NovelToon NovelToon
Cafe Memory

Cafe Memory

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Teen Angst / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Karir / Persahabatan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nurul Fhadillah

​Kematian, tentu saja tidak ada seorang pun yang suka menghadapi kematian, namun hal ini dengan jelas tentu tak dapat terhindari. Namun bagaimana kamu akan menghadapi kematian tersebut? Terlebih kematian seseorang yang sangat berharga bagimu? Bagaimana kamu akan menghadapi kematian seseorang yang kamu harapkan tetap bersamamu untuk seluruh sisa hidupmu? ​Ethan tak pernah membayangkan dirinya akan berdiri di hadapan kuburan teman masa kecilnya yang juga merupakan cinta pertamanya, bahkan setelah bertahun-tahun kematian itu berlalu, Ethan masih tak percaya gadis itu telah pergi meninggalkannya sendirian disini. Satu hal yang selalu Ethan sesali bahkan setelah belasan tahun, dia menyesal tak bisa mengungkapkan perasaannya pada gadis itu, karena sikap pengecutnya, dia tak pernah bisa memberitahukan perasaannya yang sudah lama ia pendam pada gadis itu. ​“Papa!” Ethan tersadar dari lamunannya, dia berbalik dari batu nisan itu kearah asal suara. Gadis kecil berusia 7 tahun yang imut dalam balutan dres bunga-bunga pink nya berlari dengan susah payah mendekati pria itu. “Jangan lari, nanti kamu jatuh” pria dewasa itu mengangkat tubuh gadis kecil itu lalu mengendongnya dalam pelukannya. Dia pergi mendekati wanita yang berdiri tak jauh dari sana, mereka bertiga berjalan semakin jauh meninggalkan kuburan itu lagi, meninggalkan batu nisan dan penghuni di dalamnya lagi, mungkin Ethan akan kembali kesini atau mungkin ini akan menjadi kali terakhir dia berdiri di hadapan sahabatnya yang sudah tertidur bertahun-tahun itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Fhadillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 03

Ethan menceritakan pada ibunya dengan semangat tentang temannya, teman yang dia temui beberapa bulan yang lalu. Ibu Ethan tak pernah melihat anaknya bersemangat dan sesenang itu saat membicarakan orang lain membuat wanita itu juga ikut merasa bahagia.

“bagaimana saat sebelum masuk sekolah lagi kita mengajaknya bermain?!” ajak ibu Ethan.

“eum” Ethan menganguk antusias. Mereka akan memasuki tahun ajaran baru dan tanpa terasa dia sudah berada di kelas 3 SD, Jihan yang seusianya juga sama. Ethan senang karena semakin lama dia akan meninggalkan sekolah buruk itu, walaupun masih sedikit agak lama.

​Selama libur sekolah yang tak terlalu lama, mereka berdua hampir setiap hari pergi ke café Viola dan tak hanya menikmati es krim saja, mereka juga aktif membantu perempuan itu walaupun hanya pekerjaan remeh saja.

“senangnya kalian rajin” komentar Viola melihat mereka tengah mengelap meja yang sudah ditinggali pelanggan.

“tentu saja” mereka kompak menunjukan senyum lebarnya. Viola sudah menganggap mereka adiknya, dia sering memberi mereka uang saku. Ini tidak seperti memperkerjakan anak dibawah umur, mereka bebas melakukan apapun yang mereka mau di dalam café nya yang tentu saja tidak mengganggu para pelanggannya, dan mereka dengan senang hati membantu kakak mereka itu. Ethan kini menjadi sangat suka dengan aroma kopi yang selalu memenuhi café tersebut. Jika dia pergi ke suatu tempat dan menciup aroma biji kopi, dia akan selalu mengingat café Viola dan semua hal yang mereka lakukan di dalamnya. Mereka berdua juga sering ke lapangan untuk bermain petak umpet dan kejar-kejaran. Untuk pertama kalinya semenjak ayahnya di penjara Ethan dapat berfungsi dengan benar sebagai anak yang berusia 8 tahun dan hampir menginjak usia 9 tahun, untuk pertama kalinya dia memiliki teman untuk berbagi segala hal dan bermain sepuasnya seperti anak lainnya. Dia tak merasa kesepian lagi, walaupun begitu dia tetap bekerja dan menabung untuk membantu ibunya.

