Pertemuan antara lelaki bernama Saddam dengan perempuan bernama Ifah yang ternyata ibu kosnya Ifah adalah gurunya Saddam disaat SMA.
Ingin tau cerita lengkapnya, yuk simak novelnya Hani_Hany, menarik loh... jangan lupa like, komen, dan ajak para readers yang lain untuk membaca. yuks
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3
Maaf ya readers kalau alur ceritanya maju mundur, semoga kalian paham!
Silahkan tulis dikolom komentar kritik dan sarannya, karena ini karya kedua author. Eits jangan lupa like juga. Makasih ♤♡
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Ifah, kamu disini juga? Sama siapa saudari?" tanya Jihan seraya melirik sekilas lalu menghadap pada buku bacaannya di atas meja.
"Iyalah, emang ada larangan? Hmm... Sendirilah, siapa lagi mau temani orang suka jalan tetiba kesana tetiba kesini, iya kan?" jawabnya sambil bercanda.
"Iyalah, bener tuh, pura² amnesia Jihan na padahal begitu memang itu teman ta 1 ee", sahut Nima seraya terkekeh.
"Sssttt apa ini ribut² di perpustakaan, kalau mau ngobrol sana di luar," kak Brian penjaga perpustakaan mengomel mi memberikan ultimatum pada mereka bertiga, wajahnya serius kalau lagi bertugas padahal suka bercanda dia.
Kak Brian ini alumni di IAIN Palopo juga, dia salah satu cowok yang naksir Ifah sejak lama, sempat deket, deket banget malah sama Ifah tapi dianggap kakak tidak lebih, kalau kak Brian maunya memperistri Ifah tapi bukan saat itu, nanti kalau kak Brian sudah selesai S2 juga. Kak Brian baik, humoris, cakep lah karena laki², tingginya 160 cm lah, kulitnya sawo matang, lucu deh orangnya.
"Hehehe maaf kak, keasyikan ketemu gank jadi lupa tempat", jawab Ifah lalu beranjak menuju rak buku yang dicarinya.
"Itu yang suka² sama Ifah, bagaimana menurutmu?" tanya Jihan kepada Nima.
"Tidak apa² ji kalau sama² suka," dengan suara lirih ala bisik² supaya tidak berisik.
"Iya juga mereka yang jalani".
Semua fokus pada buku yang dicari, mengutip, menyalin, menulis, memfoto materi, bahkan bersiap meminjam buku asalkan memiliki kartu identitas mahasiswa peminjam buku. Yang mereka kunjungi adalah perpustakaan besar IAIN Palopo, kalau di pascasarjana juga ada perpustakaannya juga berbeda gedung. Selesai dengan kesibukannya masing² mereka keluar bersama mencari tempat nongkrong, untuk bergosip, bercerita dan bercengkrama melepas rindu dengan teman.
"Disitu ki saja di bawah pohon sejuk", usul Jihan membuka percakapan.
"Ayok lah" kompak Ifah dan Nima.
"Kalian tadi emang janjian ya? Kok sama² di Perpustakaan tidak kabar²". Tanya Ifah seraya mendudukkan bokongnya ke lantai di bawah pohon sejuk.
"Iya kami janjian, mau ku ajak ki jangan sampai sibuk, ku ajak juga Risma tapi di kampung ii bede", jawab Nima menjelaskan.
"Tidak mu kabari k dulu sempat free k toh".
"Iya juga sih, tapi biar mi na ketemu miki nah".
"Iya juga yah," ucap Ifah, diselingi tawa yang lain. "hahaha".
"Bagaimana mi Tesismu Ifah, sudah selesai mi kah? Ketinggalan jauh miki kodong?" tanya Nima seraya meredup wajahnya lesu.
"Masih penelitian belum selesai, semangat beb pasti bisa jiki juga".
"Judul saja belum pi ACC, antar k kalau ajukan judulku nah, karena anaknya ki ayah dosen Prodi".
"Sip, kabari saja". Jawab Ifah seolah tidak enak dengan Nima karena belum ACC judulnya, tapi memang beda sih karena dia juga sibuk mengajar jadi Ifah ji yang bisa fokus penyelesaian study.
Semua terdiam dengan pikiran masing², sesekali Jihan lihat hpnya, entah apa yang dilihat, sms atau menunggu telfon dia hanya diam.
"Jihan, adakah lowongan ngajar di sekolah ta?" sok mau ngajar nih Ifah, padahal masih dipusingi dengan Tesis.
"Nanti ku tanya dulu guru² disana, siapa mau mengajar? Kamu kah Fah?" tanyanya memastikan.
"Hehehe pengen sih, bisa gak ya?"
"Bisalah masak kamu tidak bisa, kamu kan serba bisa Fah", puji Jihan.
"Tanyakan pale dulu sempat ada, mau k cari tambahan uang bah, hahaha". Jawabnya sambil bercanda.
