"Tapi Kek, aku tak mengenalnya. Dan dia pria kota, mana cocok denganku yang hanya seorang gadis desa."
"Kamu hanya belum mengenalnya, dia anak yang baik. Jika Kakek tiada, kamu tak sendiri di dunia ini. Jadi Kakek mohon, kamu harus mau di jodohkan dengannya."
Aruna hanya diam, dia tak bisa membantah permintaan sang Kakek. Sedari kecil dia dirawat oleh Kakek Neneknya, karena orang tuanya mengalami kecelakaan dan tewas ketika dia berusia 5 tahun. Sejak saat itu hidup didesa, dan membantu Kakek Neneknya bertani diladang adalah kehidupan bagi Aruna.
Tapi ksetelah kepergian Nenek satu bulan lalu, jujur membuatnya kesepian walaupun ada Kakek juga asisten rumah tangga yang sedari dulu sudah bekerja di tempat sang Kakek.
Waktu pernikahan tiba, dua orang asing menikah tanpa ada rasanya cinta dihati mereka. Pria itu anehnya juga tak menolak perintah dari Kakeknya, setuju dan menjalani perjodohan yang sangat mendadak.
"Kita sudah menikah, tapi ada batasan antara aku dan kamu. Dan akan aku je
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SecretThv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam
Akhirnya masakan Aruna di bantu oleh Nova sudah siap, mereka segere mempersiapkan semuanya di meja makan. Namun Aruna ingat jika Nova ingin dimasakkan abalon olehnya, jadi tak semua di sajikan dimeja makan.
"Kak Nova, ini aku sisakan setengahnya untuk dibawa pulang. Dan nanti Kak Nova bisa makan sampai kenyang di sini," ujar Aruna dengan senyum indahnya.
"Baiklah, wah terimakasih gadis kecilku. Aku sangat menyukainya," kata Nova.
"Gadis kecilku? Jangan pakai panggilan itu Kak, aku lebih suka kamu panggil namaku." Dengan nada rendah namun mempertegas pada Nova.
Nova terdiam karena dia merasa Aruna sangat keberatan dengan panggilan tersebut, dia pun meminta maaf karena sudah lancang dan tak sopan padanya.
"Ma-maafkan aku, aku salah dan tak sopan padamu." Kata Nova.
"Aku maafkan, sudah yang penting jangan di ulangi lagi. Ini, sudah aku bungkuskan." Memberikan kotak berisi abalon yang sudah dimasak.
"Terimakasih cantik."
Aruna hanya tersenyum, dia segera membersihkan diri dulu sebelum makan malam bersama. Karena sedari pulang dia belum memberikan diri, dan langsung menyiapkan semua bahan-bahan masak, hingga menjadi masakan yang siap disantap.
Sedangkan Nova menunggu, sebelum Aruna selesai dia ingin menemui Sagara yang belum beberapa lama ini masuk keruang kerja tanpa Elen.
"Sagara, aku ingin bicara." Ucapnya.
"Masuklah."
Nova segera masuk, tangannya satu ada didalam satu celananya. Dia terlihat begitu keren dan gagah saat aura pemimpin muncul di wajahnya, lalu berjalan menarik kursi tanpa dipersilahkan oleh pemiliknya.
"Kenapa kamu menyuruh Aruna masak untuk kekasihmu? Tidak bisakah kekasihmu sendiri yang masak untukmu?" tanya Nova.
"Aruna saja tak keberatan, kenapa kamu keberatan?" tanyanya balik, dengan menghentikan aktifitasnya dan kini netra kedua pria itu saling menatap.
"Aku tak suka, Elen juga seenaknya menyuruh Aruna seperti seorang pelayan. Apa kamu tak kasihan pada sepupumu itu, bela dia didepan kekasihmu. Ikatan keluarga lebih penting, dari pada hubunganmu dan Elen." Nova merasa berat atas perilaku Elen pada Aruna, yang terlihat semena-mena sekali.
Sagara menatap Nova tajam, dia seolah tak suka ada orang yang membicarakan Elen.
