Zira terjebak dalam tawaran Duda saat dimalam pertama bekerja sebagai suster. Yang mana Duda itu menawarkan untuk menjadi sugar baby dan sekaligus menjaga putrinya.
Zira yang memang sangat membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan juga biaya pengobatan bibinya terpaksa menerima tawaran gila itu.
"Menjadi suster anakku maka konsekuensinya juga mengurus aku!" Ucap Aldan dengan penuh ketegasan.
Bagaimana cara Zira bertahan disela ancaman dan kewajiban untuk mendapatkan uang itu?
follow ig:authorhaasaanaa
ada visual disana.. ini Season Dua dari Pernikahan Dadakan Anak SMA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
0003
Dengan posisi Zira tangan yang masih terikat dan juga sekarang Aldan menatapnya serius. Zira tidak tahu harus mengatakan apa, tapi tawaran Aldan tentang pengobatan itu sangat membuatnya menjadi terpikirkan semuanya.
“Aku tidak bermain dengan kata-kataku sendiri, Zira..” ucap Aldan menyakinkan.
Zira menoleh kearah Aldan, ia menemukan tatapan mata pria itu yang penuh gairah. “Setelah kau mengatakan iya, maka aku akan menyuruh anak buahku untuk mengantar Bi Ranum pergi ke Singapura,” ujar Aldan lagi.
“Aku ada satu syarat, Tuan. Kalau kau menerima syarat ini maka aku akan sangat sukarela memberikan tubuhku ini padamu,” ucap Zira dengan penuh keyakinan.
Aldan menjadikan penasaran dengan itu. “Sebenarnya aku tidak perlu syarat darimu, kau hanya perlu mengatakan.. Iya, atau tidak!” bantah Aldan akan yang dikatakan Zira tadi.
“Bukankah sesuatu hal harus timbal balik?” tanya Zira yang tidak mendapatkan jawaban apapun dari Aldan. “Aku akan menyerahkan semua tubuhku padamu, lalu kenapa aku tidak boleh memberikan syarat kepadamu?” tanya Zira lagi.
Kali ini Aldan tidak bisa melakukan apapun kecuali mengiyakan apa yang dikatakan Zira. “Katakan apa syaratnya,” ucap Aldan sembari melepas ikatan dasi ditangan Zira. Karna Aldan tahu kalau wanita itu tidak akan mau disentuh sebelum ia memenuhi persyaratan sialan itu.
“Nikahi aku, meskipun itu secara sirih. Setidaknya kita tidak melakukan hubungan Zina. Hanya itu saja persyaratan dariku,” ujar Zira akan persyaratan yang ia inginkan.
Aldan termenung sebentar. “Menikah diam-diam begitu maksudmu?” tanya Aldan untuk memastikan. “Sebenarnya aku sudah bersumpah tidak akan menikah karna tidak mau menggantikan posisi Alya,” ucap Aldan yang mana kini sudah mengalihkan pandangannya ke arah foto pernikahan dirinya dengan Alya.
“Diam-diam juga tidak apa, karna yang aku perlukan hanya sebuah kata Sah untuk melakukan hubungan itu,” jelas Zira akan maksudnya.
Sungguh Aldan tidak menyalahkan hal itu, ia melihat kearah Zira sekarang. Padahal ia sangat menginginkan sentuhan itu malam ini, hanya saja tidak menyangka kalau Zira sangat susah ditaklukan.
“Sebatas waktu kau bosan padaku, setelah itu aku siap kau campakkan kapanpun. Dan sekali pun kita menikah secara sirih, aku tidak akan ikut campur dengan segala urusanmu dan begitu pula kau akan urusanku.” Perjelas Zira lagi.
Aldan membuang napas secara kasar sungguh sulit ternyata menaklukkan prinsip Zira. Sementara Aldan sangat membutuhkan sebuah pelampiasan tanpa sepengetahuan sang Ibunda, sudah tujuh tahun Aldan menahan semua hasrat itu.
“Aku setuju, besok kita akan menikah. Dan setelah itu.. Kau akan menjadi milikku, apapun yang aku inginkan harus kau patuhi,” ujar Aldan.
Kedua mata Zira terpejam menahan rasa yang sangat sakit didalam hati. Sungguh Zira tidak menyangka jika akan menjadi selayaknya wanita malam sekarang.
