NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 4

Yura merasa penasaran yang semakin besar tentang apa yang sebenarnya terjadi antara Marica dan Kelvin. Desakan dari Ririn dan Zerea membuatnya semakin ingin mengorek informasi dari Marica. Akhirnya, malam harinya, Yura memutuskan untuk mengunjungi kamar Marica.

"Ca, sebenarnya lo sama Kelvin ada masalah apa sih?" tanya Yura dengan hati-hati begitu dia duduk di kasur, menghadap Marica yang masih sibuk dengan bukunya.

Mendengar pertanyaan tersebut, Marica langsung menutup bukunya, menunjukkan bahwa dia serius mendengarkan apa yang akan Yura sampaikan.

"Sebelum gue jawab, bisa tolong ceritain tentang dia?" minta Marica, sambil memutar kursinya sehingga dia berhadapan langsung dengan Yura.

"Ceritain gimana?" tanya Yura balik, merasa sedikit bingung dengan permintaan tersebut.

"Di sekolah tadi, walaupun dia membuat keributan dan ulah di kantin, dia dan gue enggak dipanggil ke BK. Dan tadi juga, dia dengan entengnya masuk ke kelas orang padahal ada jam pelajaran. Dan guru dan yang lainnya kok kayak lepas tangan dan takut sama dia?" tanya Marica, mengungkapkan rasa penasarannya.

Yura terdiam sejenak, memikirkan cara terbaik untuk menjelaskan situasi tersebut kepada Marica.

"Aku enggak tahu bener atau enggak. Cuma gosip yang beredar kalau keluarganya tuh donatur terbesar di sekolah. Ya, biasalah, lo ada uang, lo punya kuasa. Makanya guru-guru dan yang lainnya enggak berani nyentuh dia," jelas Yura, mencoba menguraikan apa yang menjadi dasar ketakutan sekolah terhadap Kelvin.

Marica mendengarkan dengan serius, hatinya semakin berat mendengar semua ini. Tidak heran sikap sekolah yang seperti itu membuatnya semakin kesal dan bingung.

"Selain itu, keluarganya juga bukan dari orang sembarangan. Bisnisnya juga katanya ada yang dunia bawah gitu, katanya sih mafia, Yakuza, gengster, atau apalah, aku juga enggak tahu," tambah Yura, memberikan informasi yang mungkin membuat Marica semakin bingung tentang latar belakang Kelvin.

Marica hanya menutup matanya, mencoba menyerap semua informasi yang diberikan Yura. Napasnya berat, mencoba menenangkan diri di tengah kekacauan pikirannya.

"Jadi, sekarang cerita tentang lo dan Kelvin," pinta Yura, mengalihkan pembicaraan ke inti dari pertemuan mereka malam ini.

Marica mengangkat kepalanya, matanya kembali membuka, mencoba menyiapkan dirinya untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di antara dirinya dan Kelvin.

"Waktu SMP kita berdua pernah pacaran. Terus putus," jelas Marica secara singkat.

"Terus?" tanya Yura, yang merasa tidak puas dengan penjelasan singkat itu.

"Terus jadi mantan," jawab Marica, menyusun kata-kata dengan cermat.

"Cerita yang lengkap nggak apa?" bujuk Yura, mencoba mendapatkan lebih banyak informasi.

"Sebenernya kita pacaran cuma sehari. Eh, enggak sampe. Sejam aja, enggak sampe," tambah Marica, mencoba mengingat masa lalunya.

"Kok bisa?" tanya Yura semakin penasaran dengan cerita tersebut.

"Gue juga enggak tahu. Udah enggak inget. Soalnya enggak lama setelah putus, dia pindah sekolah, dan gue juga pindah sekolah. Setelah itu, enggak pernah ada kabar," jelas Marica, mengingat kembali momen-momen yang sudah hampir terlupakan itu.

Yura mendengarkan dengan penuh perhatian, mencoba membayangkan bagaimana rasanya berpacaran hanya sebentar seperti itu. Wajahnya mencerminkan ekspresi campuran antara keheranan dan rasa penasaran yang semakin mendalam.

\~\~\~

Emil melihat dari kejauhan saat Kelvin berdiri di balkon rumahnya dengan botol alkohol di tangannya. Ekspresi wajahnya mencerminkan perasaan miris dan prihatin yang mendalam. Dia bisa merasakan betapa hancurnya kondisi Kelvin saat ini.

"Caca..." racau Kelvin dengan suara yang penuh penderitaan, mencoba menyuarakan isi hatinya yang terluka.

"Kenapa lo datang waktu gue hampir lupain lo," tambahnya, suaranya terputus-putus karena emosinya yang kacau.

Kelvin terjatuh dan bersandar pada pagar pembatas balkon, seolah-olah beban yang dia tanggung terlalu berat untuk dipikul sendiri.

"Caca, gue sayang banget sama lo," lanjutnya, dengan nada yang penuh keputusasaan.

