Saling mencintai, namun restu tak menyertai. Tetap memaksakan untuk menjalankan pernikahan tanpa restu. Namun ternyata restu masih di atas segalanya dalam sebuah pernikahan.
Entah apa yang akan terjadi lada pernikahan Axel dan Reni, ketika mereka harus menjalani pernikahan tanpa restu. Apa mungkin restu itu akan di dapatkan suatu saat nanti. Atau bahkan perpisahan yang akan terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Layak Diperjuangkan?!
Berpelukan di atas tempat tidur dengan keadaan tubuh yang sama-sama polos. Keduanya baru saja melakukan kegiatan malam. Dan selalu berakhir dengan pelukan hangat di atas tempat tidur. Reni memainkan jemarinya di dada suaminya.
Sedikit kaget saat Axel yang bangun dengan tiba-tiba, hingga membuatnya terlepas dari pelukannya. Kepalanya jatuh mengenai bantal. Renjani menatap apa yang akan dilakukan oleh suaminya itu.
"Sayang, kamu mau apa?" tanya Reni.
Kaget sendiri saat suaminya membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Apalagi dengan keadaan Reni yang sama sekali tidak memakai apapun saat ini, selain selimut yang menutupi tubuhnya.
"Sayang.."
Reni ingin menarik kembali selimut untuk menutupi tubuhnya, tapi dia malah tertegun dengan apa yang dilakukan oleh suaminya. Axel mengelus perutnya, lalu dia meletakan kepalanya di atas perutnya. Seolah sedang mendengarkan sesuatu dari dalam perut Reni.
"Aku ingin segera merasakan tendangan dari bayi kita nanti"
Deg,, tubuh Reni menegang mendengar itu. Seorang anak memang yang selalu diinginkan oleh Axel. Namun, Reni masih belum bisa memberikannya.
"Sayang, aku..."
Axel langsung bangun, mendekatkan wajahnya dengan wajah Reni. Mengecup keningnya lembut. "Tidak perlu merasa bersalah. Ini hanya keinginanku saja. Tapi Tuhan yang menentukan, ini bukan salahmu. Kita akan terus berusaha untuk bisa mendapatkan seorang anak ya. Lagian pernikahan kita juga baru satu tahun. Masih panjang perjalanan kita"
Tes.. Air mata menetes begitu saja tanpa bisa Reni tahan lagi. Axel langsung menghapus air mata yang menetes di pipi istrinya ini.
"Sayang, jangan menangis. Kamu tidak perlu memikirkan tentang ini. KIta akan terus berusaha, dan selebihnya biarkan Tuhan yang menjawab doa kita"
Reni hanya mengangguk dengan air mata yang kembali menetes. Dia langsung menghambur ke dalam pelukan suaminya. Rasa bersalah karena belum bisa memberikan keturunan pada suaminya, semakin menyeruak di dalam hatinya.
"Maafkan aku karena belum bisa memberikan apa yang kamu inginkan"
Axel menghela nafas pelan, dia mengecup puncak kepala istrinya. "Sayang, jangan seperti ini ah. Kalau kamu akan seperti ini setiap aku membahas tentang anak, maka aku tidak akan membahasnya lagi"
Reni menggeleng pelan, dia semakin erat memeluk suaminya. Ada rasa bersalah yang besar dalam dirinya ini. Namun, dia tidak bisa mengatakan apapun saat ini. Hanya mampu terisak dalam pelukan suaminya ini.
Akhirnya setelah menangis dalam pelukannya, kini Reni sudah terlelap. Axel hanya menatap istrinya yang sedang terlelap disampingnya itu. Tangannya mengelus kepala istrinya dengan lembut. Dia bisa melihat wajah lelah istrinya ketika dia tertidur seperti ini.
"Aku tidak akan memaksa kamu untuk memberikan seorang anak, Sayang. Biarkan saja semuanya berjalan sesuai takdir Tuhan untuk kita. Kalau memang nanti kita tidak bisa mempunyai anak pun, aku tidak akan keberatan"
Beberapa kali Axel menghembuskan nafas berat. Dia jadi merasa bersalah karena sudah membuat istrinya menangis seperti ini. Sekarang pikiran Axel sedang tidak bisa fokus. Banyak sekali hal yang perlu dia pikirkan.
Merah ponsle di atas meja, lalu dia membuka pesan dari sahabat yang sekarang menjadi Aatasannya juga. Zayyan yang memberitahukan tentang Ibunya yang sakit. Namun, Axel masih belum siap untuk kembali ke rumah itu dan bertemu dengan keluarganya. Akhirnya dia membalas pesan dari Zayyan itu.
