NovelToon NovelToon
Yogyakarta Di Tahun Yang Menyenangkan

Yogyakarta Di Tahun Yang Menyenangkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:915
Nilai: 5
Nama Author: Santika Rahayu

Ketika cinta datang dari arah yang salah, tiga hati harus memilih siapa yang harus bahagia dan siapa yang harus terluka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santika Rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 19

Pagi di Spanca berjalan seperti biasa. Para siswa terlihat memasuki ruang kelas selesai berkumpul untuk pengarahan pagi. Di ruang kelas XI IPA 1, terdengar riuh rendah dari para siswa ketika guru belum memasuki ruang kelas.

“Aru, gue punya sesuatu buat lo.” Kata Alleta sembari menoleh ke arah Aru yang duduk di belakangnya.

“Apa tuh?” tanya Aru penasaran.

Alleta merogoh tasnya, “Tadaa...” serunya rendah, mengeluarkan untaian mutiara berwarna jingga dengan liontin kerang yang dia beli kemarin. “Nih, pake.” pintanya sembari menyodorkan gelang itu.

“Haa.., bagus banget..” balas Aru antusias, dia langsung menerima gelang tersebut dan memakainya. “Aaa makasih..” ujarnya manja, mendapati gelang itu yang terlihat sangat cantik dan pas di pergelangan tangannya.

“Iya sama-sama.” Alleta tersenyum kecil.

Disaat keduanya tengah asik mengobrol, Sagara memasuki ruang kelas. Kedatangan pemuda itu sontak mencuri perhatian Aru, bukan karena ketampanannya, melainkan karena gelang kerang berwarna putih pucat yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Ehh, lihat deh..” ujar gadis dengan rambut yang dikuncir kuda itu. “Lo gak couplean sama Sagara kan?”

“Hah?” perkataan Aru sontak membuat Alleta tersedak kecil, “Apaan sih, kebetulan aja itu.” balas Alleta, nadanya terdengar sedikit panik membuat Aru memicingkan matanya.

Tristan yang duduk di sebelah kanan Alleta, tentu mendengar semua percakapan itu, dia menoleh ke arah Sagara–lebih tepatnya pergelangan tangan Sagara. Benar saja, gelang itu sama persis.

Aru semakin mendekat, matanya kini seperti seorang detektif yang tengah mengintai target. “All sumpah, warnanya, modelnya, sama banget.” ujarnya lagi.

“Ckk..” Alleta berdecak pelan, “Udah ah, gak mikir usah aneh-aneh.”

Tepat setelah Alleta mengucapkan itu, seorang guru kimia bernama Pak Tias memasuki ruang kelas.

“Selamat pagi anak-anak.”

“Pagi pak.” jawab siswa serempak.

Pak Tias meletakkan mapnya di meja guru, lalu menatap seisi kelas sekilas. “Baik, sebelum kita mulai, saya absen dulu.”

Suasana kelas perlahan menjadi lebih tenang, meski bisik-bisik kecil masih terdengar di beberapa sudut. Nama demi nama dipanggil.

Setelah selesai mengabsen, pak Tias berdiri di depan kelas, “Baik semuanya, sesuai janji kita minggu lalu, hari ini kita akan ke lab untuk eksperimen.”

“Yuhuuu...” mendengar kata eksperimen, seisi kelas tiba-tiba riuh, para siswa terlihat bersemangat. Ya eksperimen memang lebih menyenangkan dibanding harus menghafal rumus rumus kimia.

“Okey tenang,” ujar pak Tias, tegas. “Sekarang silahkan bentuk kelompok dua orang.”

Suasana kelas kembali riuh. Kursi bergeser, beberapa siswa langsung saling menoleh mencari pasangan.

Sagara awalnya hendak memanggil Alleta, namun Nayla lebih dulu menghampirinya. “Sagara, kita satu kelompok ya.” ujar gadis itu.

Sagara hanya menatapnya sebentar, “Sorry, gua udah ada kelompok.”

Sebelum Nayla sempat mengatakan sesuatu, Sagara sudah lebih dulu melangkah ke arah Alleta, “All, kita satu kelompok.” pintanya pada gadis itu.

