Saat istri tidak ingin memiliki bayi, saat itulah kekecewaan suami datang, ditambah lagi istrinya selingkuh dengan sahabatnya sendiri, sampai akhirnya mereka bercerai, dan pria itu menjadi sosok yang dingin dan tidak mau lagi menyapa orang didekatnya.
Reyner itulah namanya, namun semenjak bertemu dengan perempuan bernama Syava hidupnya lebih berwarna, namun Reyner todak mau mengakui hal itu.
Apa yang terjadi selanjutnya pada mereka?
saksikan kisahnya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aghie Yasnaullina Musthofia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3 SENYUM
2 tahun berlalu, Reyner melaluinya dengan tidak mudah, dan ia masih trauma dengan wanita yang mendekatinya, kini ia dikenal pria dingin kutub utara, semua yang melihat nya tidak akan berani menatap nya.
Didepan cermin Rey menatap dirinya yang sudah rapi dengan setelan jas abu-abu, ia berkali-kali menyemangati dirinya, agar tidak lagi mengenang masa lalunya.
Kini ia bergegas menuju lantai bawah yang pasti kedua orang tuanya sudah menunggu untuk sarapan.
"Selamat pagi pa,,, ma,,?" dengan senyum yang mengembang Reyner menyapa kedua orang tuanya.
"Pagi Rey,,, " jawab keduanya hampir serempak.
"Pagi-pagi kau sudah rapi? Apa ada pekerjaan penting sampai berangkat sepagi ini?" Tanya Arini pada Reyner, melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh.
"Iya ma hari ini ada perekrutan karyawan baru, dan Elisa memintaku untuk datang langsung, karena dia sedang cuti melahirkan, tidak ada yang bisa memutuskan selain aku atau Elisa". Jelas Reyner
"Ohh baiklah... semangat kerjanya ya Rey,,, dan semoga kau segera membuka hati untuk menikah lagi,,," ucap Arini sedikit menundukkan sedikit kepalanya.
Wajah Rey sedikit membeku namun tetap dengan senyuman yang tulus pada ibunya, ia tahu ibunya tidak bermaksud seperti itu.
"Ma,,, jika sudah waktunya aku akan menikah lagi, tapi tidak sekarang, karena aku masih trauma ma, tolong mama sabar ya,,,!" Jelas Rey lembut.
"Ini sudah 2 tahun lamanya Rey.."
"Yah, 2 tahun atau 3 tahun bahkan 5 tahun pun Rey akan berusaha membuka hati"
"Jangan lama-lama Rey nanti itumu karatan", celetuk Bima yang sedari tadi diam, dan berhasil mengundang gelak tawa Reyner dan Arini.
"Memang besi pa karatan?"
"Ya kalau bukan karatan lalu apa, layu?atau kusut dan tidak bisa berdiri lagi?" Bima semakin menjahili Reyner dengan kata-kata ambigu, Arini membulatkan matanya dan sedikit mencubit Bima
"Auw... Sakit Ma,,, kenapa sih Mama selalu mencubit Papa?" Bima meringis dengan mengusap bekas cubitan Arini.
"Makanya jangan mesum!"
Reyner bahagia melihat kedua orang tuanya yang saling mencintai dan menjaga kesetiaan, karena dalam rumag tangga yang bahagia harus ada komitmen yang kuat, komunikasi dan kesetiaan tentunya.
"Sudah Pa, Ma jangan berantem, gak malu apa sama aku yang masih jomblo ini hihi"
Reyner menimpali dengan candaan,dan mereka tertawa bersama pagi itu, semua pelayan yang menyaksikan ikut terharu bahagia, melihat tuannya yang sudah mulai kembali tertawa.
*
*
*
Perjalanan menuju kantor Reyner masih sibuk dengan Tab nya, tiba-tiba...
Bugh
Ciitt...
Jai segera menepikan mobil Reyner, dan membuat Reyner terkejut.
"Ada apa Jai? "
"Mobil kita diserempet orang bos, sepertinya dia terjatuh, saya akan memeriksanya".
Jai bergegas membuka pintu mobil dan sedikit berlari menghampiri orang yang menyerempet mobilnya, karena penasaran Reyner pun juga ikut keluar.
"Nona, anda tidak apa-apa?"
