Andah, adalah mahasiswi yang bekerja menjadi penari striptis. Meskipun ia bekerja di hingar bingar dan liarnya malam, tetapi dia selalu menjaga kesucian diri.
Sepulang bekerja sebagai penari striptis.Andah menemukan seorang pria tergeletak bersimbah darah.
Andah pun mengantarkannya ke rumah sakit, dan memaksa Andah meminjam uang yang banyak kepada mucikari tempat dia menari.
Suatu kesalahpahaman membuat Andah terpaksa menikah dengan Ojan (pria amnesia yang ditemukannya) membawa drama indah yang terus membuat hubungan mereka jadi semakin rumit.
Bagaimana kisahnya selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Digrebek
Masyarakat berbondong-bondong ke rumah, mendapati pria asing itu tengah tidur di kamar Andah. Akan tetapi, Andah tidak ada di rumah karena sedang pergi bekerja.
"Kamu siapa? Kenapa tidur di sini?" tanya Pak RT di antara masyarakat yang mendatangi rumah itu.
"A-aku Ojan, Pak." ucap pria itu masih dalam keadaan bingung. "Aku-aku-aku dibawa Andah. Aku tidak tahu harus pulang ke mana."
"Apa hubunganmu dengan Andah?"
Pria yang mengaku sebagai Ojan menggelengkan kepala. "Dia orang yang menolongku."
"Bohong! Kamu pasti pasangan mesum anak tak tahu diri itu!" sela Inggrid dengan nafas memburu. "Jadi, kamu lah yang menghabiskan uangnya?"
Ojan bangkit perlahan duduk berlutut di hadapan Inggrid. "Dia tidak salah Bu, Pak. Andah telah menyelamatkan nyawaku. Jika tidak ada dia, mungkin aku sudah mati."
Pak RT mendengarkan keterangan dari pria asing tersebut. "Bagaimana pun juga, dia sudah salah karena telah membawa orang asing tanpa melapor terlebih dahulu."
Ojan hanya bisa tertunduk karena tidak tahu harus berbuat apa. Hingga diputuskan bahwa malam ini adalah malam terakhir bagi Ojan untuk menginap di rumah tersebut. Akan tetapi, ia dilarang tidur di dalam kamar Andah. Dia hanya diperbolehkan tidur di kursi panjang yang ada di ruang tamu.
Ketika Andah pulang, secara perlahan dia membuka pintu takut menimbukan kegaduhan. Ia tersentak menemukan Ojan meringkuk kedinginan di kursi panjang yang ada di rumahnya. Pintu kamar orang tuanya pun terbuka, Inggrid seperti biasa ikut datang menyambut kehadiran Andah.
"Hei, Bung? Kenapa tidur di sini?" Andah membangunkan Ojan. Ia masih berdiri di depan pintu.
Ojan membuka mata langsung duduk mengucek mata. "Sepertinya, Ojan harus pergi dari rumah ini."
"Heh, gadis murahan, apa kamu tidak malu membawa kekasihmu ke rumah ini? Cukup pekerjaanmu saja yang seperti itu! Tapi jangan bawa-bawa dosamu ke rumah ini!" Inggrid berkacak pinggang.
Andah bangkit berdiri dekat sang ibu tiri. "Jadi begitu, Bu?"
Andah pun menengadahkan tangannya tepat di hadapan Inggrid. "Kalau begitu kembalikan semua uang haram itu!"
Inggrid terkejut akan reaksi yang diberikan oleh Andah. Padahal Inggrid berpikir Andah akan memohon kepadanya supaya mereka berdua tidak diusir di rumah ini. Sehingga, Inggrid bisa memanfaatkan rasa takut yang dimiliki oleh Andah untuk memeras semua uang yang dimilikinya.
Namun, kenyataan yang didapatkannya sangat berbeda. Andah seakan tidak memedulikan ancaman yang ingin dia berikan kepada sang anak tiri. Malah berani menantangnya seperti ini.
"Cepat! Kembalikan semua uang haramku yang ibu gunakan untuk beli perhiasan, skincare, peralatan kecantikan, sepatu, pakaian, dan lainnya. Alasan saja mengatakan untuk perawatan ayah, padahal itu uang buat kebutuhan Ibu sendiri."
Andah menggeser Inggrid agar berpindah tempat dari posisinya yang berdiri di depan pintu. Andah masuk ke dalam kamar memeriksa keadaan ayahnya yang tidak bisa bergerak sama sekali.
"Padahal, dengan segala uang yang Ibu ambil, Ayah bisa diterapi hingga kondisinya membaik." Andah duduk di samping ranjang menggenggam tangan sang ayah.