​Terkadang Ethan dan Jihan akan bertengkar karena banyak hal, dan beberapa pertengkaran besar hingga membuat mereka tidak saling bicara seharian, namun sepertinya mereka cepat melupakannya dan berbaikan kembali seperti tak pernah terjadi apapun.

“saat kamu besar, kamu mau jadi apa?” tanya Jihan saat mereka sedang berbaring di lapangan, mereka sedang membawa dua ekor anjing jalan-jalan.

“gak tau” jawab Ethan singkat, dia masih tak memikirkan tentang cita-cita, dia hanya ingin ibunya tidak kelelahan lagi.

“membosankan sekali” Jihan menipuk kepala Ethan pelan.

“terus kamu apa?” Ethan agak ngotot karena kesal.

“gak mau bilang, nanti kamu ikut-ikutan” seperti biasa, Jihan bersikap sangat jahil yang membuat Ethan terkadang tak habis pikir.

“terserah” Ethan menendang pelan kaki Jihan yang berada di samping kakinya.

“ouh iya mama aku ngajak kamu ikut jalan-jalan bareng kami sebelum sekolah dimulai” kata Ethan mengabarkan.

“kedengarannya menyenangkan” balas Jihan menampilkan senyumannya yang manis dan tulus.

​Setelah mereka merasa cukup sore, mereka memutuskan untuk kembali. Ethan selalu mengantar Jihan pulang terlebih dahulu walaupun rumahnya tidak searah. Tapi tak masalah karena tidak begitu jauh dari rumahnya, mereka masih tinggal di lingkungan yang sama.

Seminggu kemudian, hari yang mereka tunggu-tunggu telah tiba. Hari dimana ibu Ethan memiliki waktu luang dan bisa mengajak mereka jalan-jalan dan bermain sepuasnya. Ethan dan ibunya sudah selesai bersiap-siap dan hendak berangkat untuk menjemput Jihan. Namun ibunya mendapat telepon dari kantor tempat ia bekerja, dia harus memperbaiki suatu dokumen saat itu juga karena akan segera digunakan. Ibunya mengatakan itu tidak akan lama dan mereka akan segera pergi. Ethan percaya itu, setiap kali ibunya bilang mereka akan pergi maka mereka benar-benar akan pergi. Namun daripada menunggu dirumah dan menonton ibunya bekerja, Ethan mengatakan akan pergi ke rumah Jihan terlebih dahulu dan akan menunggu ibunya di café Viola. Ethan pergi setelah ibunya mengiyakan, dia berjalan dengan senang kearah rumah Jihan. Namun saat sampai di rumah temannya itu, sangat sepi disana dan terlihat seperti tidak ada siapapun dengan pintu rumah yang tertutup rapat dan jendela-jendela tertutup gorden. Tidak mungkin Jihan pergi padahal mereka sudah merencanakan ini. Ethan mulai mengetuk pintu rumah itu beberapa kali secara berturut-turut lalu berhenti untuk melihat apa seseorang akan membuka pintunya. Tak ada yang datang, pintu itu tetap tertutup rapat, tidak ada suara apapun dari dalam rumah. Ethan mengetuk lebih kuat karena berpikir ketukannya yang tadi terlalu lemah, mungkin orang yang di dalam tidak dapat mendengarnya. Pintu itu tetap tidak terbuka dan Ethan menolak menyerah. Bisa saja mungkin tidak ada orang di dalam, namun Jihan tak mengatakan apapun soal ini, dia bisa menghubungi Ethan atau semacamnya.

