Sean, seorang Casanova yang mencintai kebebasan. Sean memiliki standar tinggi untuk setiap wanita yang ditidurinya. Namun, ia harus terikat pernikahan untuk sebuah warisan dari orang tuanya. Nanda Ayunda seorang gadis yatim piatu, berkulit hitam manis, dan menutup tubuhnya dengan jilbab, terpaksa menyanggupi tuntutan Sean karena ulah licik dari sang Casanova.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 3
Nanda menarik napas panjang. "Aku setuju," ujarnya pelan, suaranya terdengar seperti keputusan yang berat. Dia memandang Sean, yang duduk di depannya dengan senyum puas yang mengembang di wajahnya.
"Bagus! Harusnya memang kamu katakan ini lebih cepat. Jadi, kita tidak membuang banyak waktu," jawab Sean dengan suara lembut, meskipun matanya penuh keyakinan. "Ini akan menjadi keputusan yang saling menguntungkan bagi kita berdua."
Nanda mengangguk, meskipun hatinya masih penuh keraguan. Dia tahu bahwa pernikahan kontrak ini adalah solusi sementara untuk masalah panti asuhan yang telah lama ia jaga. Namun, ia tidak bisa menghindari perasaan bahwa dirinya sedang terjebak dalam permainan yang lebih besar.
"Aku sudah menyiapkan semuanya. Hari ini juga kamu akan menandatangani surat perjanjian, dan segera setelah itu aku akan langsung mengurus sengketa tanah itu," kata Sean, matanya berbinar. "Tidak akan ada masalah lagi dengan tanah panti asuhanmu, Nanda."
Dengan hati yang berdebar, Nanda hanya mengangguk. Ia sudah tidak punya pilihan lain. Panti asuhan itu adalah hidupnya, dan Sean tampaknya memiliki kekuatan untuk menyelesaikan masalah tanah tersebut.
Hari itu, Sean dan Nanda membahas detail kesepakatan mereka. Di meja yang tertata rapi, terdapat dokumen perjanjian yang siap untuk ditandatangani.
"Nanda, aku ingin kamu membaca dengan teliti kontrak ini," ujar Sean, menyerahkan dokumen dengan wajah yang penuh ketenangan.
Nanda membuka lembaran pertama, membaca setiap kalimat dengan hati-hati. "Jadi, jika aku menandatangani ini, kamu akan bertanggung jawab atas sengketa lahan panti asuhan?" tanyanya, memastikan semuanya jelas.
"Betul," jawab Sean tanpa ragu.
"aku hanya perlu menjadi istrimu paling lama dua tahun, dan paling cepat setelah kamu dapat warisan?"
"Yuppp!"
"Pernikahan ini hanya status, dan tidak mencampuri urusan masing-masing."
"Iya, aku dengan duniaku, dan kamu dengan duniamu." Sean memperjelas lagi status hubungan mereka. "Tidak ada pembagian harta Gono gini setelah berpisah. Karena kita hanya menikah kontrak. Kau butuh dana untuk pembebasan lahan sengketa, dan aku butuh wanita untuk dinikahi."
"Kau benar-benar akan menyelesaikan masalah sengketa kan?" tanya Nanda lagi, masih merasa perlu memastikan segala sesuatu.
"Jangan khawatir. Aku sudah mengatur semuanya agar panti asuhan tetap aman," jawab Sean sambil tersenyum. "Pernikahan kita hanya untuk sementara, untuk tujuan ini saja."
Nanda terdiam, menatap dokumen itu sejenak. Meskipun hatinya masih ragu, dia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan panti asuhan. Dengan keputusan itu, ia menandatangani surat perjanjian itu.
"Senang bekerjasama dengan mu, nona Nanda." Sean mengulurkan tangan untuk berjabat.
Nanda menarik napas dalam, lalu menyambut tangan itu. "Aku juga "
####
Proses sengketa lahan berjalan lebih cepat dari yang Nanda kira. Hanya dalam waktu satu bulan, semua masalah terkait tanah panti asuhan berhasil diselesaikan oleh Sean. Tanah itu akhirnya menjadi hak milik panti asuhan, dan masalah yang selama ini mengganggu akhirnya selesai.
Di tengah kesibukannya mengurus sengketa tanah, Sean juga mulai mempersiapkan pernikahan mereka. Dia mengundang Nanda untuk bertemu dengan orang tuanya, Daddy Resda dan Mama Gea, di sebuah restoran mewah.
"Mama, Daddy, ini Nanda," kata Sean dengan senyum lebar saat mereka duduk bersama di meja makan.
Mama Gea tersenyum hangat dan segera menyapa Nanda. "Oh, Nanda, kamu sangat cantik! Aku suka sekali dengan jilbabmu. Kamu terlihat begitu anggun."
