Penasaran dengan cerita nya lansung aja yuk kita baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20: Pola yang Beradu
Kejujuran Damar menjadi penawar racun yang paling ampuh bagi Arini. Mengetahui bahwa pria itu rela menguras tabungan pribadinya demi menyelamatkan saham butiknya adalah sebuah tindakan yang jauh melampaui logika bisnis. Di mata Arini, Damar bukan lagi sekadar masa lalu yang kembali; ia telah menjadi mitra—baik dalam seni maupun dalam hidup. Namun, sebagai wanita yang dibesarkan oleh kompetisi yang keras, Arini tahu bahwa kebahagiaan sering kali menarik kecemburuan dari kegelapan.
Pagi itu, Arini dan Damar duduk bersama di ruang kerja utama. Mereka sedang mendiskusikan rencana penggabungan teknologi tekstil ramah lingkungan milik Damar dengan desain eksklusif Arini.
"Jika kita menggunakan serat nanas ini untuk koleksi musim panas, kita tidak hanya menjual kemewahan, tapi juga kesadaran lingkungan," ujar Damar sembari menunjukkan sampel kain yang lembut namun kuat.
Arini menyentuh tekstur kain itu, matanya berbinar. "Ini revolusioner, Damar. Ini adalah jenis 'benang' yang selama ini kucari. Benang yang tidak akan menyakiti siapa pun."
Namun, momen harmonis itu terganggu oleh kedatangan Rendra yang tampak sangat terburu-buru. Wajahnya yang biasanya tenang kini terlihat tegang.
"Arini, kita punya masalah baru. Dan kali ini, ini bukan tentang bisnis," kata Rendra sembari meletakkan sebuah map biru di atas meja.
Arini mengernyitkan dahi. "Apa lagi, Rendra? Bukankah Adrian sudah di dalam sel dan Maya sedang dalam proses pengadilan?"
"Ini tentang ibunya Adrian," jawab Rendra. "Dia baru saja melayangkan gugatan hak asuh atas ruko dan dana yang diberikan suaminya kepadamu. Dia mengklaim bahwa suaminya sedang dalam kondisi tidak cakap secara mental saat menandatangani wasiat itu. Dan yang lebih buruk, dia membawa seorang saksi yang mengaku memiliki bukti bahwa kau telah memanipulasi mertuamu sebelum beliau wafat."
Darah Arini seolah mendidih. Ibu Adrian, Shinta, adalah wanita yang selama ini diam namun selalu mendukung kelakuan buruk putranya. Arini tahu bahwa Shinta melakukan ini hanya karena ia ingin mengamankan sisa-sisa harta untuk membiayai pengacara Adrian.
"Wanita itu tidak pernah berhenti," gumam Arini, tangannya mengepal di atas meja. "Dia ingin menjahit kembali nama baik anaknya dengan merobek reputasiku."
Damar memegang tangan Arini, mencoba memberikan ketenangan. "Jangan biarkan dia menarikmu masuk ke dalam lumpur mereka lagi, Arini. Kita hadapi ini secara hukum."
"Masalahnya, Damar," potong Rendra serius, "saksi yang mereka bawa adalah seseorang yang pernah bekerja sangat dekat denganmu di masa lalu. Seseorang yang tahu celah di dalam butikmu sebelum Maya masuk."
Arini menegang. "Siapa?"
"Dina. Mantan akuntanmu yang kau pecat karena ketidakdisiplinan empat tahun lalu," jawab Rendra.
Arini menyandarkan punggungnya di kursi. Dina adalah orang yang sakit hati, dan Shinta tahu bagaimana cara menggunakan rasa sakit hati orang lain untuk menyerang Arini. Ini adalah pengingat bahwa "benang-benang khianat" yang dulu ia pikir sudah ia buang, ternyata masih ada yang tertinggal di lantai, siap menusuk kakinya jika ia tidak hati-hati.
"Mereka ingin berperang di pengadilan publik?" Arini berdiri, wajahnya berubah menjadi sangat dingin dan tegas. Arini sang pejuang telah kembali. "Baiklah. Mereka pikir aku hanya seorang desainer yang bisa mereka intimidasi. Mereka lupa bahwa aku tahu setiap jahitan rahasia di dalam keluarga itu."
Arini menatap Damar. "Aku tidak ingin kau terlibat dalam kotornya masalah keluarga ini, Damar. Ini adalah urusanku."
Damar berdiri dan menatap Arini dengan tatapan yang tak tergoyahkan. "Kau salah, Arini. Saat kau menerima kancing emas itu, kau sudah membagi bebanmu denganku. Kita akan menjahit pertahanan ini bersama-sama."
Malam itu, Arini tidak tidur untuk merancang busana. Ia duduk bersama Rendra dan Damar, menyusun strategi untuk mematahkan kebohongan Shinta dan Dina. Ia menyadari bahwa perjalanan menuju kebahagiaan murni tidak pernah mulus; akan selalu ada benang yang kusut, namun kali ini, ia tidak akan memotongnya. Ia akan menguraikannya satu per satu sampai tidak ada lagi yang tersisa.