Masih berstatus perawan di usia yang tak lagi muda ternyata tidak mudah bagi seorang gadis bernama Inayah. Dia lahir di sebuah kota kecil yang memiliki julukan Kota Intan, namun kini lebih dikenal dengan Kota Dodol, Garut.
Tidak semanis dodol, kehidupan yang dijalani Inayah justru kebalikannya. Gadis yang lahir tiga puluh tahun yang lalu itu terpaksa meninggalkan kampung halaman karena tidak tahan dengan gunjingan tetangga bahkan keluarga yang mencap dirinya sebagai perawan tua. Dua adiknya yang terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan bahkan sudah memiliki kekasih padahal mereka masih kuliah dan bersekolah, berbeda jauh dengan Inayah yang sampai di usia kepala tiga belum pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan dicintai, jangankan untuk menikah, kekasih pun tiada pasca peristiwa pahit yang dialaminya.
Bagaimana perjuangan Inayah di tempat baru? Akankah dia menemukan kedamaian? Dan akankah jodohnya segera datang?
Luangkan waktu untuk membaca kisah Inayah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maaf untuk Berpisah
Hari yang dinantikan akan segera tiba, besok hari yang penting itu akan dijalani Inayah. Seluruh keluarga besar dari pihak Ibu dan almarhum Bapak sudah berdatangan. Hajatan pernikahan pertama di keluarga Inayah tentu menjadi momen penting bagi seluruh anggota keluarga.
Almarhum Bapak Inayah adalah anak tertua dari lima bersaudara. Keempat adik dan keluarganya yang berada di luar kota datang untuk menjadi saksi kebahagiaan keponakan sulung mereka.
Keluarga Ibu Ani yang juga asli Garut berangsur berdatangan, membantu semua persiapan hajatan.
"Teteh, kata orang WO hari ini akan ada yang datang buat henna pengantin." Indira memasuki kamar Inayah hang sudah didekorasi menjadi kamar pengantin. Pernikahan memang akan dilaksanakan di kediaman keluarga Inayah.
Farhan sempat menawarkan untuk melangsungkan pesta pernikahan di gedung tetapi Inayah menolak, dia pikir halaman rumahnya cukup luas untuk melangsungkan pesta pernikahan. Undangan juga tidak terlalu banyak, sekitar tiga ratus orang dari pihak Inayah dan lima puluh orang dari pihak Farhan.
Selama seminggu ini tak ada komunikasi intens antara Inayah dan Farhan. Sesekali Inayah yang mengirimkan pesan berupa foto berbagai persiapan menjelang hari pernikahan mereka dan Farhan hanya membalas dengan menyematkan emot jempol.
Tidak masalah bagi Inayah, mungkin calon suaminya itu sedang sibuk, sebelumnya Farhan sudah mengatakan jika dirinya akan mengajukan cuti menikah selama seminggu dan tentunya harus menyelesaikan pekerjaan sebelum cuti. Rencananya Farhan akan pulang ke Garut hari Jumat sore, setelah jam kantornya selesai. Semenjak kuliah hingga bekerja Farhan memang berada di Jakarta.
"Semua persiapan pernikahan sudah selesai seratus persen saat menjelang Maghrib. tangan Inayah juga sudah berhias henna sejak tadi siang. Saat ini anggota keluarga tengah berkumpul di ruang tengah, membahas persiapan esok hari sambil bercanda tawa. Sementara Inayah memilih berada di dapur menunggu adzan Maghrib berkumandang karena saat ini dia tengah berpuasa.
"Allahu Akbar ...Allahu Akbar ..."
"Alhamdulillah ..." gumam Inayah, mengambil segelas air putih hangat yang sudah di siapkannya di atas meja.
"Teh sudah buka?" Ibu Ani yang turut berkumpul dengan anggota keluarga di ruang tengah datang menghampiri sang putri.
"Sudah Bu ..."
"Mau makan dulu atau salat dulu biar ibu siapkan."
"Salat dulu aja Bu." Sahut Inayah sembari beranjak dari duduknya. Segelas air putih hangat sudah membasahi tenggorokannya. Tiga butir kurma juga sudah dimakannya.