“Selama proses aku menyentuhmu, kau tidak boleh diam pasif. Sudah pernah berhubungan badan atau belum?” Pertanyaan Aldan seakan mau membuat kedua bola mata Zira mau keluar.
“Tentu saja belum! Ini pertama kali untukku, hal itu yang membuatku memberikan persyaratan gila itu!”
“Aku tidak suka wanita tidak berpengalaman,” ucap Aldan yang mana membuat Zira terkejut.
“Kau tidak suka wanita perawan?” tanya Zira dengan wajah yang terkejut, tidak pernah ia mengetahui ada spesies pria seperti Aldan didunia ini. “Duda aneh!” umpat Zira didalam hati.
“Belajarlah lebih giat, cari referensi untuk kau tunjukkan aku besok malam. Semuanya harus ahli, ingat..” Aldan bangkit lalu melangkah pergi meninggalkan Zira yang masih ter bengong dengan semua yang ia katakan.
“Lalu, Bibiku?” tanya Zira dengan sedikit berteriak hingga langkah kaki Aldan terhenti, pria itu berbalik badan.
“Setelah aku merasakan tubuhmu.. Maka Bibimu akan langsung berangkat,” jawab Aldan dengan ekspresi wajah yang tenang. Pria itu melangkah pergi meninggalkan Zira yang sepertinya masih bingung.
Hal yang membuat Zira bingung tidak lain tidak bukan adalah tentang bagaimana cara ia belajar tentang hal seperti itu. Dari mana belajarnya? Zira semakin bingung dibuatnya.
“Sebaiknya aku tanya Rania saja, dia sudah sangat berpengalaman soal seperti ini..” Zira harus menyempatkan berbicara dengan temannya itu.
•
“Makanannya dihabiskan ya, Sayang..” ucap Zira kepada Aila tengah makan nasi goreng hasil masakannya. Sambil melihat Aila makan, Zira menjadi memikirkan tentang perkataan Aldan kemarin malam.
“Aku harus menyayangi Aila, bagaimanapun setelah aku menikah dengan Duda itu.. Aila akan menjadi anakku juga,” gumam Zira didalam hati.
“Hari ini Suster tidak antar aku ke Sekolah?” tanya Aila dengan tatapan lugunya kearah Zira.
“Tidak, sayang. Mungkin besok aku akan menemanimu, Suster janji!” Zira menautkan kelingkingnya pada kelingking kecil Aila. Sebagai bentuk bukti bahwa mereka sedang berjanji, lalu Aila tertawa.
Memang Aila sangat senang dengan adanya Zira, karna Zira memiliki sifat yang lembut. Aila yang memang sedari kecil tidak merasakan kasih sayang seorang Ibu, kedatangan Zira membuat Aila sedikit merasakan kehangatan seorang Ibu.
“Suster..” Panggil Aila dengan suara yang sangat lembut, Zira menoleh kearahnya dengan senyuman manis. “Boleh tidak kalau aku memanggil Suster dengan sebutan, Mama?” tanya Aila dengan kedua tangan yang meremas ujung seragam sekolahnya.
Tentu saja pertanyaan seperti itu cukup menakjubkan bagi Zira, ia tidak akan menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti ini dari Zira. “Emm..” Zira tidak tahu harus menjawab apa.
“Boleh, panggil dia apapun yang kau suka,” Malah Aldan yang menjawab membuat Aila maupun Zira terkejut.
“Beneran, Pa?” tanya Aila lagi, Aldan menjawab dengan anggukan kepala. Aila sangat senang bahkan langsung memeluk erat Zira, tentu saja Zira membalas pelukan itu tanpa ragu.
“Aku sayang Mama Zira!” ucap Aila disertai tawa yang membuat hati Zira menjadi menghangat.
Merasa puas Aila langsung menarik tangan Zira untuk mengantarnya menuju pak supir yang sudah menunggu.
“Tuan, nanti kita akan bicara. Tetap disini,” ucap Zira kepada Aldan yang menatapnya datar saja.
“Wanita aneh,” Itu saja yang dikatakan Aldan, pria itu duduk sambil mengoleskan roti selai karna memakan nasi di pagi hari jarang sekali ia lakukan.
dah sakit aja baru
tp kenapa yaaaa...si aila bisa seegois ituu 😞🙈pdhl dh liat tuhh papa nya nangis bombay di tgl ultahnya aila