Akhirnya pintu itu terbuka dengan kasar menghentikan tangan Ethan di udara yang bermaksud untuk mengetuk lagi.

“berisik sekali sialan” Ethan takut dengan kemunculan wanita paruh baya itu, dia memelototi Ethan hingga bocah itu merasa matanya akan keluar dari sana.

“siapa kau?” tanya wanita itu tak suka.

“itu… apa Jihan-“

“dia tidak ada disini, pergi sana” wanita ini benar-benar tidak ramah. Ethan hendak pergi dari sana karena percaya dengan apa yang dikatakan wanita itu, mungkin Jihan menunggunya di café. Lagian dia ingin cepat-cepat menghilang dari pandangan wanita menakutkan ini. pintu di depannya langsung terbanting tertutup dan Ethan melangkah mundur. Sebelum Ethan benar-benar jauh dari rumah itu, pintu itu kembali terbanting terbuka membuat Ethan dengan kaget menghentikan langkahnya.

“ETHAN…” Jihan berlari kearahnya dengan panik, bahkan sebelum Ethan dapat sadar dengan situasi itu, Jihan dengan cepat menarik tangannya dan membawanya lari, Ethan yang tidak siap bahkan hampir terjatuh. Saat mereka berlari menjauh, Ethan mendengar wanita itu berteriak mengatakan kata-kata kasar di depan pintu rumah. Mereka terus berlari dan Jihan yang ada di depannya tidak pernah melepaskan tangan Ethan, mereka baru berhenti berlari saat sudah di depan café.

​Mereka berdua sama-sama kehabisan napas dan merasa lelah.

“apa… yang terjadi?” tanya Ethan di sela-sela mengatur napas.

“tidak ada” jawab Jihan mantap sambil menegakkan tubuhnya lalu masuk ke dalam café meninggalkan Ethan yang masih mencoba mengatur napasnya. Ethan menatap Viola yang tengah mengobati luka-luka Jihan dalam diam, dia tidak tau apa yang bisa dia lakukan.

“sudah selesai” kata pemilik café tersebut sambil merapikan kembali obat-obatan dalam kotak p3k.

“makasih kak Lala” kata Jihan dengan senyuman manis.

​Setelah Viola meninggalkan mereka berdua saja, ada kesunyian yang menyelimuti kedua bocah itu, tak ada yang ingin buka suara atau mungkin mereka hanya tidak tau harus mengatakan apa.

“itu…” Jihan berkata dengan pelan, Ethan hanya diam memandang temannya itu, menunggu dia untuk melanjutkan perkataannya.

“aku sepertinya tidak ikut dengan kalian” kata Jihan sambil menundukan sedikit kepalanya. Ethan ingin memprotes namun melihat keadaan Jihan dia sedikit memahaminya, jika dia seperti itu dia juga tak ingin kemana-mana.

“eum kita gak perlu kemana-mana, kita bisa disini saja” kata Ethan lalu bangkit dari kursinya, Ethan berjalan mendekati Viola yang sedang ada di kasir.

“kak aku boleh pinjam teleponnya?” tanya Ethan pada perempuan itu.

“eum tentu” Viola memindahkan telepon yang berada di sisi kirinya mendekat pada Ethan. Anak itu menelepon ibunya, mengatakan mereka tak perlu pergi hari ini, dia sedang malas dan ibunya bisa bersantai dan beristirahat dirumah. setelah itu dia mengembalikan telepon itu sambil mengucapkan terima kasih lalu kembali mendekati Jihan yang duduk di meja sudut café sambil memainkan sedotan dalam jus jeruknya. Meja sudut café ini adalah markas mereka, sebenarnya tempat khusus untuk mereka, tidak ada yang menduduki tempat ini selain mereka berdua.