"Oya Bu, Irfan belum pulang?" Inayah menanyakan sang adik yang sejak siang tadi pamit untuk mengantarkan beberapa undangan yang belum sempat diantarkannya karena dia harus menyelesaikan tugas kuliahnya. Walau sudah melalui pesan singkat namun kurang afdol rasanya jika tidak disampaikan.
"Belum, tadi kata Dira masih di rumah temennya."
"Oh ..." Inayah hanya ber oh ria, dia pun berlalu menuju kamarnya untuk melaksanakan salat Maghrib. Sempat menyapa sebentar keluarga yang masih berkumpul di ruang tengah sebelum memasuki kamarnya.
Tidak ada kegiatan masak memasak akbar di rumah Inayah karena urusan catering sudah diserahkan include ke pihak WO. Jadi saat ini di rumah Inayah hanya disibukkan dengan persiapan masing-masing anggota keluarga terutama tentang gaun dan riasan yang akan mereka kenakan hari esok. Hari pentingnya Inayah.
"Assalamu'alaikum ...paket." teriakan kurir pengirim paket terdengar sampai ke kamar Inayah yang tengah berdzikir usai mengakhiri salatnya dengan ucapan salam.
Dia memilih melanjutkan aktivitasnya karena merasa tidak memesan paket apapun. Itu pasti paket untuk Indira, biasanya adiknya itu uang sering berbelanja online.
Tok ...tok ...tok ...
"Teh, ada surat buat Teteh." suara Indira di depan pintu kamar Inayah mengalihkan fokus inayah dari Al-Qur'an yang sedang dibacanya.
"Surat?" gumam Inayah, dia sedikit heran menerima kiriman surat.
"Sebentar ..." tanpa membuka mukena Inayah berjalan menuju pintu dan membukanya.
"Surat dari siapa, Dir?"
"Pengirimnya A Farhan, cieee ...romantis banget, udah ada HP juga masih aja kirim-kiriman surat. Lagian juga besok ketemu, kenapa meski pake surat-suratan segala sih." gerutu Indira hanya direspon senyuman oleh Inayah.
Dalam hati sebenarnya dia juga heran kenapa Farhan sampai mengiriminya sepucuk surat. Padahal kemarin sore masih berkomunikasi perihal persiapan pernikahan. Walau Inayah yang memulai dengan mengirimkan foto pelaminan dan seperti sebelumnya Farhan hanya membalas dengan emot jempol. Tapi Inayah lega calon suaminya masih menyempatkan diri untuk merespon pesannya.
Masih berbalut mukena, Inayah duduk di sisi tempat tidurnya. Perlahan membuka amplof surat berwarna putih itu. Di bagian depan amplof terdapat tulisan namanya sebagai alamat yang dituju dan di bagian belakang amplof tertulis nama Farhan Abdillah sebagai pengirim.
Inayah sangat tahu itu adalah tulisan Farhan. Jaman SMA dulu saat dirinya masih duduk di kelas satu dan Farhan di kelas tiga, mereka sering berkirim surat untuk berkomunikasi.
Awalnya Farhan sempat protes, dia lebih suka bertemu langsung dan mengobrol. Namun lama kelamaan dia pun terbiasa membalas surat-surat Inayah yang juga mempunyai hobi menulis. Bahkan saat kelas dua SMA Inayah terpilih menjadi pimpinan redaksi majalah dinding sekolah karena selama setahun terakhir tulisan-tulisan Inayah hampir setiap hari terbit di majalah dinding sekolah. Hal itu juga yang membuat Farhan mengagumi dan mulai jatuh cinta pada gadis itu.
Teruntuk Inayah ...
Deg ...dada Inayah seketika berdebar hebat saat membaca kalimat pertama dalam surat itu. Serasa ada yang hilang, hatinya hampa, biasanya Farhan mengawali setiap suratnya dengan sebutan Inayahku, tapi ini ...
Inayah menarik nafasnya dalam sebelum melanjutkan membaca surat itu.
Inayah,
Kau tahu tentang hatiku yang tak pernah bisa melupakanmu.
kau tahu tentang diriku yang selalu mengenangmu selamanya.
