Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengingat Tentang Gadis Itu
"Kak, apaan si? Kalau sampai mereka marah dan menuntut kelakuan Kakak itu bagaimana? Ayolah Kak, hidup keluarga kita itu udah susah, jangan tambah beban Bapak sama Ibu"
Leava hanya terdiam, dia masih kesal karena tidak bisa melakukan apapun pada pria tadi. "Dia itu cowok bajingan, Dek. Gue cuma mau memberi dia pelajaran, karena udah hampir melecehkan Kirana saat itu"
Dika hanya menghembuskan nafas pelan, Kakaknya ini memang sangat keras kepala. Akhirnya dia langsung menarik tangannya untuk menuruni tangga dan segera pergi.
"Cepat naik! Kita harus kembali ke toko. Jangan buat onar ah. Gue males ngurusinnya"
Leava hanya cemberut saja, akhirnya dia naik ke atas jok motor adiknya. Sekali dia menoleh ke Villa itu saat motor sudah mulai melaju, masih cukup kesal karena dia melihat kembali pria itu.
Sementara di dalam sebuah kamar di Villa ini. Devano sedang berdiri di balkon kamar, dia menatap pemandangan Pantai yang indah. Namun, pikirannya melayang entah kemana. Kedatangan gadis tadi, membuatnya terus mencoba mengingat siapa gadis tadi.
"Apa aku pernah bertemu dengannya? Tapi dimana ya? Dia bilang kalau aku hampir melecehkan temannya, kenapa aku sulit mengingatnya ya"
Wajar saja jika dia tidak mengingatnya, karena memang terlalu banyak wanita yang menjadi teman tidurnya semalam. Sebagian banyak adalah wanita bayaran, sementara ada juga yang rela begitu saja menjadi teman tidurnya. Sampai dia mulai mengingat satu kejadian.
Malam itu, di sebuah Club malam cukup terkenal di Ibu Kota. Devano sedang duduk sendirian dengan beberapa botol minuman di atas meja. Dia sudah cukup mabuk, dan sedang menunggu wanita bayaran yang dia panggil. Sampai seorang gadis yang juga sama-sama mabuk, berjalan ke arahnya dan terjatuh ke atas sofa yang dia duduki.
Kirana tersenyum dengan matanya yang menyipit, dia memang sudah mabuk berat sekarang. Bermaksud untuk berjalan keluar dan menunggu sahabatnya menjemput. Dia sudah meneleponnya tadi.
"Hay Om, ganteng banget sih" ucap Kirana dengan tersenyum.
Devano yang juga sudah terpengaruh alkohol, membuatnya langsung bergeser mendekat pada gadis itu. Memegang pipi merah gadis itu.
"Kau sudah cukup menggodaku, ayo segera kita pergi"
Kirana hanya tersenyum dengan mengangguk-ngangguk saja. Pria itu bahkan sudah mengecup pipinya. Devano membantu Kirana untuk bangun dan membawanya berjalan ke arah jejeran pintu kamar yang biasa di gunakan para tamu untuk kesenangan mereka jika tidak sempat pergi ke Hotel.
Mereka sudah berdiri di depan salah satu pintu kamar, seorang pekerja disana sudah memberikan kuncinya. Sebelum membuka pintu, Devano sudah mulai meraba dada Kirana. Sampai sebuah pukulan keras mendarat di pipinya, membuat dia mundur beberapa langkah dari Kirana.
"Heh! Siapa kau?! Berani sekali" teriak Devano, dia menyipitkan matanya dan melihat seorang gadis yang berambut panjang terikat, menatapnya dengan sangar. Tapi malah terlihat lucu dimata Devano.
"Lo gila ya! Kenapa mau di ajak ke kamar sama nih cowok bajingan!" kesal Leava pada sahabatnya ini. "Untung gue datang tepat waktu. Kalo gak, masa depan lo bakal hancur"
Leava menatap Devano dengan sangar. "Heh Lo! Awas ya kalau sampai lo berani melecehkan temen gue ini. Dasar cowok bajingan! Bakal gue inget muka lo ini, sampai kapan pun!"
Dan Leava langsung membawa Kirana pergi dari Club itu. Kesal juga pada sahabatnya yang datang ke tempat seperti ini.