"Wuih... Ada mi pemasukanmu dari pembuatan makalah nah, kurang kah?" Ledek Jihan seraya mengedipkan sebelah matanya.
"Alhamdulillah cukup buat sehari², mau cari tambahan untuk ditabung".
"Kalau disana itu sedikit ji Fah, keikhlasannya dicari,".
Terkatup lah bibir Ifah bingung mau jawab apa, "Pengen cari pengalaman sambil cari uang buat persiapan Tesis Han, lumayan kalau ada tambahan". Ucapnya lirih.
"Nantilah kalau ada ku kabari ki Fah".
"Thanks Han".
"Kantin yuk lapar nih", kata Nima mengalihkan pembicaraan.
"Ayok lah". Seraya melangkahkan kaki meninggalkan pohon yang sejuk menuju kantin untuk mengisi perut kosong yang keroncongan.
*
Nima adalah anak pertama dari 8 bersaudara, dulu dia S1 di Makassar ikut bersama tantenya dan dibantu biaya. Dia anak yatim, ibunya bekerja menjual makanan di sekolah dekat rumahnya. Nima gadis yang pendiam, pemalu, anggun, ramah, baik, pengertian, dan mereka cocok sebagai teman untuk saling melengkapi. Kampungnya di Lanipa, kalau ke kampus naik mobil angkutan umum dan terkadang naik motor jika tidak ada adik²nya yang menggunakan motor.
Sedangkan Jihan adalah gadis dewasa, kalem, berwibawa, pengertian, bijaksana. Jihan juga anak pertama dari 9 bersaudara, ayahnya pelaut, dulu guru meski honorer namun sangat berjasa bagi siswanya hingga Jihan dapat beasiswa dari Direktur Pascasarjana karena ayahnya yang telah menolong Direktur saat kecil dahulu. Ibunya bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga, meski begitu Jihan sukses dididik menjadi gadis tangguh. Jihan berasal dari Lauwo, dia di Palopo tinggal di Panti asuhan tempatnya mengajar.
**
Setibanya di kantin mereka duduk di tempat ternyaman di pojok. Ternyata disana ada teman juga bernama bunda Wardah sedang membeli minum.
"Eh kalian ngapain rame² kesini? Mau demo ya?" tanyanya dengan nada bercanda.
"Kami mau ngamen bun", jawab Ifah bercanda juga.
"Mau makan bun, lapar nih. Makan bareng yum bun, enak kalau ramai²". Tawar Nima seraya duduk dengan membawa menu untuk dipilihnya.
"Boleh banget ngamen sambil numpang makan, gratis buat Ifah".
"Wah mantap bun, dapat traktiran donk.!! Yuhui". Gembiranya dapat anugerah gratisan.
"Makan miki nanti saya bayar, tapi kerja makalahku nah".
"Wah minta imbalan juga bun, sama aja donk kalau gitu dengan bayar sendiri", jawabnya dengan memasang wajah sok sedihnya.
"Mau pesan apa?" tanya waiternya. Kami semua diam untuk fokus pada menu yang akan dipesan.
"Ifah Bakso saja", "Aku mie ayam bakso", ucap Nima. "Saya gado²nya Mb", kata bunda Wardah, "Jihan ya?" tanya Bunda Wardah.
"Saya bakso saja bun".
"Iya, tunggu sebentar ya, minumnya?"
"Air mineral saja nanti ambil sendiri", kata Nima seraya bangkit mengambil air mineral dingin di lemari pendingin.
Menunggu makanan tiba mereka mengobrol banyak hal hingga ketawa ketiwi. Kadang serius kadang juga sambil bercanda seru!
"Silahkan dinikmati", ucap waiter setelah meletakkan pesanan pengunjung.
"Terima kasih Mb", ucapnya serempak meski ada yang suaranya lirih.
"Sama²", hingga waiternya melangkah pergi melanjutkan pekerjaannya.
Semua terdiam menikmati makanan yang dipesan. Bunda Wardah itu teman kelas di semester 1 Pascasarjana karena kelas bersama dari beberapa prodi digabung menjadi satu kelas. Bunda Wardah berpenampilan muslimah tertutup hingga menggunakan cadar atau niqab, tetapi beliau gaul, karena dapat berbaur dengan gank lucu seperti mereka. Orangnya humble, royal, baik, meski sedikit keras kepala. Hehehe
Sudah waktunya pulang ke rumah masing² setelah beraktivitas di kampus. Ifah melangkahkan kaki pulang dengan berjalan karena kampus cukup dekat dari kos. Nima pulang ke kampungnya menggunakan motor berboncengan dengan Jihan sekalian diantar ke panti asuhan tempat Jihan tinggal, sedangkan bunda Wardah naik motor pulang ke Walenrang setelah ada urusan di kampus.
...****************...
Nantikan cerita selanjutnya
Happy reading♡♡♡