Alleta menoleh ke arah Nayla sebentar, kemudian kembali ke arah Sagara. Gadis itu sempat ragu sebelum akhirnya mengiyakan ajakan Sagara. “Oke.”

Tristan baru saja akan mengajak Alleta satu kelompok, karena biasanya jika ada kelompok berpasangan mereka selalu bersama, tapi kali ini ada yang berbeda.

“Nay satu kelompok sama gue.” ujar Aru mengajak gadis yang baru ditolak itu untuk satu kelompok dengannya.

Nayla sempat terdiam beberapa detik, jelas terlihat kaget. Namun Aru segera tersenyum ramah, seolah ingin menetralkan suasana.

“Ayo Nay, sama gue aja.” ulang Aru santai.

Nayla menarik napas pelan, lalu mengangguk. “Iya.”

Pada akhirnya, Tristan memilih satu kelompok dengan Bara, meski raut wajahnya jelas menunjukkan sedikit kekecewaan.

Pak Tias menepuk tangannya sekali. “Baik sepertinya semua sudah mendapat kelompok, sekarang silahkan berbaris rapi, kita langsung ke lab.”

Para siswa mulai keluar kelas. Lorong sekolah kembali ramai oleh langkah kaki dan obrolan ringan. Alleta berjalan di samping Sagara, menjaga jarak seadanya, namun tetap saja ia bisa merasakan keberadaan pemuda itu dengan jelas.

“Lo gak keberatan kan?” tanya Sagara pelan, tanpa menoleh.

Alleta menggeleng kecil. “Enggak.”

Sagara mengangguk, senyum tipis terukir di wajahnya.

Sesampainya di laboratorium, masing-masing kelompok menempati meja praktikum. Alleta dan Sagara mendapat meja di dekat jendela. Cahaya matahari pagi menembus kaca, memantul di meja dan alat-alat kimia.

Pak Tias mulai menjelaskan prosedur eksperimen. “Perhatikan langkah-langkahnya. Jangan asal mencampur bahan dan pastikan kalian berhati-hati, jangan sampai menyentuh zat cairnya, karena bisa terbakar.”

“Baik pak..” ujar para siswa serempak.

Semuanya terlihat mulai mengikuti langkah-langkah, ada yang langsung berhasil dalam sekali campur, ada yang harus mencoba beberapa kali.

“Lah, punya gue jadi unggu.” celetuk Vero dari belakang.

“Punya gue malah berbuih.” kata Nula, menunjukkan hasil kerjanya.

Pak Tias hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan para siswa di barisan belakang.

Pak Tias berjalan menyusuri deretan meja praktikum, matanya awas memperhatikan setiap kelompok. “Makanya saya bilang, ikuti urutan. Jangan asal tuang,” tegurnya sambil menunjuk larutan milik Vero yang berubah warna mencolok.

Di meja dekat jendela, Alleta membaca ulang lembar instruksi dengan seksama. “Langkah ketiga dulu, terus tunggu tiga puluh detik,” gumamnya pelan.

Sagara mengangguk. “Gue yang tuang, lo catat hasilnya aja.”

“Oke.”

Sagara menuangkan larutan bening ke dalam tabung reaksi dengan hati-hati. Alleta memperhatikan dengan saksama, jarinya siap di atas pulpen. Beberapa detik berlalu, cairan di dalam tabung perlahan berubah warna menjadi kebiruan.

“Berubah,” ucap Alleta refleks.

“Berarti reaksinya berhasil,” jawab Sagara tenang.

Alleta tersenyum girang kemudian menuliskan hasilnya pada kertas.

Namun suasana nampak sedikit berbeda di meja sebelah, Tristan sedari tadi terlihat tidak fokus dan beberapa kali Bara harus menegurnya.

“Triss.., kebanyakan...” ujar Bara, dia dengan cepat mengambil alih cairan yang dituang Tristan.

Tristan yang sedari tadi menuangkan zat cair itu sembari matanya fokus ke arah lain, akhirnya tersadar.