"Kebiasaan buruk lo kalo lagi pusing, pasti datang ke tempat haram ini. Ngapain sih? Gimana kalau nanti gak ada gue? Lo pasti udah celaka" gerutu Leava.
Kirana hanya tersenyum saja, dia memeluk sahabatnya itu. "Aa.. Gue bakal kangen banget sama lo, kalau gue beneran jadi kuliah di Luar Negeri"
Leava menepuk punggung sahabatnya itu. "Makanya lo harus berubah, jangan sampe kayak gini lagi. Lo bisa celaka kalau sampe gue telat datang barusan"
Kirana melerai pelukannya, dia tersenyum dan mengecup pipi Leava. "Iya, iya. Gue bakal dengerin ucapan sahabat gue tersayang"
*
Devano tersenyum tipis mengingat kejadian itu. Sekarang dia ingat siapa gadis yang melabraknya itu. Bahkan sekarang dia bisa mengerti kenapa gadis itu begitu marah padanya.
"Aku sadar jika yang aku lakukan dulu, memang tidak baik. Tapi sekarang aku sudah tidak ingin melakukan hal seperti itu lagi"
Sejak dia yang meniduri seorang gadis SMA yang ternyata adalah adik kandungnya. Sekarang dia memilih untuk merubah hidupnya agar lebih baik lagi. Kini dia juga sudah merasakan bagaimana tentang kehidupan keluarga yang cukup harmonis. Meski Ibu dan Ayahnya tidak bersama lagi. Tapi mereka terlihat lebih bahagia sekarang.
"Kak, sedang apa disini?"
Devano langsung menoleh pada adiknya yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Devani melambaikan tangannya untuk dia datang menghampirinya. Lalu di mengelus kepala adiknya dengan lembut.
"Hanya menikmati angin sore"
Rena mengangguk, dia menyandarkan kepalanya di lengan Kakaknya. Memiliki Kakak laki-laki yang bisa melindunginya adalah mimpi semua anak perempuan sepertinya. Dan beruntungnya dia bisa memilikinya sekarang. Meski mereka dipertemukan setelah dewasa, bahkan harus melewati dulu kejadian yang tidak mengenakan. Tapi sekarang dia bahagia karena semuanya bisa menerima kesalahan masing-masing dan saling memaafkan.
"Besok pagi kita pulang, harus kembali bekerja lagi. Papa sudah terus menelepon, sepertinya dia lelah mengurus Perusahaan" ucap Devano.
Rena mengangguk sambil terkekeh. "Sekarang 'kan pemilik Perusahaan itu Kakak, bukan lagi Papa. Dia sudah malas sepertinya"
Devano mengangguk saja, karena dia adalah anak laki-laki pertama dan satu-satunya, jadi dia yang harus menjadi pengganti Ayahnya di Perusahaan.
"Em, Kak, gadis yang tadi lucu juga ya"
Devano hanya tersenyum, adiknya ini memang sering sekali menjodohkan dia dengan beberapa gadis yang tidak sengaja dia temui.
"Oh ya" Rena sedikit menjauhkan dirinya dari Kakaknya, lalu menatapnya dengan lekat. "Bukannya Kakak sedang butuh Sekretaris ya sekarang. Kenapa tidak kerjakan..."
"Jangan aneh-aneh Ren. Dia bukan kriteria Kakak untuk jadi Sekretaris. Lagian kita juga tidak kenal dia siapa" ucap Devano dengan memotong ucapan adiknya.
Rena hanya berdecak saja, karena dia ingin sekali melihat Kakaknya mulai memikirkan masa depan. Tidak terus sendiri seperti ini.
"Kak, sampai kapan si begini? Kakak bisa memulai hidup baru dengan mencoba membuka hati untuk wanita. Kakak harus mempunyai pendamping juga yang bisa menemani sampai tua nanti"
Devano hanya tersenyum sambil mengelus kepala adiknya. "Kalau sudah waktunya. Kakak pasti akan menemukannya"
Rena hanya menghela nafas saja, karena pasti Kakaknya akan menjawab seperti ini jika Rena sudah membahas pembahasan yang sama.
Bersambung