"Kembalikan benihku yang Kamu curi Nona!"
....
Saat peluru menembus kaki dan pembunuh bayaran mengincar nyawanya, Mora Valeska tidak punya pilihan selain menerima tawaran gila dari seorang wanita tua yang menyelamatkannya untuk mengandung penerus keluarga yang tak ia kenal.
5 tahun berlalu. Mora hidup tenang dalam persembunyian bersama sepasang anak kembar yang tak pernah tahu siapa ayah mereka. Hingga akhirnya, masa lalu itu datang mengetuk pintu. Bukan lagi wanita tua itu, melainkan sang pemilik benih sesungguhnya—Marco Ramirez.
"Benihmu? Aku merasa tak pernah menampung benihmu, Tuan Cobra!" elak Mora, berusaha melindungi buah hatinya.
Marco menyeringai, tatapannya mengunci Mora tanpa ampun. "Kemarilah, biar kuingatkan dengan cara yang berbeda."
Kini, Mora harus berlari lagi. Bukan untuk menyelamatkan diri sendiri, tapi untuk menjaga anak-anaknya dari pria yang mengklaim mereka sebagai miliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dengan Kalian Menikah
Pagi itu, udara terasa ringan dan penuh harapan bagi Marco. Ia tidak lagi harus merasakan dinginnya malam di sofa ruang tamu, dan yang terpenting, ia akan segera membawa si kembar, untuk tinggal di kediaman yang layak di Spanyol. Dengan ditemani Jack asisten pribadinya, Marco tiba di rumah sakit. Jantungnya berdebar kencang saat ia dipersilakan masuk ke ruang dokter.
“Hasil tes DNA sudah diuji beberapa kali, Tuan Marco. Dan, hasilnya sangat meyakinkan,” ucap Dokter Ratu, seorang wanita paruh baya dengan sorot mata menenangkan, sambil menyerahkan sebuah amplop tebal.
Marco mengambil amplop itu dengan tangan sedikit gemetar. Ia menarik napas dalam, meremas kertas di dalamnya, dan membiarkan matanya menelusuri angka-angka perbandingan.
99%
Angka itu terpampang jelas, ia adalah ayah biologis dari Vier dan Rakael. Senyum Maeco merekah, matanya sontak berkaca-kaca, dipenuhi luapan emosi yang tertahan. Sebelumnya, ia pernah merasa kecewa. Anak yang ia pikir adalah putranya ternyata bukan d4rah dagingnya. Rasa kecewa itu menghantam d4danya seperti palu, meninggalkan lub4ng yang meng4nga. Tapi kini, hasil ini menutup luka lama itu dengan kebahagiaan yang tak terlukiskan.
“Jack, lihat! Mereka anak kandungku! Vier dan Rakael … keduanya telah terbukti anakku!” seru Marco, suaranya sedikit parau karena haru. Air mata kebahagiaan itu mengalir tanpa ia cegah, membasahi pipinya yang tiba-tiba terasa hangat. Jack, yang melihat bosnya tenggelam dalam kebahagiaan, ikut tersenyum lega. Ia tahu, momen ini adalah titik balik bagi hidup Marco.
“Saya senang sekali, Tuan,” balas Jack tulus.
“Ayo, Jack, siapkan tiket kepulanganku ke Spanyol besok!” ucap Marco dengan nada penuh semangat, tidak menyisakan keraguan sedikit pun. Ia beranjak berdiri, menjabat tangan Dokter Ratu dengan erat, dan mengucapkan terima kasih berulang kali, dipenuhi rasa syukur yang melimpah. Setelah semua proses selesai, ia pun kembali pulang ke rumah Mora, tempat si kembar berada.
Setibanya di rumah yang telah menjadi tempat ia menumpang selama beberapa waktu, Marco mengetuk pintu. Tak lama kemudian, Mora membukanya. Wanita itu tampak seolah bersiap akan pergi, mungkin untuk bekerja atau menemui seseorang, tetapi ia mengurungkan niatnya saat melihat Marco menunjukkan selembar kertas yang menggenggam rahasia besar. Melihat hasil yang terpampang di hadapannya, tubuh Mora mendadak menegang.