Tristan berkedip beberapa kali, seolah baru kembali ke tempatnya berpijak. “Hah? Oh… iya,” gumamnya pelan, sedikit terlambat.

Bara menatapnya heran. “Lo kenapa sih dari tadi? Fokus dikit kek. Lo ada masalah?.”

“Enggak, gue gak apa-apa.” balas Tristan seadanya. Tangannya meraih tisu, membersihkan tetesan cairan yang hampir meluber. Meski begitu, pandangannya tanpa sadar kembali melayang ke meja dekat jendela.

Sejak beberapa hari, ia merasa ada yang sedikit berubah. Alleta terlihat lebih dekat dengan Sagara dibanding dirinya dan hal itu membuat sesuatu yang tidak nyaman semakin terasa di hati Tristan.

Saat jam istirahat, Tristan memutuskan untuk pergi ke kantin terlebih dahulu. Pemuda itu memesan satu cup es matcha kesukaan Alleta, dia juga membeli roti bakar dengan toping stoberi.

Setelah mendapat pesannya, Tristan melangkah cepat menuju ruang kelas. Tetapi ketika sampai di kelas, dia tidak mendapati keberadaan Alleta, matanya melihat sekeliling, tatapannya menyapu seluruh ruangan.

“Alleta mana?” tanyanya akhirnya, pada Aru yang tadinya tengah sibuk dengan ponselnya.

“Di taman kayaknya.” balas Aru singkat.

Tristan langsung melangkah keluar, matanya nampak bersemangat untuk memberikan makanan dan minuman kesukaan sahabatnya itu.

Pemuda itu berlari kecil saat merasa jalannya terlalu lamban. Tetapi detik berikutnya, langkah itu tiba-tiba terhenti, binar matanya seketika menghilang.

Di bangku taman, di bawah pohon rindang, tak jauh dari tempat Tristan berdiri sekarang.

Gadis cantik bermata cokelat teduh itu terlihat tengah membaca buku, tawanya terdengar sesekali, bukan karena bacaannya yang lucu, melainkan karena candaan dari pemuda yang kini duduk di sebelahnya–Sagara.

Tristan berdiri mematung. Tangannya yang menggenggam cup matcha terasa dingin, begitu juga dadanya.

Ia melihat bagaimana Alleta tersenyum, keduanya terlihat asik membaca sebuah novel, dan satu hal yang tak ingin Tristan akui, mereka memang terlihat cocok.

Tawa renyah gadis itu kini terdengar begitu jauh, seolah bukan lagi untuknya.

Tristan menghela nafas, dia kemudian kembali ke lorong menuju ruang kelas. Langkahnya tak lagi terlihat bersemangat, roti bakar yang dipegangnya sudah mulai dingin saat Tristan akhirnya memutuskan untuk memakannya.

...****************...

Malam turun tanpa suara, lampu-lampu di sepanjang jalan dan rumah-rumah mulai menyala redup, angin berhembus perlahan membawa dingin yang menenangkan dada.

Di dalam sebuah kamar sederhana, dengan cat berwarna abu, dan beberapa poster yang tertempel di dinding. Terlihat Tristan yang tengah merapikan buku-bukunya yang baru saja digunakan untuk belajar.

Buk..

Tangan Tristan yang tengah menata buku ke dalam tas, secara tidak sengaja menyenggol sebuah buku dengan cover tebal berwarna hitam.

Pada bagian depan buku ini terdapat tulisan "Photograph album" berwarna emas.

Tristan terpaku sejenak, tangannya kemudian terulur mengambil buku album yang terjatuh itu. Debu tipis menempel di sudut sampulnya, seolah buku itu sudah lama tak disentuh.

Perlahan, Tristan duduk di tepi ranjang. Jarinya menyusuri tulisan emas di bagian depan sebelum akhirnya membuka halaman pertama.

Foto-foto lama tersusun rapi di dalamnya.

Ada potret dirinya dan Alleta sewaktu kecil, dia mengingat kenangan pada setiap foto, senyumnya perlahan mengambang.

