Shiratsuka mendecak, lalu membaca salah satu bagian esai yang ditulis Naruto dengan suara pelan tetapi jelas:
"Manusia yang mengejar kebahagiaan adalah manusia yang mengejar fatamorgana. Mereka berlari tanpa arah, berharap menemukan oase yang mereka ciptakan sendiri. Namun, ketika sampai di sana, mereka menyadari bahwa mereka hanya haus, bukan karena kurangnya air, tetapi karena terlalu banyak berharap."
Dia menurunkan kertas itu, menatap Naruto dengan mata tajam. "Jujur saja, kau benar-benar percaya ini?"
Naruto akhirnya berbicara, suaranya datar namun tidak terkesan defensif. "Ya. Kebahagiaan hanyalah efek samping dari bagaimana kita menjalani hidup, bukan sesuatu yang harus kita kejar secara membabi buta."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyudi0596, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
Naruto mendongak dengan cepat, ekspresinya berubah serius. Seketika, dia teringat momen ketika dia berpapasan dengan Hayama dan gengnya. Dia mengingat dengan jelas bagaimana ekspresi Ouka saat itu—senyum sarkas yang tersungging di wajahnya ketika melihat Yamato tampak frustasi.
Seketika, potongan-potongan puzzle dalam pikirannya mulai tersusun.
Yamato bukan pelakunya. Dia hanya korban rumor yang disebarkan seseorang. Dan orang itu mungkin adalah Ouka.
Naruto mengerutkan keningnya, mengingat kembali interaksi singkatnya dengan Ouka. Tidak seperti Hayama yang bersikap suportif terhadap Yamato atau Tobe yang terang-terangan mencoba menyemangatinya, Ouka tampak menikmati penderitaan Yamato. Seakan-akan dia puas melihat lelaki itu menjadi bahan pembicaraan buruk di kalangan siswa.
"Tunggu sebentar," Hachiman menyela, ekspresinya datar namun matanya menunjukkan ketertarikan yang lebih besar dari sebelumnya. "Jadi, Yamato bukan pria yang menembakmu, tapi sebenarnya yang menembakmu adalah orang lain? Dan orang itu… Ouka?"
Hayasaka mengangguk perlahan, masih tampak sedikit bingung dengan reaksi mereka.
Naruto mengepalkan tangannya di bawah meja, pikirannya berputar dengan cepat. Jika Ouka adalah orang yang sebenarnya menembak Hayasaka, lalu mengapa Yamato yang menjadi sasaran rumor buruk? Apakah ada seseorang yang sengaja mengalihkan perhatian ke Yamato? Ataukah ini bagian dari rencana Ouka sendiri?
“Ini semakin menarik,” gumam Yukino, nada suaranya dingin namun matanya berbinar tanda ia mulai menikmati permainan deduksi ini.
Naruto menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap langit-langit sejenak sebelum kembali menatap Hayasaka.
“Aku perlu tahu satu hal lagi,” katanya akhirnya. “Saat kau menolaknya, bagaimana reaksi Ouka?”
Hayasaka terdiam sejenak, mengingat kejadian itu. “Dia tersenyum,” katanya akhirnya. “Bukan senyum kesal atau kecewa… lebih seperti senyum yang tidak wajar. Saat itu aku tidak terlalu memikirkannya, tapi sekarang kalau diingat lagi… rasanya seperti dia tidak benar-benar peduli dengan penolakan itu.”
Naruto bertukar pandang dengan Yukino dan Hachiman. Mereka semua menyadari satu hal yang sama—senyum Ouka bukanlah ekspresi seseorang yang terluka karena ditolak. Itu adalah senyum seseorang yang sudah memperhitungkan semua kemungkinan dari awal.
Dengan kata lain, Ouka bukan sekadar pria yang ditolak cintanya. Dia mungkin memiliki rencana lain.
Ruangan menjadi hening setelah Naruto menyatakan kesimpulannya. Semua yang ada di klub tampak merenung, mencoba memahami arah pemikiran Naruto.
"Kalau rumor buruk ini sengaja dibuat..." Naruto berucap pelan, matanya menatap lurus ke meja di hadapannya. "Maka tujuannya pasti bukan sekadar menjatuhkan nama baik Yamato. Ada alasan lain."
Yukino menyilangkan tangan di dadanya. “Seperti apa maksudmu?”
Naruto menghela napas, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Biasanya, rumor buruk diciptakan untuk dua alasan utama: menjatuhkan seseorang atau menjauhkannya dari sesuatu."
Hachiman, yang sedari tadi mendengarkan dengan ekspresi malasnya, akhirnya mengangkat wajahnya sedikit. “Jadi, kau berpikir seseorang sengaja menyebarkan rumor ini agar Yamato dijauhi?”
Naruto mengangguk. “Tapi kalau memang begitu, kita harus bertanya… dijauhkan dari apa?”
