NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 3

Kelvin melihat seorang siswa yang membawa bola basket. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil bola itu tanpa izin dan mulai berjalan mendekat ke arah Marica, yang kini terjebak di dalam kantin. Wajah Kelvin penuh dengan kemarahan yang tertahan, setiap langkahnya menggema di lantai kantin yang sepi.

"Lo enggak mau jelasin apa-apa ke gue, Marica?" tanyanya dengan nada sinis, menekankan setiap kata dengan penuh ejekan.

Marica hanya diam, tubuhnya menegang. Seluruh isi kantin juga membeku, menahan napas dalam ketegangan yang meningkat. Emil berdiri dekat dengan Kelvin, siap berjaga-jaga. Dia tahu, semakin dia mencoba menghentikan Kelvin, semakin besar risiko situasi ini menjadi semakin buruk.

"Kalau gue tanya tuh jawab!" teriak Kelvin, suaranya menggelegar di seluruh kantin.

Dia mengayunkan tangannya dan melempar bola basket dengan kekuatan penuh ke arah Caca.

Marica, dengan refleks cepat, melakukan rol belakang untuk menghindari bola tersebut. Bola itu melesat melewatinya dan menghantam jendela dengan keras. Suara kaca yang pecah berkeping-keping menggema, membuat semua orang di kantin tersentak.

"Lo gila!" maki Marica setelah berdiri kembali, napasnya terengah-engah.

"Gue memang gila dan semuanya gara-gara lo!" teriak Kelvin kesal, matanya berkilat dengan amarah yang tak terbendung.

Marica melirik ke arah jendela yang pecah dan cepat mengukur jarak dari jendela ke tanah di bawah. Mereka berada di lantai dua, sekitar 6 meter di atas tanah. Dengan perhitungan cepat, dia tahu bahwa lompatannya harus tepat agar bisa mendarat dengan aman meski ada risiko cedera.

"Dengan g (percepatan gravitasi) sekitar 9,8 m/s² dan ℎ (tinggi) sekitar 6 meter, maka 𝑣𝑓=2⋅9,8⋅6≈10,84 m/s," perhitungan Marica.

Kecepatan saat dia menyentuh tanah akan sekitar 10.84 m/s. Dampaknya akan signifikan, tapi Marica tahu dia harus mengambil risiko ini.

Dengan keputusan bulat, Marica berlari ke arah jendela. "Marica!" teriak Kelvin yang menyadari niat Marica.

Tanpa ragu, Marica melompat keluar dari jendela. Dia mengarahkan tubuhnya agar jatuh dengan kaki terlebih dahulu, mencoba meminimalkan dampak dengan meredam di lutut. Sesaat setelah melompat, dia merasakan angin yang kencang menyapu tubuhnya dan bersiap untuk benturan keras.

Marica mendarat di tanah dengan kaki terlebih dahulu, namun momentum dan kecepatan membuatnya tidak sempurna. Rasa sakit menjalar di kakinya saat dia mendarat dengan pincang, tapi dia tidak punya waktu untuk berhenti. Dia segera bangkit dan mulai berlari, meski dengan pincang.

Kelvin, penuh dengan adrenalin, berlari ke arah jendela. Dia melihat Marica yang berusaha melarikan diri dengan kaki pincangnya di bawah sana. Dengan kemarahan yang membakar, Kelvin juga melompat dari lantai dua, mengabaikan segala risiko.

Rumus untuk menghitung gaya adalah F=m⋅a,  di mana m adalah massa dan a adalah percepatan. Dalam kasus ini, Kelvin memiliki massa sekitar 70 kg, dan percepatan yang dialaminya saat mendarat adalah percepatan gravitasi bumi sekitar 9,8 m/s². Oleh karena itu, gaya yang dirasakan Kelvin saat mendarat adalah F=70×9,8=686 N.

Namun, dalam keadaan marah dan terfokus, Kelvin tidak memikirkan fisika. Dia mendarat dengan keras, merasakan sakit yang tajam di kakinya, tetapi dengan tekad yang kuat, dia segera bangkit dan mengejar Marica.

Marica berlari dengan sekuat tenaga, mencoba mengabaikan rasa sakit di kakinya. Napasnya terengah-engah, setiap langkah terasa berat. Kelvin mengejar dengan cepat, jarak antara mereka semakin menipis.

Aksi kejar-kejaran ini membuat suasana di sekitar menjadi semakin tegang. Siswa-siswa lain yang melihat kejadian ini dari kantin dan jendela lantai atas hanya bisa terpaku, menahan napas menyaksikan drama yang terjadi.

Kelvin terus mendekat, napasnya berat tapi penuh dengan tekad. Marica tahu dia tidak bisa bertahan lama dengan kaki yang cedera. Dia harus menemukan tempat aman sebelum Kelvin menangkapnya.