Pada halaman berikutnya, Tristan melihat sebuah foto ketika dirinya masih SMP. Dalam foto itu terlihat dirinya memegang kue ulang tahun dengan lilin angka empat belas di atasnya, di sebelahnya Alleta terlihat tersenyum lebar, matanya menyipit bahagia.

Ia membalik foto itu perlahan.

Ada banyak sekali foto kenangan mereka berdua, ada foto saat mereka bermain hujan, Tristan tertawa kecil mengingat kejadian pada foto tersebut. Saat itu, saat mereka berdua pulang sekolah, hujan deras tiba-tiba menerpa. Tristan dengan cepat mengeluarkan payung dari tasnya, namun Alleta lebih memilih bermain hujan, dia juga sempat mengambil beberapa foto selfie. Namun detik berikutnya sebuah mobil melaju dihadapan mereka, Tristan dengan sigap bersembunyi di balik payungnya, sementara Alleta menutupi wajahnya dari cipratan air yang dipercikan ketika mobil itu melindas genangan air.

Ketika akhirnya Alleta basah kuyup oleh percikan air, Tristan tertawa keras, tawa yang waktu itu terdengar begitu jujur.

Tristan berhenti membalik halaman, dia membaringkan tubuhnya menatap langit-langit kamar, menarik napas panjang lalu menghembuskannya.

“Salah ya All, kalau gue suka sama Lo?” gumamnya dengan tatapan yang masih tertuju pada langit-langit.

Ingatan ketika Alleta mengobrol dengan Sagara terputar di kepalanya, bagaimana gadis itu tersenyum lebar, tawanya yang ringan, semua tentang gadis itu yang kini terasa jauh.

“All, jujur gue cemburu, gue gak rela lihat Lo sama Sagara.” gumamnya lagi.

Detik berikutnya, pemuda itu terkekeh kecil, “Heh, tol*l banget. Udah jelas kita cuma sahabat, gak seharusnya gue punya perasaan lebih.” ujarnya menertawakan dirinya sendiri.

Tristan kemudian memejamkan matanya, namun bayangan Alleta malah semakin menari dalam pikirannya. Ia kemudian bangkit perlahan, menutup album foto itu dan meletakkannya kembali ke atas meja.

Helaan nafas kecil terdengar, Tristan kembali melangkah ke tempat tidur. Ia duduk bersandar pada bantal, tangannya meraih ponsel kemudian membuka aplikasi Instagram.

Pada beranda, langsung muncul postingan seorang pemuda yang tengah duduk di atas jetski, memakai kacamata hitam–Sagara.

Postingan itu baru diunggah kemarin malam, tak sedikitpun ada niat Tristan untuk memberikan like pada postingan itu. Tristan langsung mengscrolnya ke bawah, namun postingan yang muncul diatasnya malah membuatnya tertegun.

Postingan yang menampilkan Alleta di pantai, di bawah langit jingga gadis itu berpose membelakangi kamera, waktu unggahnya juga kemarin malam. Tiba-tiba Tristan kembali teringat gelang yang dikenakan Alleta yang sama persis dengan Sagara tadi di sekolah.

Pemuda itu berpikir cukup lama, semua itu seperti bukan kebetulan. Tetapi Tristan segera tersadar, dia menggeleng pelan, “Kalaupun mereka jalan berdua, yaudah. Lagipula apa hak gue?” batinnya berbisik.

Pemuda itu lanjut menggerakkan jarinya, melihat beberapa postingan baru yang muncul di beranda. Satu menit, dua menit, beberapa menit berlalu, awalnya semua baik-baik saja, hingga perasaan aneh tiba-tiba muncul di dada.

Tristan mengelus dadanya beberapa kali, sesak sedikit terasa, nafasnya sedikit berat. Tristan kemudian mendongak, menarik napas panjang kemudian menghembuskannya, beberapa saat napasnya kembali lega, namun detik berikutnya malah semakin sesak.

Tristan memijat tengkuknya, mencoba mengabaikan rasa sesak yang datang tiba-tiba. Dadanya naik turun tak beraturan, seolah ada beban yang menekan tepat di tengah-tengahnya.

