NovelToon NovelToon
Reina: Become Trouble Maker

Reina: Become Trouble Maker

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Pembaca Pikiran
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah dituduh sebagai pemuja iblis, Carvina tewas dengan penuh dendam dan jiwanya terjebak di dunia iblis selama ratusan tahun. Setelah sekian lama, dia akhirnya terlahir kembali di dunia yang berbeda dengan dunia sebelumnya.

Dia merasuki tubuh seorang anak kecil yang ditindas keluarganya, namun berkat kemampuan barunya, dia bertemu dengan paman pemilik tubuh barunya dan mengangkatnya menjadi anak.
Mereka meninggalkan kota, memulai kehidupan baru yang penuh kekacauan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Seorang pria menatap sebuah foto anak perempuan kecil dengan tubuh kurus kering yang sedang makan. Foto itu terpampang di layar ponselnya, dan ia memandanginya cukup lama.

"Apa dia... keponakanku? Kenapa dia terlihat mirip dengan mendiang kakak?" gumamnya dalam hati, matanya memancarkan campuran rasa penasaran dan kemarahan.

Chakra Fernando, pria tampan dengan mata cokelat kemerahan, duduk terpaku. Di usianya yang baru menginjak dua puluh lima tahun, pria ini terlihat penuh gejolak emosi saat membaca pesan di bawah foto tersebut. Pesan dari Joshua—sahabat yang sering ia perselisihkan—mengungkapkan hal yang membuat darahnya mendidih.

Joshua menuliskan bahwa gadis kecil itu ditemukan tanpa identitas, dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Luka-luka di tubuhnya menjadi bukti penyiksaan yang dialaminya.

"Aku harus membawanya pulang," gumam Chakra dengan nada tegas, kedua tangannya mengepal.

Tiga tahun lalu, ia masih ingat betul tragedi yang menimpa kakaknya. Kakaknya mengalami kecelakaan bersama putrinya. Sang kakak, yang lebih tua enam tahun darinya, meninggal di tempat, sementara keponakannya mengalami cacat mental akibat trauma berat.

Keluarga mereka, yang dingin dan penuh perhitungan, menolak merawat anak itu. Hak asuh diserahkan sepenuhnya kepada keluarga suami sang kakak, meskipun Chakra tahu keluarga iparnya tidak peduli pada kakaknya maupun anaknya. Setelah itu, Chakra kehilangan jejak keponakannya.

Merasa bersalah karena tidak melakukan apa pun sebelumnya, Chakra meminta Joshua untuk mencari informasi tentang keluarga iparnya. Hasil pencarian itu sukses membuatnya marah besar.

Keluarga iparnya tidak hanya mengabaikan keponakannya, tetapi juga menyiksanya secara fisik dan mental.

"Ya, aku harus membawanya pulang. Dia satu-satunya keluarga yang aku miliki sekarang. Mereka akan menyesal karena telah memperlakukan kalian seperti itu," gumamnya dengan rahang yang mengeras.

Chakra segera menuju mobilnya dan meluncur ke rumah sakit yang diinformasikan oleh Joshua. Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, ia tiba di sana dan langsung menuju kafetaria.

Pandangan matanya menjelajahi ruangan itu, hingga akhirnya ia menemukan Joshua duduk bersama seorang gadis kecil. Gadis itu tampak kurus kering, tapi ada ketenangan aneh dalam sikapnya.

Chakra segera mendekati mereka.

"Joshua," sapa Chakra.

"Kau sudah datang. Duduklah di sini," ujar Joshua, mempersilakannya duduk di sebelah gadis kecil itu.

Chakra memandang gadis kecil itu dengan perasaan rumit. Ada sesuatu yang berbeda darinya sejak terakhir kali ia melihat keponakannya. Rambutnya, matanya, bahkan tatapan yang tak menunjukkan emosi apapun.

Gadis kecil itu menatap Chakra dengan datar. Namun, dari tatapannya terpancar kedewasaan yang tidak wajar untuk seorang anak seusianya.

"Dia sangat berubah," pikir Chakra.

Selama pembicaraan dengan Joshua, Chakra mendengar bagaimana gadis kecil itu ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Tangannya mengepal erat di bawah meja. Kemarahan dan rasa bersalah bercampur dalam dirinya.

Sementara itu, Reina, gadis kecil itu, diam-diam memperhatikan pria di sebelahnya. Dalam hati, ia berpikir, "Pria ini... jiwa yang sangat kuat. Dia mengingatkanku pada Jean Asgrid."

Reina menggunakan kemampuan spesialnya, Mata Penilai Jiwa, yang diberikan oleh iblis. Seketika, ia terkejut melihat jiwa pria itu. Chakra memiliki jiwa yang sama dengan Jean Asgrid, ksatria suci yang pernah melindunginya di kehidupan sebelumnya, saat ia terlahir sebagai seorang saintess.