Gadis dengan paras cantik dan imut, dan masih berusia 22 tahun itu segera mendongakkan wajahnya pada pria dihadapannya, Jai terpesona dengan kecantikan gadis itu, ya dialah Syavira yang biasa dipanggil dengan Syava, ia kemudian menggeleng pada Jai tanda ia baik-baik saja.
"Auww sakit.... ", Syava masih memegang sikunya yang berdarah karena terjatuh.
Jai segera berlari menuju mobil untuk mengambil kotak P3K.
Sementara Reyner masih berdiri dihadapan Syava.
"Tuan, tolong maafkan saya tuan,,, saya tidak sengaja menyerempet mobil anda"
Syava berdiri di hadapan Reyner dan menangkup kedua tangannya. Reyner tetap diam.
"Tuan jangan laporkan saya ke polisi ya,,, saya juga tidak punya uang untuk memperbaiki mobilnya", Syava masih berbicara tanpa dipedulikan oleh Reyner.
"Saya baru akan melamar pekerjaan tuan, jadi saya belum punya gaji tetap. Ah iya.. Tuan juga sepertinya sangat kaya, dan tuan juga sangat tampan pasti tuan tidak akan mempermasalahkannya kan..", rayu Syava dengan mengedipkan matanya centil, memberi kesan lucu pada yang melihat.
Jai yang melihatnya ikut tersenyum tapi tidak dengan Reyner.
"Terlalu banyak bicara, karenamu aku terlambat ke kantor"
Dan Syava tidak mau kalah,
"Aku juga terlambat tuan,,, bukan hanya anda saja yang terlambat"
Seketika Reyner menatap tajam gadis itu, tapi gadis itu hanya memberi senyuman dengan menampilkan giginya, tidak lupa tangannya mebentuk 2 jari tanda "peace".
Jai akhirnya kembali dan memberikan kotak P3K pada gadis itu, dan kembali melajukan mobilnya menuju perusahaan milik Bima, yang sudah dialihkan menjadi milik Reyner.
.
"Dasar pria tua sombong", tentu saja itu ditujukan pada Reyner, karena dia lah yang bersikap dingin.
Dret... Dret... Dret...
Sahabatnya menelpon, Leni, sahabat Syavira dari SMP hingga kini mereka melamar pekerjaan juga di perusahaan yang sama.
"Sya, lo dimana sih? kenapa belum datang, gue udah jamuran nih nungguin lo, kalo kita nanti telat interview gimana? "
"Iya ini gue udah hampir sampai kok,, tadi ada kecelakaan sedikit"
"Apa lo kecelakaan, lo gak papa kan? "
Teriaknya dan khawatir.
"Ish jangan teriak-teriak Len... Jebol nih lama-lam telinga gue"
.
Akhirnya Syavira atau biasa dipanggil Syava itu sampai di perusahaan tempatia akan interview.
Leni yang melihat Syava langsung berhambur dan mengecek semua tubuh Syava
"Lo baik-baik aja kan Sya? "
"Gue baik-baik aja Len,, lo lebay dehhh, gue tadi cuma kesenggol mobil doang terus gue jatuh, dan gue yang salah karena bawa motor gak bener".
"Hahhh syukur deh kalo gitu, apa yang lo senggol mobilnya itu minta ganti rugi?"
"Tidak, mungkin karena tidak terlalu parah dan hanya penyok sedikit, lagian dia sepertinya orang kaya, untung dia tidak mempermasalahkan nya,,,"
Ujar Syava sembari bernafas lega.
"Apa dia cowok?"
"Ya"
"Pantesan,,, cowok kalo udah liat elo,pasti dia akan klepek-klepek dan tidak masalah jika elo ngerusakin mobilnya"
Syava mengingat Reyner yang bersikap dingin.
"Yee kata siapa?, dia sudah tua, dan sepertinya dia orang kaya, gue berharap gue gak ketemu lagi sama pria itu, dia itu dingin dan sombong, gue tidak suka pria seperti itu".
Tanpa mereka tau, asisten Jai dan Reyner sudah berada di belakang mereka sejak tadi.
"Siapa yang kau bicarakan", suara itu mengagetkan mereka.
Keduanya mengalihkan tubuhnya ke arah suara.
"Hah? Tuan? Apa anda mengikuti saya? Apa anda masih mempermasalahkan kejadian tadi?".
Reyner hanya menatap tajam Syava tanpa menjawab apapun, Reyner kembali melangkahkan kakinya lebar.
