Hidup untuk yang kedua kalinya Selena tak akan membiarkan kesempatannya sia-sia. ia akan membalas semua perlakuan buruk adik tirinya dan ibu tirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aulia indri yani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 15
Selena memasuki kamar Karina saat pemiliknya sedang mandi.
Tatapannya teralihkan ke meja belajar Karina. membuka salah satu buku catatan acak Karina.
kertas ujiannya ia taruh di atas buku itu. Untuk menyamai setiap kata alfabet tulisan Karina.
Mata Selena melotot penuh amarah. Seusai dugaannya. "Sialan." umpatnya, ia meremas kertas ulangannya.
Tulisan karina sama dengan tulisan di kertas ujiannya. Sudah dipastikan Karina yang melakukan ini.
Ia menatap kamar mandi masih tertutup dan suara air menetes di lantai. Karina masih mandi, Selena tak akan membiarkan ini terjadi begitu saja.
Karina sudah menjelekkan nilainya.
jika Karina ingin mengambil jalan ekstrem. Maka Selena akan mengimbangi, ia pergi membawa kertas ujiannya dan kembali membawa sebotol minyak.
Minyak itu menetes mengotori—menggenang didepan pintu kamar mandi.
Selena tersenyum, senyuman puas dan sadis. Mata birunya menggelap seperti laut dalam penuh misteri dan rahasia.
saat terdengar suara pintu diputar, Selena segera bersembunyi.
Ia ingin melihat hasilnya. Bersembunyi di bawah ranjang sembari memperhatikan Karina.
Desahan puas dan lega keluar dari bibir Karina. Beban aktivitas hari ini sedikit terangkat dari benaknya
Ia mengeringkan rambut nya yang basah menggunakan handuk kecil. Bersenandung lembut sebelum melangkah.
Kakinya menyentuh genangan itu. Waktu terlambat, Karina melihat ruangan memutar—kakinya tergelincir kedepan tanpa kendali.
Suara benturan tak bisa di hindari. Kepalanya menyentuh sisi pintu, kakinya terkilir dengan posisi menekuk secara menyakitkan.
Karina menjerit keras dengan rasa sakit menyeluruh tubuhnya.
Didalam bawah ranjang mata Selena menggelap dengan senyum dingin. Merasakan kepuasan mendalam—untuk pertama kalinya ia melakukan kekerasan.
Namun hati Selena tampak puas, tidak merasa bersalah sedikit pun.
Jeritan itu mengundang Wirya dan Evelyn masuk kedalam kamar. Mereka berdua segera membangunkan Karina dari lantai.
"Ada apa denganmu, sayang?!" tanya Evelyn panik dan bingung.
Wirya menahan tubuh Karina yang tidak seimbang karena salah satu kakinya tampak terkilir. "Hati-hati lagi saat berjalan Karina. apalagi memakai sendal dari kamar mandi, itu bahaya."
Mereka berdua menganggap kecelakaan Karina sebagai kecerobohan Karina sendiri. Tanpa mengetahui minyak itu sudah menyatu dengan rintikan busa yang di menempel bawah alas sandal.
Karina cemberut, "Cepat tolong! Ini sakit!" rengekannya membuat mereka berdua mengangguk.
Wirya dengan hati-hati menuntun Karina untuk pergi ke ruang tamu untuk mengambil obat.
Setelah mereka berdua pergi, barulah Selena keluar dari tempat persembunyiannya.
Tatapannya kosong menatap pintu, sebelum melirik arah pintu kamar mandi. "Kau yang memulai ini Karina.. Aku akan menambahkannya dengan sedikit lebih menarik."
Tangan Selena terkepal erat dengan mata berbinar—melotot penuh tekad dan pembalasan gelap. "Aku akan menghancurkanmu."
saat keadaan rumah sepi—Selena memastikan semua sudah lelap dalam mimpi mereka. Ia melepaskan tali yang sudah di ikat kuat di tiang balkon kamarnya.
melirik ke bawah. Ada dua penjaga yang berpatroli.
Detik menit berikutnya kedua penjaga itu mengambil setiap 30 menit untuk istirahat sejenak ditengah pukul 12 malam.
Selena mengikat kedua tangannya dengan kain yang ia sobekan dari baju tidurnya.
Ia mengambil ikatan tali yang menggantung di udara. Tubuhnya menaiki tiang balkon kamarnya, sebelum dengan hati-hati turun kebawah menggunakan tali.
angin malam menerpa—membuat tubuhnya terombang-ambing di udara.
Genggaman Selena mengencang mengencang ditali. Ia melirik ke atas, ikatan tali tiang balkon sedikit melonggar.