Jean adalah orang yang rela mengorbankan nyawanya untuk Reina, melindunginya dari tuduhan sebagai saintess palsu. Melihat Chakra dengan jiwa yang sama, Reina merasa campuran rasa tak percaya dan keakraban.

Chakra yang menyadari gadis itu menatapnya intens menoleh dan bertanya, "Kenapa kau menatapku seperti itu, hmm?"

Reina mengerjapkan mata, mencoba mengendalikan ekspresinya. Dalam hati, ia merutuk, "Sial. Aku ketahuan. Lebih baik aku berpura-pura seperti anak kecil di depannya."

Dengan polosnya, Reina menjawab, "Karena kamu tampan."

Chakra tertegun. Pujian itu membuat telinganya sedikit memerah. Dipuji oleh keponakannya sendiri—bahkan di pertemuan kedua mereka—membuatnya salah tingkah.

Joshua, yang memperhatikan dari samping, berusaha menahan tawa. Ia berusaha keras untuk tetap tenang, tapi akhirnya tak kuasa dan tertawa lebar.

Chakra mendelik galak ke arah Joshua. "Apa yang lucu?"

Pria itu menggeleng dan tertawa keras.

"Aku pamanmu, tentu saja tampan," ujar Chakra sambil menatap Reina, mencoba menutupi rasa canggungnya.

Mata Reina melebar. "Dia pamanku?" pikirnya.

"Ah, aku adik dari ibumu. Kami hanya selisih enam tahun. Aku masih sekolah saat kau lahir," jelas Chakra sambil menatap Reina dengan senyum hangat.

Reina mengangguk pelan, seolah memahami.

Joshua tiba-tiba menyela, "Dia seharusnya sudah pulang hari ini, tapi tidak ada keluarganya yang datang menjemput. Dan, administrasinya belum lunas."

"Aku akan membawanya pulang," ujar Chakra tegas. Ia lalu menatap Reina. "Apa kau mau ikut denganku?"

Reina menatapnya dalam diam sejenak, lalu mengangguk.

Dalam hatinya, Reina berpikir, "Sepertinya, kelahiran tubuh ini tidak diinginkan. Tapi kenapa pria yang berstatus ayah dari pemilik tubuh ini menikahi ibunya? Semua ini terasa aneh."

Sorot mata Chakra meski tegas, namun menyiratkan kebencian dan kesedihan mendalam. Reina tahu, pria ini mungkin menjadi sekutu terkuatnya di dunia ini.

"Aku harus menyelidiki ini," pikir Reina sambil melirik Chakra dengan penuh pertimbangan.

Reina menatap sebuah bangunan berlantai di depannya dengan dahi berkerut, lalu gadis kecil itu menoleh kepada pria di sebelahnya dengan penasaran.

"Ini adalah gedung apartemen. Aku tinggal di salah satu unit ini sejak masih sekolah," jelas Chakra sambil tersenyum tipis melihat keponakannya menatap heran.

Reina mengangguk kecil. Chakra segera menggendong gadis kecil itu menuju sebuah lift.

Sepanjang perjalanan, Reina memperhatikan sekitarnya dengan sedikit kekaguman. Segala sesuatu di dunia ini terasa asing baginya, meski ada beberapa kesamaan dengan kehidupan sebelumnya. Di masa lalunya, ia menggunakan artefak sihir yang hanya dimiliki oleh bangsawan kaya atau penyihir tingkat tinggi. Namun, di dunia ini, teknologi tampak lebih umum dan mudah diakses oleh hampir semua orang.

Ketika lift berhenti, mereka melangkah keluar, dan Chakra membawanya ke sebuah unit di lantai tersebut. Reina memperhatikan apartemen kecil itu. Meski ukurannya tidak besar, ruangan itu terasa nyaman dan tertata rapi. Apartemen itu terdiri dari satu kamar tidur, satu ruang tamu yang merangkap ruang santai, dapur kecil, dan kamar mandi.

"Aku memiliki baju ganti khusus untukmu. Sebenarnya, aku sudah menyiapkannya sejak lama sebagai hadiah ketika kita bertemu. Tapi... saat itu aku belum sempat memberikannya padamu," ujar Chakra, tersenyum penuh arti. "Tunggu di sini sebentar, ya."

Reina mengangguk. Ia memperhatikan ruangan itu dengan rasa ingin tahu yang terpendam, sementara Chakra masuk ke kamar untuk mengambil pakaian. Dalam benaknya, ia sedikit mengernyit mengingat penjelasan Joshua tentang masa lalu pria itu.

