NovelToon NovelToon
ADOPSI YANG MENJADI OBSESI

ADOPSI YANG MENJADI OBSESI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:456
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

Ia ditemukan di tengah hujan, hampir mati, dan seharusnya hanya menjadi satu keputusan singkat dalam hidup seorang pria berkuasa.

Namun Wang Hao Yu tidak pernah benar-benar melepaskan Yun Qi.

Diadopsi secara diam-diam, dibesarkan dalam kemewahan yang dingin, Yun Qi tumbuh dengan satu keyakinan: pria itu hanyalah pelindungnya. Kakaknya. Penyelamatnya.
Sampai ia dewasa… dan tatapan itu berubah.

Kebebasan yang Yun Qi rasakan di dunia luar ternyata selalu berada dalam jangkauan pengawasan. Setiap langkahnya tercatat. Setiap pilihannya diamati. Dan ketika ia mulai jatuh cinta pada orang lain, sesuatu dalam diri Hao Yu perlahan retak.

Ini bukan kisah cinta yang bersih.
Ini tentang perlindungan yang terlalu dalam, perhatian yang berubah menjadi obsesi, dan perasaan terlarang yang tumbuh tanpa izin.

Karena bagi Hao Yu, Yun Qi bukan hanya masa lalu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20

Hari-hari Yun Qi di kampus perlahan berubah bentuk. Tidak lagi sekadar bangun pagi, kuliah, lalu pulang ke kamar asrama yang sunyi. Ada ruang kosong yang mulai terisi oleh tawa, oleh suara notifikasi ponsel, oleh jadwal yang bukan lagi sepenuhnya tentang bertahan hidup.

Pagi itu, Yun Qi bangun karena suara alarm, bukan karena mimpi buruk atau rasa lapar seperti bertahun-tahun lalu. Cahaya matahari menyelinap masuk lewat tirai tipis kamar asrama. Udara musim semi terasa ringan, membawa aroma rumput basah dari taman kampus. Ia duduk di tepi ranjang, mengikat rambutnya asal, lalu menghela napas panjang. “Qi, kamu nggak jadi jogging?” suara An Na terdengar dari ranjang atas.

Yun Qi menoleh. An Na teman sekamarnya yang cerewet tapi hangat menggantung terbalik, rambutnya menjuntai seperti tirai hitam. “Kayaknya enggak hari ini,” jawab Yun Qi sambil meraih jaket. “Ada kelas jam delapan, aku mau sarapan dulu.”

“Sejak punya pacar, kamu rajin banget makan,” celetuk Xiao Lan dari ranjang seberang sambil menguap. Nada suaranya bercanda, tapi matanya menyiratkan keingintahuan yang tulus. Yun Qi tersenyum kecil. Senyum yang dulu jarang sekali muncul di wajahnya, sekarang terasa lebih mudah. “Bukan karena pacar,” katanya pelan. “Aku cuma… pengin hidup normal.”

Ia tidak tahu kenapa kata-kata itu keluar begitu saja. Mungkin karena di kamar kecil itu, dengan dua orang yang tidak tahu masa lalunya, Yun Qi merasa aman. Tidak ada tatapan iba, tidak ada rasa ingin menguasai. Hanya kehidupan mahasiswa biasa.

Mereka bertiga berjalan bersama ke kantin. Kampus pagi itu ramai oleh suara langkah kaki, tawa, dan obrolan ringan. Yun Qi berjalan sedikit di belakang, memperhatikan segalanya dengan mata yang jeli kebiasaan lama yang belum sepenuhnya hilang.Ponselnya bergetar di saku jaket.

Zhou Ming : Sudah makan?

Nama di layar membuat langkahnya melambat: Zhou Ming. Pacarnya. Yun Qi membaca pesan itu dua kali sebelum membalas.

Yun Qi : Belum. Mau ke kantin.

Balasan datang hampir instan.

Zhou Ming : ku juga. Ketemu di depan gedung seni?

Yun Qi mengetik [Oke], lalu menoleh ke dua temannya.

“Aku ketemu Zhou Ming dulu,” katanya. An Na mengangkat alis, senyum jahil terukir jelas. “Ih~ pacar duluan.” Xiao Lan menepuk pundaknya. “Hati-hati ya.”

Yun Qi hanya tertawa kecil lalu berbalik. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat, bukan karena gugup berlebihan, tapi karena rasa… ringan. Perasaan yang dulu terasa asing. Zhou Ming sudah menunggunya di depan gedung seni, bersandar santai di pagar. Jaket denimnya terbuka, rambutnya sedikit berantakan seperti baru bangun. Saat melihat Yun Qi, wajahnya langsung berubah cerah.