Sementara Jai tersenyum pada mereka.
"Maaf Nona, beliau adalah pemilik perusahaan ini, dan beliau juga yang akan merekrut karyawan hari ini"
"What?? Benarkah?" Seketika wajah keduanya berubah pucat pasi.
Sementara Jai tersenyum sembari menggelengkan kepalanya, ia meninggalkan kedua gadis bar-bar itu.
Mereka seketika lemas, harapan untuk bekerja di perusahaan ternama sepertinya akan pupus.
"Oh my God...tamatlah riwayatku", Syava menghela nafasnya kasar.
"Gue juga bingung Sya... Kalo kita gak ketrima gimana dong Sya,,, cari kerja kan susah", Leni sedih karena dia sudah lama mengincar pekerjaan ini, untuk biaya pengobatan ibunya yang sakit ginjal dan harus melakukan cuci darah 2 kali dalam seminggu.
Syava bebalik dan menatap sahabatnya.
"Tenang Len,,, gue yang salah pada Pak Reyner bukan elo"
"Tapi tetep aja gue khawatir sama elo Sya,,,"
"Lo kenal gue sejak kapan Len,,, gue adalah pejuang sejati, walaupun gue gak diterima di perusahaan ini gue masih banyak opsi di perusahaan lain, dan gue masih bisa berjualan kue kok, lo tenang aja lo pasti diterima bekerja disini,oke. Ayo kita ke ruangan interview! ".
Keduanya menuju ruangan interview yang sudah disediakan.
.
.
Sementara di ruangan HRD, yang harusnya Elisa yang menangani permasalahan karyawan baru, tapi karena ia cuti Reyner lah yang berhak memutuskan. Terlihat Reyner sedikit tersenyum tipis memperhatikan tabnya, entah apa yang ia lihat.
Didepan ruangan interview,
"Atas nama Syavira Harsya? Silahkan masuk untuk melakukan interview!"
"Baik Bu, Terimakasih", jawab Syava sedikit membungkuk kan badannya.
Sebelum masuk ia menarik nafasnya dalam, ia tau apa yang akan terjadi padanya, dan dia akan tetap menerima apapun hasilnya nanti, diterima bekerja atau tidaknya.
Leni menggenggam tangan Syava,
"Sya.... Gue deg-deg an nihhh"
"Gue yang di panggil kenapa jadi elo yang deg-deg an, udah santai aja, do'a in gue ya...", Dengan senyum ia meyakinkan sahabatnya, dan melangkah menuju ruangan interview.
Deg deg deg
Jantung Syava berirama sangat cepat karena gugup.
"Selamat pagi pak... ", Syava meyakinkan hatinya untuk tetap tenang dan menahan kegugupan nya, walau itu hanya sedikit berhasil, tangannya tetap gemeteran hingga berkeringat.
Reyner yang kaku dan berwajah dingin memandang Syava,
"Duduk! " perintah Reyner, dan seketika Syava duduk didepan Reyner yang hanya terhalang meja.
"Siapa namamu? "
"Syavira Harsya pak"
"Berapa usiamu? "
Syava sedikit mendongak menatap wajah Reyner, Syava masih heran dengan pertanyaan Reyner yang bertanya tentang riwayat hidupnya, bukankah dia sudah membaca berkas-berkas milik Syava sebagai persyaratan lamaran kerja.
"Usia saya 22 tahun pak", tetap Syava jawab.
"Kenapa kau ingin bekerja diperusahaan ini?" Tanya Reyner dengan tatapan yang tidak kalah dingin, membuat Syava semakin gugup dan memainkan jarinya.
"Karena saya butuh biaya untuk hidup saya pak,,,?"
"Kenapa kau bekerja? dimana orang tuamu? ", Syava yang sedikit bingung dengan pertanyaan Reyner yang diluar pembahasan dari layaknya calon karyawan, Syava akhirnya tidak tahan.
"Kenapa bapak menanyakan kedua orang tua saya? Apa bapak mau melamar saya, kan disini saya yang melamar pekerjaan pak,,, harusnya bapak menanyakan apa skill yang saya punya, dan pekerjaan yang cocok untuk saya dong pak...."
"Siapa kau berani mengaturku? "
Seketika mulut Syava terdiam
"Maaf pak,, "
Reyner bersedekap dan menyandarkan tubuhnya pada kursi besarnya.
