terlalu lama wajahnya saja, sudah membuatnya ingin muntah. Naninna jadi bingung, apa karena efek dirinya yang berhasil bangkit dari kematian, jadi Naninna selalu memperlihatkan ekspresi jelek terhadap musuh-musuhnya.
Mengabaikan suaminya, Naninna meninggalkan para binatang hina dan berniat untuk menyegarkan kedua matanya dengan pemandangan hijau di belakang rumahnya. Namun hendak melangkahkan kakinya lebih jauh, suara bariton Matt menghentikannya, Naninna enggan menoleh.
Matt kini tengah berada di belakangnya.
Naninna sedikit menegang ketika tangan besar itu berusaha menyentuh telapak tangannya. Tidak mau berlama-lama dengan pria itu, Naninna spontan menoleh dan kini wajahnya berhadapan langsung dengan pria itu.
Mata biru inilah... Yang berhasil membuat Naninna jatuh cinta pada pandangan pertama. Bola mata biru sejernih lautan, yang dulunya mampu membawanya masuk lebih dalam memaksanya agar lebih tertuju padanya daripada orang lain.
Kedua mata Naninna kian memanas.
Tidak ia pungkiri, ketika dirinya berhadapan langsung dengan Matthew, entah kenapa perasaan itu selalu saja muncul di hatinya. Tapi karena pengkhianatan yang telah dirinya alami dulu, perasaan itu kini berubah menjadi kebencian yang amat dalam.
"Sayang..."
Naninna memejamkan matanya sesaat. Lalu membukanya lagi dan tersenyum tipis. Matthew terpaku sejenak. Ada perasaan aneh dan asing saat melihat tatapan dan senyuman itu. Sikap yang tidak pernah ia lihat dari Naninna selama pernikahannya.
"Bisa... Kau tidak menggangguku terlebih dahulu? Aku sedikit lelah dan tidak ingin berbicara dengan siapapun."
Ucapan yang terdengar lemah namun tersirat ketidak sukaan, mana mungkin Matthew tidak menyadarinya. Bukannya menyerah, Matthew sebagai suami harus lebih memperhatikan keadaan sang istri. Karena pekerjaan yang terlalu menumpuk, selama satu minggu ini dirinya tidak pernah sedikit pun menjenguk Naninna saat terbaring koma.
"Matt... aku hanya mengkhawatirkan keadaan Kak Naninna, kenapa dia terlihat begitu marah padaku? Padahal niatku baik, tapi kemarahan Kak Naninna seolah-olah akulah penyebab kecelakaan itu."
Tidak sopan sekali?!
Dengan siapa dia bergelayut manja di depanku?
Hei jalang!! Pria yang kau peluk itu suamiku! Sadar diri itu penting!
Seolah menyadari kemarahan pada sang istri, Matthew sedikit kasar menghindar dan menegur Amalia untuk tidak bersikap kurang ajar. Namun bukannya merasa bersalah, wajah cemberutlah yang wanita jalang itu tujukan.
Maksudnya apa ekspresi itu? Sok imut sekali.
Kesabaran Naninna menjadi setipis tisu jika berhadapan dengan wanita ini. Maka dari itukan, ia memutuskan untuk menjauh terlebih dahulu agar dirinya bisa mempersiapkan hal apa saja yang akan dirinya lakukan selanjutnya.
"Ninna, aku dengar kau telah memecat kedua pelayan pribadimu itu, apa benar begitu?"
"Memang benar. Kenapa?"
Naninna berusaha mempertahankan sikap angkuhnya. Mengabaikan rasa pusing yang tiba-tiba menyerang kepala cantiknya. Naninna sedikit terhuyung namun dengan cepat ia menyeimbanginya.
"Apa?! Kakak, kenapa Kakak tega memecat mereka? Apa salah mereka sehingga kau memecatnya tanpa alasan yang pasti."
"Kau fikir aku bodoh karena memecat pelayan tanpa adanya alasan yang pasti?"