Nanda tersenyum, merasa sedikit canggung di hadapan orang tua Sean yang tampaknya begitu ramah. "Terima kasih, Tante," jawabnya dengan suara lembut.
"Jangan panggil Tante. Panggil mama. kamu harus membiasakan hal ini, Nanda."
"baik, ma."
Namun, Daddy Resda yang duduk di sebelahnya terlihat tidak begitu antusias. Dia memandang Nanda dengan seksama, seolah-olah sedang menilai sesuatu. sangat jelas Nanda bukan tipe Sean. hitam, berjibab dan bentuk tubuhnya sama sekali tak terlihat karna Nanda memakai gamis. Sangat berbanding terbalik dengan wanita cantik dan seksi yang Sean pilih untuk dikencani.
"kenapa dia sangat berbeda dengan yang Daddy bayangkan, Sean."
"memangnya apa yang Daddy bayangkan, huumm?"
"dia jelas bukan tipemu"
"sayang!" tegur mama Gea merasa tak enak dengan Nanda yang jelas dan pasti dengar.
Sean senang karena sang mama ada di pihaknya.
"aku mencari wanita yang layak menjadi ibu dari anak-anakku nanti. bukan sebagai penghibur. Dan aku merasa dia sangat cocok," kata Sean sambil memeluk Nanda dari belakang. namun gadis itu cepat menepis. "Lihat? Aku bahkan tak boleh menyentuhnya sebelum menikah. Dia sangat cocok."
"iya, mama bisa melihatnya," sahut mama Gea yang semakin suka dengan Nanda. "mama suka dengan Nanda, dia punya value . mama suka dengan Nanda yang sederhana ini."
Nanda tersenyum ragu, merasa sedikit tertekan dengan perhatian yang berlebihan dari Mama Gea, sementara Daddy Resda masih terlihat tak percaya.
Satu bulan berlalu, dan hari pernikahan pun tiba. Acara itu sederhana, hanya dihadiri oleh keluarga dekat dan beberapa teman terdekat. Nanda bahkan baru tau jika Sean adalah kakak dari teman semasa SMA nya dulu. Tidak ada kemewahan, hanya keheningan yang terasa begitu kental di antara mereka berdua.
Setelah akad nikah selesai, Sean dan Nanda pulang ke rumah Sean. Begitu sampai di dalam rumah, Sean menunjuk dua kamar yang terletak cukup jauh tapi masih bisa terlihat. Kamar Nanda di dekat dapur, sedangkan dia di bagian depan, kamar utama.
"Aku akan tidur di kamar ini," kata Sean sambil menunjuk kamar utama. "Dan kamu di sana," sambungnya menunjukkan kamar yang terletak di ujung koridor.
Nanda menatapnya dengan tatapan kosong. "Jadi, kita benar-benar tidak akan saling mengganggu?" tanya Nanda memastikan.
"Betul," jawab Sean dengan tegas. "Hanya tetangga kamar, tidak saling mencampuri urusan masing-masing."
Nanda mengangguk mengerti. Tepat saat itu telpon Sean berdering.
"Halo, cantik! oh, iya, tentu saja. Berdandanlah yang cantik, oke! Aku meluncur." Sean pergi sambil bertelepon ria. Meninggalkan Nanda yang mematung di depan pintu. Ia memang harus membiasakan hal begini.
Sean dengan dunianya. Dan dia dengan hidupnya sendiri. "ingat, Nanda. tidak mencampuri urusan masing-masing dan hanya tetangga kamar."
Esok paginya, Nanda bangun lebih pagi dari biasanya. Sebelum matahari terbit, dia sudah siap dengan seragam kerjanya, dan segera keluar dari rumah dengan langkah cepat. Dia harus naik angkot menuju tempat kerjanya, sebuah gedung perkantoran yang cukup besar yang tempatnya bekerja sebagai pegawai kebersihan.
Sesampainya di kantor, Nanda langsung mulai bekerja dengan giat. Setiap sudut ruangan dia bersihkan dengan hati-hati, memastikan semuanya rapi dan bersih. Meskipun lelah, dia merasa puas melihat tempat itu menjadi lebih nyaman.
saat dia sedang mengepel lantai, Nanda melihat sosok yang cukup dia kenal...
"diaa..."
sampai bikin malika kaget
🤔👍❤🌹🙏
hayooh nti terlambat loh keburu diambil irham
🤣🤣🙏🌹❤👍
mending kamu terus aja hubungan sama Irham 👍👍👍😁
🤣🙏🌹❤👍
heheee... pasti kaget lou tau 🤭🙏🌹❤👍
dah tau sean udah muak sama kamu udah dblokir pula ehhh PD bgt sok nlpon2
🤭👍🌹❤🙏
sean siap siap otakmu dipenuhi nanda nanda dan nanda 🤣🤣