Kisah ini adalah kelanjutan dari Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas.
Di sini, Author akan lebih banyak membahas tentang Arjuna Jati Manggala, putra dari Arsha dan Raina yang memiliki Batu Panca Warna.
Batu Panca Warna sendiri di percaya memiliki sesuatu yang istimewa. 'Penanda' Bopo ini, barulah di turunkan pada Arjuna setelah ratusan tahun lamanya. Jadi, Arjuna adalah pemegang Batu Panca Warna yang kedua.
Author juga akan membahas kehidupan Sashi, Kakak Angkat Arjuna dan juga dua sepupu Arjuna yaitu si kembar, Naradipta dan Naladhipa.
Beberapa karakter pun akan ada yang Author hilangkan demi bisa mendapatkan fokus cerita.
Agar bisa mengerti alurnya, silahkan baca terlebih dahulu Novel Cinta Ugal - Ugalan Mas Kades dan juga Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas bagi pembaca yang belum membaca kedua Novel tersebut.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Tak Ada Kabar
Pagi itu, seperti biasa, Arjuna berangkat ke sekolah bersama Sashi, karena mereka bersekolah di SMA yang sama. Di sekolah, Arjuna memang cukup terkenal, tentu karena wajah tampan yang sedikit 'bernuansa' arab yang di turunkan dari Raina.
"Jun, nanti Mbak Aci mau ada rapat OSIS sepulang sekolah. Kamu pulang duluan aja gak apa - apa." Kata Sashi saat turun dari boncengan Arjuna.
"Hmm, repot banget Bu Ketua Osis kita ini." Ledek Arjuna.
"Udah akhir masa jabatan, Jun. Jadi ya harus siap - siap sertijab." Jawab Sashi.
"Terus Mbak Aci pulangnya sama siapa?" Tanya Arjuna sembari membenahi anak rambut yang keluar dari kerudung Sashi.
Interaksi antara Sashi dan Arjuna itu kerap kali menarik perhatian orang - orang. Terkadang, mereka sampai di kira sebagai sepasang kekasih. Arjuna selalu saja memberikan act of service pada Sashi, tentu saja hal itu karena kebiasaan yang sudah di tanamkan sejak kecil.
Sejak kecil, Arjuna yang mulai mengerti tentang tanggung jawab, sudah di ajarkan untuk bertanggung jawab menjaga Sashi. Sebagai seorang laki - laki, Arsha juga mengajarkan putranya untuk selalu memuliakan wanita, seperti apa yang di ajarkan oleh Romonya dulu.
"Gampang nanti bisa minta jemput Ayah, sekalian Ayah jemput Ibu. Kalo ke sorean ya bisa nebeng temen Mbak Aci yang pulangnya searah." Jawab Sashi.
"Temen yang mana? Kak Lugas?" Tanya Arjuna sambil melotot ke arah Sashi.
"Emang temen Mbak Aci cuma dia? Suudzon aja, kamu." Kekeh Sashi sambil meraup wajah adiknya.
"Ada Dina yang rumahnya di desa sebelah." Imbuh Sashi kemudian.
"Nanti kalo kesorean, biar aku aja yang jemput." Kata Arjuna.
"Mulai deh protektifnya." Cicit Sashi.
"Ya dari pada Mbakku yang cantik dan cuma satu - satunya ini kenapa - napa." Jawab Arjuna.
"Yaudah terserah kamu aja. Nanti mbak Aci kabarin kayak biasanya." Jawab Sashi.
"Mbak Aci ke kelas duluan." Pamit Sashi kemudian.
"Telfon aku nanti kalo pulangnya kesorean." Pesan Arjuna yang di jawab anggukan oleh Sashi.
Seperti pesan Sashi, sepulang sekolah, Arjuna langsung pulang tanpa menunggu Sashi. Ketika sore tiba, Arjuna pun standby dengan ponsel yang tak jauh darinya. Berjaga - jaga jika sewaktu - waktu Sashi menghubunginya.
Hari sudah semakin sore, karena tak kunjung mendapat telfon atau pesan dari Sashi, Arjuna pun memutuskan untuk menelfon Ayahnya.
"Assalamualaikum, Yah." Ucap Arjuna ketika Arsha menerima panggilan telfonnya.
"Waalaikumsalam, Nang. Ada apa?" Tanya Arsha dari ujung telfon.
"Mbak Aci bilang mau pulang bareng Ayah dan Ibu gak?" Tanya Arjuna.
"Enggak nih, Mbakmu gak chat atau telfon Ayah." Jawab Arsha.
"Mbak Aci ada chat atau telfon minta jemput gak, Bu?" Tanya Arsha pada Raina yang duduk di sebelahnya.
"Gak ada, Yah." Jawab Raina yang kemudian membuka ponselnya untuk memastikan.
"Emang Mbakmu dimana, Nang?" Tanya Raina.
"Masih di sekolah, Bu. Katanya ada kegiatan rapat OSIS." Jawab Arjuna.
"Ayah sama Ibu udah jalan pulang?" Tanya Arjuna kemudian.
"Iya, Ayah sama Ibu bentar lagi sampe malahan." Jawab Arsha.
"Yaudah kalo gitu, aku coba telfon Mbak aci dulu, Yah. Assalamualaikum." Ucap Arjuna yang kemudian menyudahi panggilan telfonnya.