“Qi!” Ia melambaikan tangan, lalu mendekat tanpa ragu. “Kamu lama?” tanya Yun Qi. “Enggak. Baru sampai.” Zhou Ming mencondongkan badan sedikit, menatap wajah Yun Qi dengan senyum yang terlalu percaya diri tapi tidak sepenuhnya mengganggu. “Kamu kelihatan capek. Belajar semalaman?”

Yun Qi menggeleng. “Cuma kebangun pagi.” Mereka berjalan berdampingan menuju kantin. Zhou Ming sesekali menyentuh punggung tangannya sentuhan ringan, seolah memastikan Yun Qi masih di sana. Yun Qi tidak menepis, tapi juga tidak membalas. Ada jarak tipis yang tidak terlihat, tapi terasa.

Di kantin, mereka duduk berhadapan. Zhou Ming banyak bercerita tentang seniornya, tentang rencana nongkrong akhir pekan, tentang konser yang ingin ia tonton. Yun Qi mendengarkan, sesekali tertawa, sesekali mengangguk. Ia menyadari sesuatu: ia tidak lagi hanya mendengarkan untuk menyenangkan orang lain. Ia benar-benar ingin tahu.

“Aku pikir kamu orangnya pendiam banget,” kata Zhou Ming sambil mengaduk kopi. “Ternyata kalau sudah kenal, kamu… hangat.” Yun Qi menunduk, senyum kecil terbentuk. “Mungkin karena aku baru belajar bicara.”

Zhao Ming tertawa. “Kalau gitu, aku orang pertama yang beruntung.” Kata-kata itu membuat Yun Qi terdiam sejenak. Ada sesuatu di dadanya yang menghangat, tapi juga… ragu. Ia tidak tahu apakah Zhou Ming benar-benar orang pertama, atau hanya orang pertama yang ia izinkan masuk.

Siang itu, Yun Qi menghadiri kelas dengan perasaan ringan. Ia mencatat dengan fokus, ikut berdiskusi, bahkan berani mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan dosen. Saat dosen memujinya, pipinya sedikit memanas bukan karena malu, tapi karena bangga. Ini hidupku, pikirnya.

Sore hari, ia duduk di taman kampus bersama An Na dan Xiao Lan. Mereka membeli minuman kaleng dari vending machine dan duduk di bangku panjang, mengamati orang-orang berlalu-lalang. “Qi,” ujar An Na tiba-tiba. “Kalau libur panjang nanti, kamu pulang ke mana?” Pertanyaan itu membuat Yun Qi terdiam. Tangannya mengeratkan pegangan kaleng minuman. “Aku… belum tahu,” jawabnya jujur.

Ia punya apartemen. Tempat yang aman, nyaman. Tapi juga sunyi. Dan di sana, bayangan Wang Hao Yu selalu terasa meski pria itu sudah bertahun-tahun tidak benar-benar hadir. Xiao Lan menyadari perubahan ekspresi Yun Qi. “Kalau mau, kamu bisa ikut aku pulang. Keluargaku biasa aja.” Yun Qi menoleh, terkejut. “Serius?”

“Serius,” jawab Xiao Lan ringan. “Nggak ada tekanan.” Yun Qi mengangguk pelan. “Makasih.” Saat matahari mulai tenggelam, ponsel Yun Qi kembali bergetar. Nomor tidak dikenal. Ia ragu sejenak sebelum mengangkat

“Halo?”

Di seberang sana, suara pria terdengar tenang, formal. “Nona Yun Qi. Saya asisten Tuan Wang.” Napas Yun Qi tercekat. “Apakah Nona dalam keadaan baik?” Yun Qi menelan ludah. “Aku… baik.”

“Baik. Tuan Wang menitipkan pesan: jaga kesehatan, jangan pulang terlalu malam.” Telepon ditutup sebelum Yun Qi sempat bertanya apa pun. An Na menatapnya penasaran. “Siapa?”

“Orang… lama,” jawab Yun Qi singkat. Malam itu, Yun Qi kembali ke kamar asrama dengan perasaan campur aduk. Ia duduk di ranjang, menatap layar ponsel yang gelap. Dunia yang ia bangun pelan-pelan terasa nyata teman, pacar, mimpi kecil tentang masa depan. Tapi di balik semua itu, ada bayangan yang tidak pernah benar-benar pergi. Tidak mendekat, tidak menjauh. Hanya mengawasi. Yun Qi berbaring, menatap langit-langit. Untuk pertama kalinya, ia tidak langsung merasa takut. Ia merasa… bebas. Dan mungkin, justru itu yang paling berbahaya.

1
@fjr_nfs
tinggalkan like dan Komen kalian ☺❤️‍🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!