​“Jadi karena kita malas hari ini, kita bisa duduk-duduk saja disini tanpa melakukan apapun” kata Ethan setelah menyesap jus jeruknya sendiri, lalu menyenderkan tubuhnya dengan santai ke tembok. Jihan hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun. Berjam-jam berlalu seperti itu, mereka tidak melakukan apapun sama sekali dan hanya duduk-duduk saja, Viola memberikan beberapa buku untuk mereka baca jika merasa bosan, dan jengga juga permainan papan. Awalnya mereka memainkan permainan jengga namun berhenti karena Jihan merasa kesal terus menerus menjatuhkan balok bodoh itu jadi mereka memutuskan untuk membaca buku berbagai cerita rakyat maupun dongeng. Orang terus saja berlalu-lalang masuk dan pergi dari café itu sedangkan mereka masih betah duduk disana.

​Hari mulai sore, langit yang awalnya berwarna biru kini mulai dihiasi warna jinga. Tidak ada orang lagi yang datang ke café dan tempat itu akan segera di tutup namun kedua bocah itu masih betah berada disana.

“jadi kalian ingin berada disini berapa lama lagi? Aku punya banyak waktu luang” kata Viola sambil bersedekap dada, dia serius mengatakan dia punya banyak waktu luang dan tak bermaksud menyuruh anak-anak itu pergi dari tempatnya. Mereka bertahan disana hingga malam hari, kini mereka bermain permainan papan dengan Viola yang juga bergabung.

​Dari dinding kaca transparan, mereka dapat melihat sebuah mobil berhenti tepat di depan café. Ethan sangat mengenali mobil tua itu dan benar saja ibunya datang.

“anda menginginkan sesuatu?” tanya Viola ramah yang tidak sadar itu ibu Ethan.

“ah tidak terima kasih, saya datang untuk menjemput anak saya” kata ibu Ethan lalu Viola memanggil kedua anak itu. ibunya mengajak Ethan pulang dan mengatakan akan mengantar Jihan kerumahnya. Jihan tidak mengatakan apapun pada ajakan itu namun terlihat jelas dia enggan untuk pulang.

“mungkin dia bisa tinggal disini, saya akan mengantarnya pulang nanti” kata Viola yang mengerti. Ibu Ethan mengangguk setuju lalu mengandeng tangan Ethan untuk mengajaknya keluar. Ethan hanya dapat menatap Jihan, merasa enggan meninggalkan gadis itu namun dia tidak bisa melakukan apapun.

​Dalam perjalanan pulang, Ethan menatap lampu-lampu dari bangunan di pinggir jalan yang mereka lewati sambil berdoa dalam hati semoga Jihan tak pernah dipukuli ibunya lagi dan dia tidak akan terluka lagi. Lalu Ethan menjadi sadar dan bertanya dalam pikirannya kemana ayah gadis itu hingga dia disiksa oleh ibunya? Apa ayah Jihan sudah pergi? Meninggal? Atau dipenjara juga seperti ayahnya? Atau mungkin ayahnya juga ada disana menyiksa Jihan bersama ibunya. Ethan tertidur sambil memikirkan hal itu, dia merasa lelah walaupun hanya duduk-duduk dan berbicara bersama Jihan sepanjang hari ini.

​Di ulang tahun Ethan yang kesepuluh tahun, dia mengundang Jihan kerumahnya untuk makan bersama mereka. ibu Ethan yang ingat Jihan berulang tahun 3 bulan setelah Ethan juga membeli kue ulang tahun untuk gadis itu. kedua kue itu tidak besar, hanya kue tar sederhana yang berukuran kecil namun walaupun begitu mereka terlihat sangat bahagia. Jihan awalnya kaget dan tidak menyangka ada kue untuknya namun ibu Ethan mengatakan tidak apa-apa untuk merayakan ulang tahun lebih awal bahkan jika itu 3 bulan lebih awal, karena mengingat situasi keluarga Jihan yang sudah dia ketahui, pastinya tak akan ada yang merayakan ulang tahun gadis kecil itu.