"Kau tidak diterima bekerja diperusahaan ini, karena kau sudah merusak mobilku, dan kau juga sudah menghinaku".
Syava sudah menduga akan hal itu, dia sedikit memajukan bibirnya.
" Tapi pak,, saya kan sudah minta maaf,,, dan saya juga tidak menghina bapak, saya hanya bicara sesuai fakta saja"
"Apa kau bilang? fakta? Jadi kau mau menghinaku lagi sekarang? "
"Ah tidak pak,,, kan bapak memang sudah tua kan,, kenapa bapak marah? Betulkan pak Jai", Syava melirik Jai yang setia di samping Reyner.
"Betul Nona....
Reyner menatap sinis Jai, Jai seketika meralat ucapannya "ah,, ti-tidak,, Nona, maksud saya itu tidak benar, pak Reyner usianya masih 30 tahun dan itu tergolong masih muda", jawab Jai cepat.
"Apa? 30 tahun, tapi kenapa pak Reyner seperti umur 40 tahun", timpal Syava yang seketika menutup mulutnya.
"Pfth... ", suara Jai, yang langsung mendapatkan tatapan bengis Reyner, seketika wajah Jai berubah datar.
"ups maaf pak saya keceplosan " sahut Syava.
Wajah Reyner penuh emosi.
"Dasar bocah! "
"Saya sudah besar pak,, memang saya sering dikira masih bocah pak hehe...,
Karena saya rajin tersenyum dan selalu menyapa orang dengan ramah, dan itu membuat wajah kita tidak suram seperti wajah bapak", ceplos Syava yang seketika ia membungkam mulut nya yang losss, ia merutuki dirinya yang selalu ceplas ceplos, Syava menatap Reyner yang sudah menggertakkan rahangnya.
"Ah maafkan saya pak,,"
Jai masih tersenyum tipis dia tidak ingin lagi mendapat tatapan tajam Reyner, ia kagum dengan gadis itu yang berani mengomentari bosnya.
Syava masih menundukkan kepalanya.
"Cepat keluar! ", perintah Reyner tanpa menatap Syava.
Syava menghela nafas dalam.
"Baiklah pak,, jika saya tidak diterima diperusahaan ini,,, saya ikhlas,, tapi,, tolong terima sahabat saya bekerja disini ya pak,, karena dia punya seorang ibu yang sedang sakit dan harus cuci darah dua kali seminggu sekali,,, jika dia tidak bekerja dia tidak bisa mengobati ibunya".
Wajah Reyner sedikit menatap Syava dan kembali menatap ponselnya, hatinya sedikit terketuk karena gadis yang ada dihadapanya begitu peduli dengan orang lain. Begitu pun Jai yang juga tersenyum melihat Syava keluar dari ruangan Reyner.
Reyner menoleh memperhatikan asistennya.
"Kenapa? Kau suka dengan gadis itu" tanya Reyner pada Jai.
"Ah tidak pak saya hanya kagum" jawab Jai dengan cengiran.
Syava pun keluar dari ruangan tersebut.
Dan kini giliran Leni yang sedang di interview.
15 menit kemudian, Leni sudah selesai interview.
" Terimakasih banyak pak,,, karena sudah menerima saya kerja di perusahaan ini".
"Ya sama-sama", jawab Reyner
Saat hendak pergi Leni menyampaikan pertanyaan yang sedari tadi berputar di kepalanya.
"Pak boleh saya bertanya? "
Reyner meberi kode 'ya' dengan kelima jarinya.
"Kenapa bapak tidak menerima Syava kerja disini pak..? Apa bapak masih marah karena dia merusak mobil bapak? "
"Kenapa kalian sama-sama banyak sekali bicara? "
"Maaf pak, tapi saya kasihan pak sama Syava dia anak yatim piatu pak,,, dan bekerja disini adalah harapan satu-satunya agar dia tidak lagi berjualan kue keliling pak,,,"
Reyner sedikit terkejut dengan pernyataan Leni, ia jadi merasa bersalah karena sudah lancang menanyakan keberadaan orang tua Syava, gadis itu pasti sekarang sedih mengingat orang tuanya.
Reyner menghela nafasnya karena sudah keterlaluan pada Syava, tapi gengsi nya masih terlalu tinggi untuk mengakuinya.
"Pergilah", ucap Reyner sedikit lembut.
***