Arjuna pun mencoba untuk menelfon Sashi, namun ponsel milik Sashi itu dalam kondisi tidak aktif. Hal itu tentu membuat Arjuna merasa semakin resah. Begitu melihat mobil Arsha sampai, ia pun segera berpamitan pada Arsha dan Raina untuk menjemput Sashi di Sekolah.
Suasana sepi ketika Arjuna sampai di Sekolah. Ia tentu merasa semakin cemas karena yakin jika sekolahnya itu sudah kosong dan gerbang yang juga sudah terkunci.
"Loh, Mbak Aci kemana?" Arjuna bermonolog dengan perasaan resah. Ia kembali mencoba untuk menelfon Sashi, namun ponselnya tetap tidak aktif. Arjuna pun akhirnya nekat memanjat gerbang sekolah dan membiarkan motornya berada di luar gerbang.
Arjuna mulai menyisir sekolah dan memanggil - manggil nama Sashi. Hening, tak ada jawaban karena benar - benar sudah tak ada orang di sekolah. Perasaannya pun semakin tak enak, dengan langkah cepat, Arjuna kembali mencari keberadaan Sashi di sekitar sekolah.
"Apa Mbak Aci pulang bareng temennya, ya? Tapi pasti kasih kabar kalo pulang bareng temennya." Batin Arjuna.
"Masak hapenya lowbat? Tadi Mbak Aci bawa power bank kok." Kata Arjuna lagi.
Tak kehabisan akal, Arjuna kemudian berjalan menuju ke lapangan yang berada di tengah - tengah sekolah. Ia memandang langit yang sudah berwarna jingga. Arjuna mulai menggerakkan tangannya ke kanan dan kekiri sambil meniup - niup. Tak lama, satu persatu kawanan burung dan kupu - kupu mulai berdatangan.
Ketika sudah semakin banyak, Arjuna pun menghempaskan tangannya. Burung, capung dan kupu - kupu itu mulai membubarkan diri. Mereka menyebar di sekitar sekolah yang sudah sepi itu. Arjuna kemudian bersidekap dada sambil memejamkan mata.
Tak lama, Arjuna tiba - tiba membuka matanya dengan wajah khawatir. Ia segera berlari menuju ke sebuah tempat yang berada di paling ujung sekolah. Ruangan itu adalah gudang penyimpanan barang - barang ekstrakulikuler di sekolah mereka.
Ruangan itu memang tak di lewati Arjuna karena terletak di bagian paling ujung. Arjuna juga tak berekspektasi jika Sashi berada di ruangan itu. Arjuna pun segera membuka pintu ruangan yang tak di kunci.
"Astaghfirullah. Ya Allah, Mbak Aci." Seru Arjuna saat melihat Sashi yang pingsan dengan darah mengalir dari dahi.
"Mbak Aci! Mbak Aci bangun, Mbak." Kata Arjuna yang berusaha membangunkan Sashi dengan menepuk pelan dan mengguncangkan tubuh Sashi. Setelah berkali - kali mencoba, akhirnya Sashi pun tersadar. Perlahan, Sashi membuka matanya dan melihat Arjuna yang wajahnya sangat khawatir itu.
"Aduh..." Lirih Sashi sambil memegangi kepalanya yang terasa nyeri.
"Ya allah, Mbak Aci ngapain kok sampe pingsan disini?" Tanya Arjuna saat Sashi sudah sadar.
"Kepalaku sakit, Jun." Keluh Sashi.
"Iya, kepala Mbak Aci berdarah. Kenapa, Mbak? Ada yang jahatin Mbak Aci?" Tanya Arjuna yang di jawab gelengan oleh Sashi.
"Tadi selesai rapat, Mbak Aci mau ambil bendera OSIS yang ada di lemari bagian atas, mau Mbak Aci cuci. Mbak Aci gak sampe, terus ngeraba - raba lemari sambil nyalain senter hape. Eh, kok Marching Bell rusak yang ada di atas lemari itu jatuh. Setelah itu gelap dan Mbak Aci gak tau lagi." Cerita Sashi yang mengingat - ingat kejadian.
"Kenapa sendirian, temen - temen Mbak Aci kemana?" Tanya Arjuna.
"Mbak Aci suruh pulang duluan. Pikir Mbak Aci, setelah ambil bendera mau telfon kamu minta jemput." Jawab Sashi.
"Ya Allah, Mbak. Aku khawatir tau gak, nunggu telfon atau chat dari Mbak Aci. Pantes dari tadi kok gak enak banget perasaanku." Kata Arjuna sambil memeluk Sashi.
"Maaf ya, Dek." Lirih Sashi yang merasa bersalah.
"Ayo pulang. Hape Mbak Aci mana? Gak atif aku telfon tadi." Tanya Arjuna.
"Gak tau. Mungkin kelempar." Jawab Sashi.
Arjuna kemudian mencari ponsel Sashi dan menemukan ponsel itu sudah mati dengan layar yang hancur karena tertimpa Marching bell.
mz arjunaku yg ca'em,bagus,guanteng sak kabehe,smpyn meneng mawon.lenggah sing tenang.tak santette sandi sak krocone.😡🤬😤
ayoooo juna sentil si sandi dengan kelelawar🤭