​“ibu juga menyiapkan makanan kesukaan kalian” ibu Ethan menyusun beberapa jenis masakan di meja makan lalu menyalakan lilin di kedua kue itu. mereka bertiga kompak menyanyikan lagu happy birthday.

“happy birthday to you\~\~” lalu mereka berdua secara bersamaan meniup lilin itu.

“terima kasih banyak untuk makanan dan kue nya” kata Jihan dengan senyuman lebar walaupun ada plester di pipinya dan lembam di matanya.

“sama-sama, nikmati makanan kalian” kata wanita itu lalu mengecup puncak kepala Jihan dan Ethan bergiliran. Mereka makan malam dengan bahagia, ada banyak canda tawa. Seperti biasa Jihan akan bersikap jail, mencolek krim kue itu ke wajah Ethan lalu mengambil potongan besar kue milik Ethan dan sebagainya. Ibu Ethan yang menyaksikan tingkah mereka berdua hanya bisa tergelak, betapa imutnya anak-anak itu. senang rasanya Ethan bertemu teman seperti Jihan dan senang melihatnya tak lagi kesepian seperti dulu.

​Ibu Ethan membiarkan Jihan tidur di rumahnya, dia menyiapkan karpet tebal yang nyaman di kamar Ethan untuk Jihan, memberikan selimut paling tebal dan nyaman untuk gadis itu. sebelum dia keluar kamar dan meninggalkan kedua anak itu, dia mengatakan Ethan harus bersikap Jantan dan tidur di bawah membiarkan Jihan tidur di kasurnya, lalu wanita itu keluar sambil mematikan lampu kamar. Walaupun ibunya mengatakan hal semacam itu, nyatanya tak ada siapapun yang tidur di kasur, mereka berdua berbaring bersebelahan di karpet tebal di lantai itu. sebelum tidur mereka membicarakan banyak hal, tentang sekolah, tentang café Viola (ngomong-ngomong namanya memang café Viola, gadis berusia 20 tahunan itu terlalu malas memikirkan nama jadi dia memberi nama café itu dengan namanya sendiri), tentang kucing tetangganya yang cantik dan sejenisnya.

​Saat ini mereka berada di kelas 4 SD, walaupun mereka bersekolah di tempat yang berbeda, setiap pagi mereka akan berangkat ke sekolah bersama. Sejak mereka bertemu, mereka menjadi dua orang yang tak terpisahkan. Mereka sahabat sejati dan juga keluarga bagi satu sama lain.

​Hari ini saat pulang sekolah dia tidak melihat Jihan di tempat biasa gadis itu menunggunya. Ethan memutuskan untuk langsung ke café Viola, mungkin gadis itu sudah berada disana. Namun di café pun dia tidak ada.

“mungkin dia ada di lapangan, kamu sudah memeriksanya disana?” kata Viola sambil sibuk membuat beberapa jenis kopi pesanan pelanggan. Ethan setuju dan bergegas memeriksa lapangan. Lapangan itu sedikit luas, ada banyak orang yang berada disana untuk melakukan banyak kegiatan, bermain, bersantai dan sebagainya. Namun Ethan dapat menemukan Jihan dengan mudah. Ada beberapa orang yang sepertinya siswa SMP yang mengerumuni gadis itu. Ethan lalu berlari kearah mereka, mendobrak kerumunan itu dan berdiri di depan Jihan.

“apa yang sedang kalian lakukan? Pergi sana” kata Ethan kepada orang-orang itu dengan garang, namun bukannya takut mereka malah tergelak tertawa.

“lihat bocah ini, memangnya kamu siapa?” kata salah satu dari mereka yang bertampang preman dengan tindik di sebelah telinganya, memangnya siswa SMP boleh seperti itu?