“Bukti sudah kuat dan jelas, Mora. Si kembar adalah anakku,” ucap Marco dengan senyum lebar, sorot matanya tegas. Ia tidak ingin lagi berdebat, ia hanya ingin haknya.
Mora hanya mengangguk, menyilangkan tangannya di d4da, menunjukkan pertahanan diri yang rapuh. “Kamu boleh bertemu mereka kapan pun kamu mau. Tapi jangan bawa mereka dari sini, apalagi ke negaramu itu,” pintanya dengan nada sedikit bergetar, mencoba mempertahankan posisinya.
Marco tersenyum penuh arti. Senyum yang tidak hanya bahagia, tetapi juga mengandung kepastian mutlak. “Tentu saja harus, Mora. Mereka harus mengenal negara asal mereka. Aku ayah mereka, dan mereka berasal dari benihku. Jadi, mereka harus kembali ke negara asal mereka. Kamu mengerti sekarang, sayang?” Nada suaranya yang lembut namun dominan, ditambah dengan panggilan 'sayang' yang tiba-tiba, membuat Mora yang tadinya kesal mendadak membeku di tempat, perasaannya campur aduk antara marah, terkejut, dan sedikit terintimidasi.
“Oke, hentikan pembicaraan ini. Mana anak-anakku?” Marco melangkah masuk, melewati Mora yang masih membeku di ambang pintu, seolah tak terlihat.
Marco mencari kedua anaknya, tetapi tidak dia temukan di ruang tengah maupun dapur. Namun, ia berpapasan dengan Kirana yang baru saja keluar dari kamar. Dengan sedikit canggung, Marco pun mendekatinya.
“Di mana si kembar, Bu?” tanya Marco.
“Sedang bermain di luar, Nak. Kemari, Ibu ingin berbicara,” balas Kirana lembut. Ia memanggil Marco, meminta pria itu ke ruang tamu dan mengajaknya duduk di sana. Dengan ragu, Marco mendudukkan dirinya di kursi tunggal, menatap Kirana yang menatapnya dengan tatapan teduh dan bijaksana.
“Kamu sudah memegang bukti jika si kembar adalah anakmu. Ibu hanya berpesan, Nak, jangan pisahkan mereka dari Mora,” Kirana memulai, suaranya mengandung nada yang berat. “Bagaimanapun, Mora adalah ibu mereka. Dia melahirkan dengan susah payah, tanpa seorang suami, tanpa dukungan keluarga, dan hampir tanpa orang yang mendukung. Ibu bertemu dengannya di rumah sakit setelah ia melahirkan. Melihatnya sendirian tanpa keluarga, hati Ibu tergerak sakit.”
Tatapan Kirana penuh arti, meminta Marco untuk memahami pengorbanan yang telah Mora lakukan.
“Tapi saya harus membawa kedua anak saya pulang ke negara saya, Bu. Mereka adalah ahli waris saya,” jawab Marco, nadanya tetap tegas, namun sedikit melunak oleh kisah yang baru ia dengar.
Kirana mengangguk. “Tentu boleh, itu hakmu. Tapi, ada satu hal yang harus kamu tahu, Rakael tak bisa jauh dari ibunya. Dia akan terus mengigau tanpa henti jika Mora tidak ada di dekatnya saat tidur. Jadi, jika kamu memang ingin membawa mereka, bawalah ibu mereka sekalian.”
Ia kemudian menarik napas dalam, membiarkan keheningan sejenak menggantung di udara. Ia menatap Marco, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Mora yang ternyata berdiri membeku di ambang pintu, mendengar setiap percakapan mereka.
“Tapi, akan lebih baik, Nak, jika si kembar punya orang tua yang lengkap, tempat mereka tumbuh dengan kasih sayang seutuhnya,” ucap Kirana, menyimpulkan dengan tatapan yang kini kembali fokus pada Marco.
“Dengan kalian menikah,” pungkasnya dengan senyum penuh harapan.
Degh!
________________________________
Triple dulu yah, aku lagi demam ini😆 maap yah, jaga kesehatan kawaaaan😍 makasih atas dukungannyaaa😍
gimana gak nyebut pencuri orang Mora pergi bawa benih dia 🤭