Medina panik ketika tiba-tiba dia dipanggil oleh pengurus pondok agar segera ke ndalem sang kyai karena keluarganya datang ke pesantren. Dia yang pernah mengatakan pada sang mama jika di pesantren sudah menemukan calon suami seperti kriteria yang ditentukan oleh papanya, kalang kabut sendiri karena kebohongan yang telanjur Medina buat.
Akankah Medina berkata jujur dan mengatakan yang sebenarnya pada orang tua, jika dia belum menemukan orang yang tepat?
Ataukah, Medina akan melakukan berbagai cara untuk melanjutkan kebohongan dengan memanfaatkan seorang pemuda yang diam-diam telah mencuri perhatiannya?
🌹🌹🌹
Ikuti terus kisah Medina, yah ...
Terima kasih buat kalian yang masih setia menantikan karyaku.
Jangan lupa subscribe dan tinggalkan jejak dengan memberi like dan komen terbaik 🥰🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga
Medina tak dapat lagi menolak jika sang papa telah mengambil keputusan. Meski merajuk sekali pun, jurus itu tak 'kan mampu mengubah keputusan yang telah dibuat Papa Mirza. Laki-laki paruh baya itu memang sangat menyayangi sang putri bungsu, tetapi jika demi kebaikan Medina sendiri, maka Papa Mirza tetap akan bersikap tegas.
Apalagi, Hamam dengan tegas juga telah memberikan jawaban ketika Papa Mirza menanyakan keseriusan pemuda tersebut.
"Jika memang putri Om bersedia menikah dengan saya, Om Mirza dan Tante Lila merestui, Abah serta Umi juga meridhoi, saya siap menikahi Medina secepatnya."
"Tuh, Dik. Kak Hamam udah siap banget untuk menikahi kamu," sahut Aksa, begitu Hamam selesai berbicara.
"Tapi Dina yang enggak siap, Bang!"
"Lah, katanya pengin nikah muda."
"Emang iya, tapi enggak sekarang juga!"
"Enggak harus sekarang, Sayang. Kalian bisa bertunangan terlebih dahulu dan ta'aruf untuk lebih mengenal satu sama lain. Bukankah begitu, Gus, Kak Umar?"
"Benar, Dik Mirza."
Gus Hamam pun mengangguk setuju. Sejujurnya, pemuda itu juga belum mengenal Medina dengan baik. Hanya sepintas lalu saja dia mendengar dari sang umi jika ada santri baru yang masih kerabat jauh mereka dari Jakarta.
Kebetulan, santri baru tersebut sering diam-diam mengamati dirinya, dan Hamam mengetahui hal itu. Hanya saja, selama ini Hamam pura-pura tak mengetahui.
"Pap!" Medina menatap protes pada sang papa.
"Udah, Dik. Terima aja dengan suka cita. Paket komplit, Kak Hamam, tuh. Tampan, lulusan terbaik dari Mesir, dan peraih beasiswa S2 di perguruan tinggi terbaik di Jakarta."
"Tapi, Bang. Dina, tuh, penginnya nikah sama yang sefrekuensi gitu! Bukan dengan Kang Hamam!" Medina masih saja menolak, meski dengan berbisik-bisik karena takut jika sang papa mendengar.
"Lalu, sama siapa? Sama si berandalan itu?"
"Ya, iyalah. Viko 'kan cinta banget sama Dina. Dia juga keren dan bintang sirkuit. Enggak kayak Kang Hamam yang culun dan serius. Jangan-jangan, naik motor aja Kang Hamam enggak bisa. Masak kalau pas Dina pengin motoran, harus Dina, sih, yang di depan."
"Halah ... jangan menjelek-jelekkan gitu, Dik. Ntar kamu jadi bucin akut, loh, sama Kak Hamam."
"Enggak bakalan!"
Kedua kakak-beradik itu masih saja berbisik-bisik, membicarakan Hamam. Sementara pemuda yang dibicarakan, hanya senyum-senyum saja mendengar semuanya.
Sedangkan para orang tua nampak tengah serius membicarakan persiapan pertunangan Hamam dan Medina. Mereka pun segera menentukan hari baik itu.
"InsyaAllah minggu depan, kita akan berkunjung ke kediaman Om Mirza di Jakarta, Gus," tutur Kyai Umar pada sang putra.
"Nggih, Abah. InsyaAllah Hamam siap."
Sementara Medina semakin cemberut, mendengar keputusan tersebut. "Pap, ini, tuh kecepatan! Dina 'kan belum tahu banyak tentang dia!"
Medina lalu menatap tajam pada Hamam. "Kang Hamam juga, asal bilang nggih-nggih dan siap aja! Kang Hamam 'kan belum tahu semua tentang Dina! Gimana kalau Dina suka ngupil! Suka kentut sembarangan! Apa Kang Hamam tetap mau terima?"
Perkataan Medina, mengundang gelak tawa semua orang, termasuk Gus Hamam. "Kalau tidur, suka ngorok enggak, Dik?"
Pertanyaan Hamam berikutnya, semakin membuat para orang tua terpingkal-pingkal.
"Ya, mana Dina tahu, Kang! Dina 'kan tidur! Kalau Kang Hamam pengin tahu Dina ngorok apa enggak, buktikan sendiri nanti malam! Kita tidur bareng!"
Semua orang langsung terdiam, begitu mendengar tantangan dari Medina. Terlebih Hamam yang langsung melongo.
"Maksud kamu apa, Dik?"
bersambung ...
🌹🌹🌹
Maaf, seuprit, InsyaAllah double up. Nantikan malam nanti, yah.. klo gak keburu ngorok karena dipeluk sama Hamam 😄