Ketegangan mencapai puncaknya saat Marica dan Kelvin berlari menuju area parkir, di mana banyak kendaraan yang mungkin bisa dijadikan tempat persembunyian atau perlindungan. Marica berharap menemukan bantuan atau cara lain untuk melarikan diri dari amarah Kelvin yang tak terkendali.

\~\~\~

Emil menyaksikan dengan keputusasaan saat Kelvin melompat dari lantai dua tanpa bisa menghentikannya. Dia merasa frustasi dan khawatir melihat sahabatnya yang marah itu terus mengejar Marica tanpa ampun.

"Sial!" makinya Emil, menyesali keadaan yang semakin memburuk.

Yura, dengan wajah pucat, menatap Emil dengan kekhawatiran yang jelas terpancar di matanya. "Mil, Kelvin enggak akan bunuh Caca kan?" tanyanya dengan suara yang gemetar.

Emil menatap Yura sejenak sebelum menjawab dengan tegas, "Kelvin enggak akan bunuh dia, karena Kelvin butuh dia."

Yura memandang Emil dengan kebingungan, tidak mengerti maksud dari perkataannya itu. Namun, Emil tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Ia sibuk mengotak-atik ponselnya, mengirim pesan ke seseorang dengan ekspresi serius di wajahnya.

"Maksudnya?" desak Yura, mencoba mencari kejelasan dari Emil.

"Dia mantanya Kelvin," jawab Emil tanpa basa-basi, memperjelas situasi yang tengah terjadi.

Setelah memberikan penjelasan singkat itu, Emil pergi dengan cepat, meninggalkan Yura yang masih terdiam dengan rasa khawatir yang tak kunjung reda. Kemudian, Emil meminta kepada semua orang untuk membuka pintu kantin, memberikan akses keluar dari ruangan tersebut.

Yura hanya bisa diam, terpaku di tempatnya. Dia memandang ke arah Emil yang pergi, lalu beralih ke jendela tempat Marica dan Kelvin melompat tadi.

\~\~\~

Marica berhasil menghindar dari Kelvin, meskipun harus melakukan permainan kucing-kucingan yang tegang dan melelahkan. Setiap langkahnya diatur dengan hati-hati, setiap belokan dipilih dengan cepat, agar dia bisa terus bergerak tanpa terlihat oleh Kelvin.

"Makin gila tuh orang," batin Marica dengan perasaan campur aduk.

Di satu sisi, dia merasa lega karena berhasil menghindari bahaya yang mengancamnya. Namun, di sisi lain, kejadian ini menambah daftar panjang ketegangan dan ketidakpastian yang telah dia alami.

Dia terus berlari, mencoba menyusun rencana selanjutnya dalam pikirannya yang berputar cepat. Dia tahu dia harus menemukan tempat aman sebelum Kelvin menemukannya lagi.

\~\~\~

Dengan bel kelas yang berbunyi, Marica akhirnya masuk ke dalam ruang kelasnya. Namun, apa yang ditemuinya di dalam membuatnya terkejut. Kelvin sudah duduk di meja guru dengan senyum sinis yang melempar tatapan tajam ke arah Marica. Para teman sekelasnya seakan-akan tidak menyadari keberadaannya atau bahkan mengabaikannya.

"Udah, gue bilang. Lo enggak akan bisa kabur dari gue, Marica," ujar Kelvin sambil berjalan mendekati Marica dengan langkah mantap.

Namun, ketika Marica berbalik untuk menghadapi Kelvin, dia mendapati seseorang yang menghalanginya. Tatapan heran dan kebingungan langsung terpancar dari wajah Marica saat dia menyadari ada orang di hadapannya.

"Mau lo apa-an sih?" tanya Marica dengan rasa tidak habis pikir, mencoba memahami apa yang sedang terjadi dengan tingkah laku Kelvin.

"Gue mau kita balik kayak dulu," jawab Kelvin dengan santainya, sambil mensejajarkan tinggi badannya dengan Marica.

Namun, perbedaan tinggi badan yang mencolok antara Kelvin yang setinggi 183 cm dan Marica yang hanya 154 cm, membuat Marica tidak merasa nyaman dengan permintaan tersebut. Berat badan Marica yang hanya 45 kg juga menambah perbedaan yang cukup signifikan di antara keduanya.

Mendengar permintaan Kelvin, Marica langsung merasa tidak nyaman. Tanpa ragu, dia mengarahkan jari tengahnya ke arah Kelvin, sebuah tindakan spontan yang membuat Kelvin tertawa terpingkal-pingkal.

Kelvin mungkin memiliki kekuatan fisik yang lebih besar, tetapi Marica tidak akan membiarkannya mengintimidasi atau mendikte dirinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!