“Gue kenapa sih…” gumamnya lirih.

Semakin dia mengabaikan, rasa sesak itu justru semakin parah, kini ia memegang dadanya yang terasa sakit.

“Uhuk..uhuk..”

Batuk Tristan terdengar kering dan berat. Tangannya kini menekan dada kiri, bukan untuk menahan rasa sakit, melainkan mencari kepastian bahwa dirinya masih bisa bernapas dengan baik.

Ia bangkit setengah berdiri, namun kepalanya terasa sedikit ringan. Tristan segera bersandar pada dinding, matanya terpejam rapat.

Disaat bersamaan, Naren tiba-tiba masuk, dia terkejut melihat abangnya seperti setengah sekarat.

“Bang.., abang kenapa?” tanyanya panik.

“Gak.., uhukk.., abang gak apa-apa.” balas Tristan, suaranya terengah-engah.

Anak laki-laki tujuh tahun itu terlihat semakin panik, “Bang.., Naren ambilin air ya.” dia langsung berlari keluar.

Naren berlari kecil keluar kamar, langkahnya terdengar tergesa menyusuri lorong rumah. Tak sampai satu menit, bocah itu kembali dengan segelas air putih di tangannya.

“Bang, minum…” ucapnya cepat, wajah polosnya penuh kekhawatiran.

Tristan membuka mata perlahan. Ia menerima gelas itu dengan tangan yang masih gemetar, lalu meneguk airnya sedikit demi sedikit. Tenggorokannya terasa kering, napasnya masih belum sepenuhnya teratur.

Beberapa saat kemudian, Tristan terlihat mulai stabil, napasnya kembali normal. Ia meletakkan gelas itu pada meja di samping tempat tidur, “Naren, dengerin Abang. Jangan kasih tau siapapun soal ini ya.”

Naren tampak bingung, “Tapi bunda harus tau, kalau abang kenapa-kenapa gimana?” balas pria kecil itu polos.

“Engga, abang gak kenapa-napa, tadi cuma gak sengaja ketelen permen aja.” ujar Tristan, jelas berbohong.

Naren memandang abangnya lekat-lekat, jelas tak sepenuhnya percaya. Alis kecilnya berkerut, bibirnya mengatup ragu.

“Bener?” tanyanya pelan.

Tristan mengangguk cepat. Ia meraih tangan kecil Naren, menggenggamnya sebentar. “Iya. Abang baik-baik aja sekarang.”

Naren akhirnya mengangguk, meski wajahnya masih menyimpan cemas. “Kalau gitu… Naren temenin abang ya.”

“Boleh,” jawab Tristan lirih.

...Bersambung......

...–Beberapa hati tetap menunggu, meskipun mereka tau tidak akan dipilih–...

1
Fathur Rosi
asik akhirnya up lagi
butterfly
lanjuttttt💪💪💪💪
Fathur Rosi
up Thor......... gasssss
Fathur Rosi
up Thor......... gasssss
Fathur Rosi
mantap
Lilis N Andini
lanjut /Rose//Rose//Rose//Rose//Rose/
Sant.ikaa
Kalian tim Tristan Alleta OR Sagara Alleta
Sant.ikaa
Yang mau lanjut absen dongg
butterfly
lanjut thor 💪💪
Sant.ikaa: sudah nihh
total 1 replies
Fathur Rosi
asik ceritanya...... gassssss
Siti Nina
Oke ceritanya Thor 👍👍👍
Lilis N Andini
ceritanya bagus,dengan latar sekolah yang menggemaskan seakan bernostalgia ketika masa putih abu
Sant.ikaa: terimakasih dukungannya😊
total 1 replies
Lilis N Andini
ditunggu upnya kak/Heart/🙏
Lilis N Andini
Aku mampir kak....semangat/Rose//Rose/
kalea rizuky
lanjut banyak thor nanti q ksih hadiah
kalea rizuky
aduh km knp Tristan
kalea rizuky
yaaa sad boy donk tristan
kalea rizuky
kasian Tristan jd Ubi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!