"Jika bukan begitu, lalu-"
"Berfikirlah sebelum berbicara. Sebelum ku robek mulut terompetmu itu. Lagipula untuk apa aku mempertahankan pelayan yang tidak pernah setia terhadapku? Aku disini statusku sebagai majikan, jika ingin tetap bekerja disini harus tahu diri dan menaati semua perintah yang ada di rumah ini."
"Ninna, aku tidak tahu apa yang membuatmu begitu marah pada mereka, namun alasanmu itu cukup tidak masuk akal." Suaminya ini bukannya membelanya malah ikut menyerangnya.
Dasar suami tidak berguna.
Naninna tersenyum sinis. Detik kemudian tertawa renyah namun terdengar meremehkan. Matthew terhenyak, sedikit tersinggung atas sikap Naninna terhadap dirinya.
"Astaga... aku tertawa sampai menangis, lihatlah?" Ujar Naninna sedikit guyon sambil menunjukkan air mata palsunya terhadap orang yang ada disana. Naninna sedikit tenang. "Tidak masuk akal? Lalu, disini siapa yang lebih masuk akal? Kau... atau sepupu kesayanganmu itu? Matt, jangan kira hanya karena aku memberikan hak rumah ini beserta isinya kepadamu, mengatasnamakan keluargamu, bukan berarti aku tidak bisa melakukan ini dan itu."
Suara Naninna berubah dingin.
Matthew terpaku.
Tatapan menusuk itu berhasil menembus hingga kedalam hatinya.
"Hanya karena kau pemilik dari properti rumah ini, bukan berarti kau bisa bersikap kurang ajar dan melarangku melakukan hal yang aku sukai. Meskipun kau suamiku, manager di Perusahaan Ayahku, dan juga kepala rumah tangga di tempat ini, kau tidak berhak mengatakan hal itu padaku. Karena kenapa? Jika kau tidak membatasi batasanmu, aku bisa saja merebut semua itu kalau ku mau."
"Kakak cukup!"
Naninna terdorong kebelakang. Ia meringis sakit saat sikutnya terbentur gagang pintu yang ada di belakangnya. wajah Amalia terlihat marah. Setelah melihat Matthew di caci maki oleh wanita itu, jangan dikira dirinya tidak marah.
"Kenapa kau tega sekali berkata seperti itu pada suamimu?! Meskipun begitu, Matt adalah kepala keluarga di rumah ini. Kau benar-benar tidak punya sopan santun sebagai seorang istri."
"Amalia! Siapa yang menyuruhmu berkata seperti itu?!"
Kini Matthew memarahinya. Naninna sedikit senang melihatnya. Merasa puas melihat wajah kesal dari wanita jalang itu, setidaknya rasa sakit di sikutnya sudah terbayarkan. Matthew berjalan tergesah dan berusaha membantu sang istri untuk bangun. Naninna mendorongnya pelan.
"Tidak punya sopan santun kau bilang? Memangnya kau siapa? Kau tidak lebih hanyalah sepupu dari suamiku, urusan rumah tanggaku tidak boleh ada seorang pun yang ikut campur. Aku memecat mereka bukanlah urusanmu, kenapa kau harus repot-repot menceramahiku tanpa tahu alasannya?"
"Tapi kau bisa memberinya kesempatan kedua."
"Kesempatan kedua?" Ujarnya sembari melotot marah ke arah mantan pelayannya itu. "Kesempatan agar mereka dengan mudahnya membunuhku, begitu? Amalia, kau jangan berpura-pura bersikap baik jika di hatimu masih tertanam racun yang amat busuk. Jika kau berkata seperti itu lagi, aku tidak akan segan-segan mengusirmu dari sini."
"Naninna, aku minta maaf."
Pria itu berusaha menahannya. Wajah bersalah itu sudah tidak lagi mempengaruhinya.
"Kau menyesalinya? Lagipula... untuk apa kau meminta maaf? Jika dalam hati kau tidak merasa bersalah sama sekali, semua itu tidak ada gunanya."
Naninna melenggang pergi.
Namun langkahnya terhenti ketika sebuah gebrakan terdengar keras dari arah pintu depan. Sontak Naninna menoleh dan melihat siapa yang melakukan keributan itu.
"NANINNA!"