Chakra mencari pakaian yang pernah ia beli beberapa waktu lalu. Hadiah itu dulunya dimaksudkan untuk pertemuan pertama dengan keponakannya. Namun, rencana itu tak pernah terwujud karena berbagai hal yang menimpanya—kehilangan sang kakak, dituduh sebagai penyebab kecelakaan, dan kehilangan usahanya. Semua itu hampir membuatnya gila. Tapi, foto yang dikirim Joshua tentang Reina menghidupkan kembali semangatnya.

Chakra kembali ke ruang tamu membawa setelan ungu bermotif kupu-kupu kecil. "Aku harap ini masih muat," gumamnya, menatap pakaian itu, lalu menoleh ke tubuh Reina yang terlihat sangat kurus.

"Reina, sebaiknya kau mandi dulu. Apa kau perlu aku bantu?" tawarnya dengan nada lembut.

Reina sempat ragu. Meski jiwanya seorang wanita dewasa dengan usia ribuan tahun, ia menyadari bahwa tubuhnya saat ini hanyalah tubuh anak kecil. Lagipula, selama di rumah sakit, ia belum benar-benar membersihkan diri. Suster hanya membasuh sebagian tubuhnya. Selain itu, luka-luka di tubuhnya membuatnya sulit mengangkat tangan dengan leluasa.

"Tolong, ya, Paman," ujarnya pelan, dengan sedikit rasa malu.

Chakra mengangguk penuh pengertian. "Baiklah."

Chakra membatu setelah melihat punggung keponakannya.

Punggung kecil itu memperlihatkan lekukan tulang belakang yang tajam, dihiasi bekas luka mengerikan yang tampak seperti peta penderitaan. Sesak di dada Chakra semakin menjadi ketika teringat penjelasan Joshua.

Katanya, beberapa tulang Reina pernah mengalami dislokasi akibat penyiksaan berat. Tim medis telah berupaya memperbaiki susunan kerangkanya, memanfaatkan fakta bahwa tulang Reina masih dalam masa pertumbuhan. Namun, bayangan rasa sakit yang mungkin dialami gadis kecil itu membuat Chakra menggertakkan rahang.

Entah penyiksaan macam apa yang telah dilalui keponakannya ini. Chakra bersumpah akan membalas semuanya berkali-kali lipat.

Matanya berkaca-kaca, namun ia menahan diri agar Reina tidak melihat kelemahannya. Baginya, Reina telah melalui penderitaan yang tak seharusnya ditanggung seorang anak sekecil itu. Mereka yang melakukannya adalah monster tanpa hati.

Sementara itu, Reina tampak asyik bermain busa sabun, sesuatu yang terasa baru baginya. Di beberapa kehidupannya sebagai bangsawan, ia hanya mandi dengan minyak aroma mewah. Sebagai rakyat biasa, ia bahkan hanya mengenal mandi dengan air seadanya. Kali ini, sabun wangi dan busa lembut menjadi pengalaman baru yang membuatnya tersenyum kecil.

Ia memperhatikan dua botol di depannya, masing-masing bertuliskan "sabun" dan "sampo." Huruf-huruf di botol itu terlihat seperti tulisan kuno yang sulit dipahami olehnya.

‘Aku akan membalas mereka berkali-kali lipat untuk setiap luka yang ada di tubuh keponakanku. Aku berjanji akan membuatmu menjadi anak yang paling bahagia, Reina.’

Pikiran Chakra yang penuh kemarahan itu terputus ketika Reina menoleh. Kepala gadis kecil itu penuh busa sampo kecokelatan, membuatnya tampak seperti makhluk kecil lucu yang baru keluar dari dongeng.

Chakra tersadar dan buru-buru kembali menggosok punggung Reina dengan hati-hati, memastikan setiap kotoran terangkat tanpa menimbulkan rasa sakit. Ia memandang gadis kecil itu yang kini tertawa kecil karena sabun yang berbusa.

"Oke, sekarang kita bilas, ya. Lalu kita ulangi sekali lagi supaya tubuhmu benar-benar bersih," ujarnya lembut.

Reina mengangguk kecil. Setelah mandi selesai dan Chakra membantunya berpakaian, mereka duduk bersama di meja makan untuk menikmati makan malam sederhana.

“Mulai besok, aku akan mengajarkanmu membaca dan menulis. Setelah itu, kita akan mencari sekolah untukmu,” kata Chakra di sela-sela makannya.

“Apa aku akan sekolah?” Reina bertanya, memastikan. Ia tidak yakin usia tubuh ini, meski jiwa aslinya sudah hidup ribuan tahun.

“Tentu saja. Kau harus sekolah. Pendidikan itu sangat penting bagimu.”

Reina tersenyum mengiyakan, namun dalam hatinya ia mengumpat pelan, ‘Sial! Aku sudah muak bersekolah!’

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!