"Ayah, sebelumnya maafkan aku. Maafkan juga aku, oh Ibu yang sudah ada di alam sana. Sepertinya, aku tidak bisa memenuhi janjiku pada Ibu."
Sejenak Andah memandang wajah ayahnya. Bibir ayahnya tidak dalam posisi normal, kaku di sisi kanan. Posisi tangan kanan pun menegang dengan jemari yang tidah bisa dikendurkan lagi.
Dokter mengatakan, jika ayahnya dibawa terapi dengan rutin, serta menjalani rangkaian perawatan lainnya, maka kemungkinan besar kondisi sang ayah bisa lebih baik lagi.
Namun, Inggrid yang serakah malah menggunakan jerih payah Andah untuk kepentingannya sendiri. Andah pun bangkit, membongkar lemari yang ada di dalam kamar itu.
"Apa yang kau lakukan anak sialan?"
Andah terus mencari-cari sesuatu, dan akhirnya, dia menemukan sebuah kotak dan dibukanya. Di sana terdapat beberapa cincin, gelang, anting, dan kalung yang terbuat dari emas.
Dengan senyuman tipis terhias di bibir Andah, kota itu dibawa dengan paksa. "Aku ingin menjual ini semua."
Inggrid mencoba merebut benda itu. "Kembalikan! Ini semua punyaku! Jangan coba-coba mengambil milikku!"
"Milik Ibu? Pernah beli dengan uang sendiri?" tanya Andah, dingin. Inggrid terdiam, masih melirik kotak perhiasan yang direbut Andah barusan.
Inggrid mencoba merebutnya, tetapi Andah berhasil menghindar. Setelah itu Andah menurunkan sebuah tas yang cukup besar, membuka lemari dan mengeluarkan pakaian milik Inggrid asal.
"Nah, silakan masukan sendiri ke dalam tas. Selagi saya masih waras, Ibu boleh pergi dari rumah ini."
Andah teringat saat perjalanan pulang tadi, warga sekitar rumahnya menghalangi dan menginterogasi Andah. Dari sana lah Andah tahu, Ojan kena grebek warga dan Pak RT. Semua karena pengaduan Inggrid, sang ibu tiri.
Andah kembali melihat Inggrid yang tengah tertegun melihat pakaiannya yang berserakan, lalu netranya beralih pada travel bag yang diturunkan oleh Andah, dan beralih menatap anak tirinya dengan napas memburu.
Dengan geram dia bergerak hendak mencakar Andah. "Berani sekali kau anak durhaka!"
Dengan gesit Andah menghindar dan menepis tangan sang ibu tiri. "Seperti yang aku katakan, Bu ... Selagi aku masih waras, lebih baik Ibu tinggalkan rumah ini secara baik-baik!"
"Kau salah! Yang harus pergi adalah kamu! Aku adalah istri sah ayahmu. Kedudukanku lebih tinggi!"
Dengan senyum tipis Andah tersenyum tipis. "Jadi begitu?"
Andah pun mengeluarkan pakaian ayahnya. Menyiapkan kursi roda, mengambil berkas surat-surat kepemilikian rumah dan tanah dimasukan ke dalam tas. Melihat berkas kepemilikian rumah ikut masuk, Inggrid mencoba merebutnya. Dengan gesit Andah kembali mengelak.
"Kenapa, Bu? Mau ikut kami juga?"
Andah melanjutkan menyusun barang-barang masuk ke travel bag. Lalu membantu ayahnya bangkit dan dipindahkan ke kursi roda. Namun, fisik sang ayah terlalu lemah, benar-benar tidak kuat menopang diri sendiri untuk duduk di sana.
Andah pun mengikat tubuh ayahnya pada kursi roda agar bisa menopang tubuh sang ayah agar tidak rebah lagi.
"Yah, sekarang kita tinggalkan tempat ini."
Andah menggantungkan tas pada gagang kursi roda lalu mendorong keluar kamar bersama harta benda yang ditimbun oleh Inggrid.
"Sebelum rumah ini aku jual, silakan mencari rumah yang baru!"
Inggrid segera memeluk kaki Andah. "Andah, kamu jangan begini pada ibumu. Bagaimana pun, aku adalah istri sah ayahmu. Kami ini belum bercerai! Ibu mohon, kamu jangan tinggalkan Ibu sendirian!"
Belum sempat Andah menjawab ucapan Inggrid, dari arah luar terdengar keributan. Ojan yang masih dalam bingungnya mencoba membuka pintu melihat keadaan di luar sana.
"Keluarkan pria asing itu! Kalian jangan kotori wilayah ini dengan melegalkan zina dalam rumah kalian!" teriak warga yang tengah malam mendatangi rumah Andah.
takut lo brkl bpkmu smpe dipecat???