Ia tetap bertahan, berfikir. Sebentar lagi ikatan tali melonggar. Melirik kebawah—balkon kamar ibunya masih jauh dibawah sana.
Dengan ayunan angin membuat tubuh Selena kembali terombang-ambing
ikatan itu tidak tahan lama. Terlepas dari tiang balkon. Pegangan Selena kehilangan pijakan pada tali.
Tubuh terjun bebas seperti boneka kain. Sebelum tangannya tersangkut pada sisi balkon kamar mendiang ibunya.
Tubuhnya menggantung di udara. Dengan erangan pelan dan sekuat tenaga ia mencoba berpegangan erat—menaikkan tubuhnya ke atas.
Sampai di atas nafasnya tersengal-sengal. Adrenalin tadi membuat dirinya hampir menghilangkan nyawanya.
Kemudian Selena berbalik, membuka pintu balkon yang tertutup debu dan jendela yang sudah usang.
kamar itu sangat gelap, Selena menggunakan senter kecil agar tidak menarik perhatian dari cctv diluar kamar Ini.
Perhatiannya langsung pada lemari pakaian ibunya.
Membukanya—hanya pakaian biasa yang selalu ibunya gunakan sehari-hari.
Namun ia melihat plastik didalam lemari. ia membuka plastik itu, ada baju ibunya sudah compang-camping. Dikotori bekas noda darah yang sudah mengering dengan bahan sudah menguning.
"Ibu... Siapa?" otaknya bertanya-tanya. Matanya menggelap dengan tangan gemetar memegang pakaian itu.
Ini adalah pakaian yang ibunya gunakan sebelum akhirnya meninggal dunia.
Namun saat melihat jasad ibunya, dia memakai pakaian yang berbeda—bukan yang ini.
Bayangan muncul dari sela-sela bawah pintu.
Selena segera bertindak—bersembunyi dibawah ranjang kasur.
"Tidak ada apapun." itu suara Evelyn. Seperti mencurigai sesuatu yang aneh dikamar ini.
matanya menyipit mengamati kamar tidak terawat ini.
Wirya mendesah, apakah ia paranoid? Namun ia seperti baru mendengar orang yang berkeliaran.
"Kau mungkin kelelahan sayang.. atau kau belum move on dari mantan istrimu?" tanya Evelyn dengan manis namun matanya menunjukkan rasa tidak
"Jangan konyol, aku tidak mencintai Ana." jawab Wirya menegaskan.. Meski hati terdalamnya terus membayangkan sentuhan dan tatapan lembut dari mendiang istrinya.
Itu hanya kenangan kan?
Evelyn hanya mengangguk mengiyakan, meski tak percaya. Mengajak Wirya untuk kembali tidur kekamar mereka berdua.
pintu tertutup dan terkunci lagi.
Selena keluar dari bawah ranjang tempat tidur. Dekapannya semakin erat pada pakaian sisa ibunya.
Ia melihat pintu terasa hampa. Mengapa ayahnya begitu tega melupakan ibunya—Ana dengan mudah seperti membuang sampah dan dilupakan?
"Kalian berdua pasti terikat oleh kematian ibuku.. Aku akan membuat kalian menanggung akibatnya." bisik Selena penuh janji.
Ia keluar dari balkon kembali.
Tali sudah terjatuh di tanah. Ia masih memiliki waktu 15 menit lagi sebelum penjaga mulai kembali bekerja.
Selena mendekap baju dan buku diary milik ibunya di dadanya seperti barang berharga. Matanya berlinang penuh kekuatan dan harapan.
Tinggi balkon tidak jauh, berbeda dengan tinggi balkon kamarnya.
mulutnya tersumpal erat dengan kain bekas tangannya.
Dengan tekad dan kepercayaan diri. Selena melompat dari balkon kamar ibunya yang berjarak sekitar 3 meter. Tubuhnya beberapa detik terlempar seperti boneka kain.
Tubuhnya ambruk di tanah, erangan tertahan karena kain itu.
Hanya butuh nafas tersengal-sengal beberapa menit, Selena bangkit. Menyingkirkan rasa sesak didada dan tubuhnya. Ia mendekap barang berharga didadanya—membawa ikatan tali panjang bersamanya.
Berlari kebelakang untuk menuju kamarnya melewati dapur pembantu. Ruangan itu sudah sepi, karena pembantu sudah tidur. Lebih cepat ke arah menuju kamarnya.
sesampai dikamar, ia menghela nafas lega. Bersandar dipintu kamarnya.
Menatap barang yang mungkin berguna untuknya. air mata kesedihan dan kerinduan menyatu menjadi kesengsaraan.