Namun, Emil tidak bisa hanya diam melihat situasi yang sedang terjadi di depan matanya.

"Katanya sayang, tapi tadi ketemu kayak mau saling bunuh," dengus Emil, suaranya penuh dengan kekecewaan dan kekejaman yang terjadi sebelumnya di kantin.

Emil merasa terpukul melihat perubahan drastis dalam perilaku Kelvin. Dia ingin membantu sahabatnya, tetapi dia juga merasa bingung tentang apa yang sebenarnya bisa dia lakukan untuk mengubah situasi tersebut.

Kelvin menoleh ke arah yang kosong, seolah melihat bayangan seseorang di sana. "Caca, lo marah ya sama gue?" tanyanya dengan nada sedih, seakan berbicara pada sesuatu yang tak terlihat.

Emil, mencoba meredakan situasi dengan mencoba mengambil botol dari tangan Kelvin yang masih memegang erat. "Udah, Kel, jangan minum lagi," ucap Emil sambil berusaha merebut botol tersebut. Akhirnya, setelah sedikit perjuangan, Emil berhasil merampas botol dari genggaman Kelvin.

Kelvin, yang mulai merasa efek dari minuman yang telah diminumnya, terlentang lemas di lantai. Ia menghalangi matanya dengan tangan, merasa silau oleh cahaya lampu yang terang di atasnya.

"Gue minta maaf," ucap Kelvin dengan suara yang penuh penyesalan, sambil menangis tanpa henti.

Emil memandang heran pada Kelvin, "Si Caca-caca itu kasih apaan sih ke lo? Sampek setiap mabuk, selalu aja Caca-caca yang lo sebut," ucap Emil, mencoba memahami kebingungannya.

"Caca, gue janji, kalau misalnya lu tusuk gue lagi pake pisau, darahku enggak akan netes ke kaki lo dan enggak akan mengotori pakaian apalagi wajah lo," racau Kelvin dengan suara yang penuh dengan rasa takut dan kepanikan.

Emil memandang Kelvin dengan ekspresi campuran antara kebingungan dan kekhawatiran. Kelvin selalu saja berbicara tentang tusukan, pisau, darah yang menetes, kaki, pakaian, dan wajah, membuat suasana semakin misterius dan tegang.

Apakah Caca yang Kelvin sebutkan adalah sesuatu yang nyata atau hanya bayangan dari kegelisahannya?

\~\~\~

Besok paginya, Marica memutuskan untuk ikut sarapan bersama keluarganya meskipun ia tahu bahwa hanya makan roti dan minum susu tidak akan membuatnya kenyang. Namun, dia merasa perlu untuk mengikuti kebiasaan keluarganya.

Saat Marica berjalan menuju meja sarapan, Adam,  memperhatikan bahwa Marica berjalannya pincang. "Kaki kamu kenapa?" tanya Adam dengan nada khawatir.

Marica menjawab dengan santai, "Jatoh."

Adam mengangguk, "Lain kali hati-hati ya."

Marica hanya mengangguk singkat sebagai jawabannya, menunjukkan bahwa dia menerima nasihat dari Adam.

\~\~\~

Di kelas, Yura langsung memberitahu informasi yang dia dapat kepada Ririn dan Zerea. Namun, reaksi mereka terlihat tidak puas.

"Masak pacaran enggak sampai sejam?" tanya Ririn dengan ekspresi heran.

"Iya, aneh aja kalau keduanya pindah sekolah. Pasti ada apa-apanya," curiga Zerea, mencurigai adanya sesuatu di balik keputusan tersebut.

"Gue juga enggak terlalu tahu. Soalnya Caca enggak cerita banyak," jelas Yura dengan nada ragu.

Ketiganya terdiam, hanya melihat Emil yang datang. Biasanya Emil selalu bersama Kelvin, tetapi kali ini dia datang sendirian. Emil langsung duduk di tempatnya dan memejamkan matanya, seolah tengah dalam lamunan yang dalam. Ada begitu banyak hal yang menggelitik pikirannya, terutama tentang hubungan antara Kelvin dan Marica.

"Lanjut-lanjut ceritanya," ucap Ririn, yang masih belum puas dengan potongan cerita sebelumnya.

"Rasaku si Kelvin nih benci banget sama Caca," komentar Zerea, membagikan pandangannya tentang situasi antara Kelvin dan Marica.

"Tapi waktu gue ngobrol sama Emil, Emil bilang kalau Kelvin itu masih sayang sama Caca dan masih butuh Caca," tambah Yura, menyampaikan informasi baru yang dia dapatkan dari percakapan dengan Emil.

Mendengar pernyataan Yura, Ririn dan Zerea saling pandang, masing-masing mencoba mencerna informasi yang baru saja disampaikan.

"Jadi, apa yang sebenernya terjadi di antara mereka?" gumam Ririn, mencoba menghubung-hubungkan potongan-potongan informasi yang mereka miliki.

"Entahlah," sahut Zerea, dengan ekspresi bingung yang terpampang jelas di wajahnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!