Maaf Yan, aku masih belum siap kembali ke rumah. Kau tolong bantu Mama saja. Berikan dia perawatan terbaik. Ah, tapi Papa pasti sudah melakukannya.
Setelah mengirim pesan itu, dia kembali menyimpan ponsel di atas nakas. Lalu berbaring disamping istrinya, memeluknya dan akhirnya terlelap.
*
Pagi ini Reni sedang menyiapkan sarapan untuk suaminya. Namun dia sedikit tidak fokus, ketika mengingat tentang pesan di ponsel suaminya yang tak sengaja dia baca.
"Apa Kak Axel sudah membalas pesan itu ya? Ah, aku jadi kepikiran sekarang"
Selesai menata sarapan di atas meja, Reni langsung duduk di kursi dengan kedua tangan diletakan di atas meja. Masih saja memikirkan tentang pesan di ponsel suaminya itu.
"Aku harus bicara dengan suamiku, agar semuanya tidak terus seperti ini"
Percayalah, berada dalam pernikahan tanpa restu ini memang sangat berat. Meski mereka saling mencintai, namun ada hati yang mungkin tersakiti karena merasa telah jadi jauh dengan anaknya sendiri. Dan hal itu selalu mengganggu pikirannya sampai saat ini. Reni yang bahkan tidak pernah melupakan tentang hal itu. Tidak seharusnya hubungan suaminya dan keluarganya jadi kacau seperti ini.
"Sayang"
Axel keluar dari kamar, sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Dia memanggil istrinya, namun terlihat Reni yang sedang melamun di meja makan. Bahkan tidak merespon panggilannya itu.
Langsung berjalan menghampiri istrinya yang masih belum menyadari kehadirannya saat ini. Berjalan ke belakang Reni, lalu memeluknya dari belakang. Mencium pipi istrinya beberapa kali dengan gemas.
"Sedang melamunkan apa?"
Reni mengerjap kaget, dia menoleh dan tersenyum pada suaminya. "Tidak. Ayo sarapan dulu sebelum kamu berangkat ke Kantor"
Axel menatap istrinya dengan kening sedikit berkerut. Merasa ada yang sengaja ditutupi oleh istrinya ini. Membuat dia mengelus kepala Reni dan mengecupnya lembut.
"Jangan terlalu banyak pikiran. Asalkan kita selalu bersama, maka semuanya akan baik-baik saja" ucap Axel.
Menarik kursi disamping istrinya, lalu dia duduk disana. Sekali lagi, dia menoleh dan menatap wanita disampingnya ini. Wanita yang sudah satu tahun menjadi istrinya dan menemaninya.
"Em, aku ambilkan makanannya" ucap Reni.
Disaat seperti ini hanya mampu mengalihkan pembicaraan. Reni juga belum siap untuk membahasnya. Rasanya dia ragu untuk membahas hal ini.
Akhirnya pagi ini suasana terasa hening saat sarapan. Pasangan suami istri ini hanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Sayang, aku langsung berangkat ya. Zayyan sudah menunggu untuk meeting pagi ini. Aku harus menyiapkan berkasnya dulu"
Reni hanya mengangguk saja, dia berdiri dan mengantar suaminya sampai ke pintu Apartemen. Menyalami suaminya seperti biasa."Hati-hati di jalannya, jangan lupa makan siang"
Axel mengecup kening istrinya. "Iya Sayang, aku pergi dulu. Kamu baik-baik di rumah"
Reni hanya menatap punggung tegap suaminya yang berjalan menjauh ke arah lift. "Seharusnya dia tetap menjadi seorang pemimpin Perusahaan. Bukan hanya menjadi Sekretaris seperti ini"
Ada rasa sedih yang tak bisa Reni ungkapkan. Ketika dia melihat suaminya yang selalu bekerja bahkan sudah sampai di rumah. Dia yang sekarang harus datang tepat waktu, tidak bisa hanya terlambat sedikit pun. Karena dia juga seorang karyawan di Perusahaan sahabatnya. Tidak seperti Axel yang dulu. Dia yang memimpin Perusahaan, bisa menugaskan banyak karyawan ketika dia tidak sempat menyelesaikan pekerjaannya.
Meski ada sisi positif dalam hal ini, namun Reni hanya merasa kasihan pada suaminya yang harus melepas semuanya hanya demi bisa menikah dan hidup bersamanya.
Apa aku layak diperjuangkan sampai seperti ini?
Bersambung
Ngak ada extrapart gitu kak 😁😁😁
lanjut kak semangat 💪💪💪