​Siswa SMP yang berjumlah 6 orang itu tidak peduli Ethan hanya bocah kecil yang masih SD atau semacamnya, mereka tetap memukuli Ethan sambil menertawakannya. Seorang wanita bergegas mendekati mereka dan mengusir para berandalan itu dengan mengancam akan memanggil polisi. Jihan berjongkok di samping Ethan yang sudah terkapar di tanah dengan wajah dan tubuh yang luka-luka.

“kamu gak papa nak? Ya ampun” wanita itu mendekati mereka sambil membantu mendudukan Ethan. Ethan tidak menjawab pertanyaan wanita itu karena tubuhnya terasa sangat remuk dan berdenyut nyeri, dia ingin menangis dengan kencang namun tak bisa melakukannya.

“kamu mau ke rumah sakit, ayo kita ke rumah sakit ya” ajak wanita itu karena cemas melihat kondisi Ethan. Mendengar kata rumah sakit membuat Ethan spontan mengelengkan kepalanya dengan kuat hingga membuatnya pusing.

​Jihan menuntun Ethan ke café Viola, dia masih kaget dengan kejadian tadi. Jihan memang berada di keluarga yang penuh kekerasan, ibunya menjadi gila semenjak ayahnya bangkrut dan bunuh diri, ibunya selalu menyiksa Jihan, memukulinya dan mengatakan kata-kata kasar padanya, menyalahkan Jihan atas kepergian suaminya yang meninggalkan banyak hutang karena dia tidak memiliki siapapun lagi yang bisa disalahkan. Namun melihat orang lain di pukuli, bukan! Di keroyok semacam itu tentu saja membuat Jihan takut setengah mati, dia tidak pernah membayangkan akan berada di situasi semacam itu. sesampainya mereka di café, Jihan cepat-cepat menyuruh Viola mengobati Ethan. Viola melakukan itu dengan cemas sambil beberapa kali mengajak Ethan kerumah sakit, namun bocah itu sangat keras kepala dan terus menolak.

​Setelah luka-lukanya selesai diobati, dia dan Jihan hanya duduk saling berhadapan dengan se cup es krim rasa cokelat di tengah mereka, secara bergiliran mereka akan menyendoki es krim itu dan memakannya bersama.

“aku ingin cepat-cepat besar(dewasa)” keluh Jihan sambil menelungkupkan wajahnya ke meja.

“yeah kurasa aku juga” Ethan melakukan hal yang sama dengan wajah menghadap Jihan, kini mereka saling berhapan dengan wajah di atas meja. Awalnya mereka cukup tenang dan tak melakukan apapun, namun mereka mulai saling mencolek pipi satu sama lain yang berakhir dengan gelitikan lainnya hingga mereka berdua tertawa terbahak walaupun tubuh Ethan terasa nyeri.

1
Bening Hijau
marathon loh aku bacanya..
kamu orangnya konstisten...
saya senang gayamu..
nanti akan ku baca cerita mu yang lain marathon juga dan komen di bagian akhir..
semangat terus..
Bening Hijau: tak langsung kamu buat q motivasi untuk menyelesaikan imajinasi ku sampai selesai
Nurul Fhadillah: Terima kasih banyak, senang sekali kalau kamu suka sama ceritanya😁
total 2 replies
mary dice
biasanya ada koma sebelum tanda petik
Nurul Fhadillah: Ouh oke kak, terima kasih untuk koreksi nya😁🙏🏻
total 1 replies
S. M yanie
semangat kak...
S. M yanie: InsyaAllah, hhheee
Nurul Fhadillah: Iya kak, kakak juga semangat ngejalani hari2🦾
total 2 replies
cytoid
kakak bisa lihat novelku lewat profilku(^^
cytoid
kasian ethan🥺. Btw aku juga lagi buat novel baru nih kak, tolong disupport ya?🙏
todoroki shoto: semangat,kak/Smile/
Nurul Fhadillah: Ouh oke kak, semangat terus berkarya nya ya, terima kasih juga udah baca novel ini😊
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!