Bahkan saat jarak membentang di antara kita di hatiku selalu ada namamu.
Aku percaya dengan kesetiaanmu untukku.
Menungguku sampai hari bahagia kita jelang bersama.
Mewujudkan mimpi kita berdua untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Bersama dalam ikatan suci pernikahan.
Inayah,
Maaf jika kejujuran ini akan sangat menyakitimu.
Sejak awal aku sangat yakin jika kamu adalah wanita pilihan yang tepat untuk menjadi pendampingku, menjadi ibu dari anak-anakku.
Aku bahkan tak ragu sedikitpun akan ketulusan cintamu dan kesetiaanmu.
Aku percaya kamu akan mampu menjaga hati hanya untukku.
Namun sayangnya selama tiga tahun perjalanan kisah kita ternyata aku yang tidak sanggup menjaga hati.
Setahun kemarin aku dekat dengan rekan kerjaku. Kebersamaan kami dalam tugas kantor lama-lama membuatku nyaman saat bersamanya. Dia seolah menjadi oase di saat aku berjalan di gurun pasir hubungan kasih kita, maaf.
Tes ...air mata Inayah tanpa dikomando menetes membasahi surat yang sedang dibacanya. Kejujuran Farhan sungguh telah menyakiti hatinya. Tapi Inayah masih mencoba sadar, dia belum selesai membaca surat yang terdiri dari dua halaman itu.
Awalnya aku hanya menganggapnya teman biasa saja. Walau rasa nyaman ada dalam hatiku, tapi logika menyangkal dengan sekuat raga jika ini hanya sementara. Aku dan rekan kerjaku hanya sekedar hiburan saja. Hubungan kami tidak ada ikatan apapun selain sebagai rekan kerja, tak pernah ada kata cinta yang terucap dari kami.
Inayah,
Maaf, kusadari bahwa semua itu adalah salah dan juga keliru. Apa yang aku lakukan akan membuat hatiku semakin ternodai dan hatimu semakin tersakiti.
Maafkanlah sgala khilaf yang tlah aku lewati.
Semua perbuatanku itu tlah membawaku ke dalam jalan yang melupakan Tuhan. Hingga hal yang tidak seharusnya terjadi di antara kami akhirnya terjadi.
Maaf Inayah maaf.
Deg ...dada Inayah kembali berdebar kencang, membaca kalimat itu pikiran Inayah langsung menerawang ke hal yang sangat tidak diharapkan.
Inayah,
Aku tahu bahwa dirimu mendambakan kasih suci yang sejati begitu pun aku. Aku mantap untuk segera menikahimu karena bagiku kamu adalah pilihan yang tepat.
Tapi maaf Inayah, aku baru mengetahui ini tadi siang, jika saat ini dia tengah mengandung anakku.
Deg ...deg ...deg ...
Inayah seketika mematung, air mata yang sejak tadi menggenang dan hanya sesekali menetes membasahi setiap lembaran surat itu kini mengalir deras tanpa bisa dikomando. Dada Inayah naik turun, seolah menahan sesak yang tak mampu lagi dibendungnya. Tangannya yang masih memegang surat itu bergetar hebat. Bahkan tanpa sadar meremas bagian ujung surat itu.
Maafkan aku Inayah, maafkan aku...
Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan kita. Dia menuntut tanggung jawabku untuk menikahinya.
Besok di hari yang sama dengan pernikahan kita aku akan tetap menikah tapi dengan dia yang kini tengah mengandung darah dagingku.
Maafkan aku Inayah, ampuni aku. Jika waktunya tiba nanti aku akan datang menemuimu dan keluargamu untuk meminta maaf langsung.
Maafkan aku Inayah, namamu akan selalu ada di hatiku. Kamu adalah wanita terbaik uang pernah hadir dalam hidupku.
Aku mencintaimu, Inayah.
Yang selalu mencintaimu, Farhan Abdillah.
Hweekkkk ....Inayah rasanya ingin muntah membaca kalimat terakhir yang ditulis Farhan dalam suratnya.
padahal aku pengen pas baca Inayah ketemu sama siapa ya thor...🤔🤔🤔🤔🤔 aku kok lupa🤦🏻♀️