Seketika, pikirannya berputar dengan cepat. Jika Yamato memang sengaja dijadikan kambing hitam, berarti ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. Sesuatu yang bisa mengganggu kepentingan seseorang—dan Ouka ada di tengahnya.
Lalu, sebuah kemungkinan lain muncul di benaknya.
Naruto menoleh ke arah Hayasaka, matanya menyipit curiga. "Hayasaka, aku ingin bertanya sesuatu."
Gadis itu berkedip, tampak bingung. "Eh? Apa itu?"
"Apakah akhir-akhir ini kau dekat dengan seorang pria?"
Hayasaka tampak terkejut mendengar pertanyaan itu. Pipinya merona sedikit, dan dia mengalihkan pandangannya, jelas tidak nyaman dengan pertanyaan tersebut. Namun setelah beberapa detik ragu, dia akhirnya mengangguk pelan.
“Iya…” jawabnya dengan suara nyaris berbisik.
Naruto langsung menyadari sesuatu. Semua potongan puzzle dalam pikirannya mulai tersusun dengan sempurna.
Ini bukan tentang Yamato. Ini tentang Hayasaka.
Seseorang ingin menjauhkannya dari pria itu—dan menggunakan Yamato sebagai umpan untuk mengalihkan perhatian.
Dan satu-satunya orang yang sejauh ini tampak cukup manipulatif untuk melakukan semua ini… adalah Ouka.
Ruangan klub masih diselimuti keheningan setelah Hayasaka menyebut nama pria itu. Yukino menghela napas pelan sebelum akhirnya berbicara.
"Fujimoto Kei…" Yukino mengulang namanya, lalu melanjutkan dengan nada datar, "Dia adalah mantan pacar dari teman sekelasku, Shiraishi Maho."
Semua orang menoleh ke arah Yukino. Hachiman mengangkat alisnya sedikit, sementara Yuigahama tampak bingung.
Naruto menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya menyipit. "Mantan pacar?" ulangnya, mencoba menggali lebih dalam.
Yukino mengangguk. "Ya. Mereka putus beberapa bulan lalu. Seingatku, hubungan mereka cukup serius, tapi setelah putus, Maho tidak banyak membicarakannya. Dia hanya bilang bahwa mereka berpisah karena perbedaan prinsip."
Naruto mengetuk meja dengan jarinya, ekspresinya seakan menimbang sesuatu. "Jadi dia pria yang cukup berpengaruh dalam lingkup sosialnya, ya?"
Yukino melirik Naruto sejenak. "Bisa dibilang begitu. Dia cukup dikenal, tapi Maho lebih dominan dalam hubungan mereka."
Naruto menyipitkan mata, lalu mengangguk kecil. "Hmm… menarik."
Hayasaka tampak ragu. "Tapi… Kei tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Dia selalu baik padaku."
Naruto menatapnya dengan ekspresi tenang tapi tajam. "Justru itu masalahnya. Jika dia benar-benar pria yang baik, kenapa harus ada rumor buruk tentang Yamato? Kenapa Ouka terlihat menikmati penderitaan Yamato?"
Yuigahama akhirnya ikut bicara, "Jadi… Fujimoto-kun sengaja membuat rumor supaya Hayasaka menjauhi cowok lain?"
Naruto mengangguk. "Mungkin. Atau…"
Semua orang menoleh ke arahnya, menunggu lanjutannya.
Naruto menyandarkan tubuhnya ke kursi, ekspresinya tetap tenang. "Atau, ada seseorang yang ingin membuat lingkungan Hayasaka tidak nyaman, sehingga dia bergantung pada orang tertentu."
Hachiman mendesah. "Tsk, kedengarannya seperti plot drama murahan… tapi masuk akal."
Yukino menatap Naruto, matanya menyipit sedikit. "Kau terdengar seakan memiliki seseorang dalam pikiran."
Naruto tersenyum tipis. "Hanya spekulasi."
Namun, Yukino tidak begitu saja menerima jawaban itu. Dia menimbang informasi yang ada, sebelum akhirnya menyadari sesuatu. "Maho…" gumamnya.
Naruto tidak mengatakan apa pun, tetapi tatapannya memberi isyarat bahwa dia juga memiliki pemikiran yang sama.
Yuigahama tampak terkejut. "Tunggu, maksud kalian, teman sekelas Yukinon yang melakukan ini?"
Naruto tidak menjawab langsung, tetapi ekspresinya tidak membantah kemungkinan itu.
Hayasaka tampak semakin bingung. "Tapi kenapa? Aku bahkan tidak begitu mengenalnya."
Naruto menghela napas pelan. "Jika tebakan ini benar, kita harus mencari bukti yang lebih kuat sebelum membuat kesimpulan."
Yukino menyilangkan tangannya. "Dan bagaimana caramu melakukannya, Uzumaki?"
Naruto tersenyum tipis. "Dengan cara yang biasa kulakukan—membiarkan mereka menunjukkan kelemahan mereka sendiri."