"Kau tau apa? Aruna saja tak merasa keberatan dengan hal ini, tapi kenapa kamu memprotesnya? Aruna belum menjadi milikmu, dia masih keluargaku!" Tegas Sagara, hingga kedua pria itu saling menatap tajam.
Nova jengah dengan sikap Sagara yang selalu mengutamakan kekasihnya, mengingatkan dia seperti beberapa tahun yang lalu, karena bagi Nova Elen pembawa bencana bagi Sagara.
"Tidak ingatkah yang terjadi pada adikmu juga karena dia!" Nova lebih membalas tajam ucapan Sagara.
Perasaan bersalah Sagara tiba-tiba hadir kembali, dimana malam itu kejadian naas membuat dunia mengubah adiknya perempuan satu-satunya. Sagara mulai menurunkan pandangannya dari Nova, dan wajah dingin tegasnya berubah menjadi sendu.
"Ingat hal ini, dia ..."
Ucapan Nova terpotong saat tedengar pintu ruang kerja Sagara di ketuk, suara lembut dari baliknya adalah suara Aruna yang meminta mereka untuk segera keluar, karena jam makan malam sudah tiba juga semuanya sudah siap.
"Keluarlah, kita makan malam. Semuanya sudah siap." Seru Aruna dengan suara lembutnya.
Nova segera bangkit dan membuka pintu, lain Sagara yang menatap keduanya saat pintu ruangan terbuka. Dia melihat jelas senyum Aruna yang manis dan penuh ketulusan, tiba-tiba saja detak jantungnya begitu cepat seolah berpacu dengan waktu.
'Aish, ada apa ini,' batin Sagara, dia memegangi dadanya tanpa disadari.
"Kak Sagara, panggil Kak Elen untuk makan malam." Pinta Aruna, karena dia sudah lelah membuat makanan jadi tak ingin lagi berurusan dengan kekasih suaminya.
"A-akh iya, baiklah." Mencoba bangkit dan melangkah pergi.
.....***.......
Kini mereka berempat ada disitu meja makan, beberapa hidangan tersaji terlihat sangat menggoda. Elen tertegun, bagaimana bisa gadis itu menyajikan makanan yang terlihat sangat mewah ini, dan aromanya sangat menggugah selera.
"Ayo Kak Elen, kamu pasti sudah lapar. Maaf sudah lama menunggu, semoga cocok dengan rasanya." Aruna mempersilahkan Elen lebih dulu, karena dia adalah tamu istimewa saat ini.
"Baiklah, jika tidak enak akan aku suruh masak ulang kamu." Menatap Aruna.
Aruna hanya tersenyum, "Ayo Kak Sagara, dan Kak Nova. Silahkan menikmati."
Sagara dan Nova langsung mengambil makanan yang ada di meja, beberapa hidangan yang menggugah selera. Dan juga masakan Aruna tak mengecewakan, sungguh seperti masakan chef bintang 5. Setiap elemen rempah dan bahan menyatu dengan sempurna, tetapi bagi Aruna itu biasa belum sempurna seperti masakan mendiang Ibunya.
'Ini sungguh sangat sempurna, tak ada cela bagiku menjelekkannya. Menyebalkan sekali.' batin Elen.
Padahal dimeja makan ini Elen berniat membuat Aruna malu dengan masakan yang di buat oleh gadis itu, tapi sepertinya tidak ada kesempatan untuknya atau celah menjatuhkan Aruna di sini. Karena terlihat semuanya menikmati masakan yang disajikan, dan melihat gadis itu tersenyum sungguh membuat rasa bencinya tumbuh berkembang.
"Elen, kenapa kamu menatap Aruna?" Nova menyadari jika Elen sedang menatap Aruna, dan sontak membuat Elen terkejut.
"A-aku hanya kagum padanya, dia begitu ahli dalam memasak. Sangat enak, karena makanannya yang enak aku hendak berterimakasih padanya. Tapi aku malah menatapnya begini." Mencari alasan agar Nova tak curiga padanya.
"Jangan terlalu menyepelekan orang dari tampilannya, karena biasanya mereka memiliki banyak kemampuan." Menatap Elen dengan tajam, sedangkan Aruna mencoba tak peduli dengan hal yang terjadi.
"Makanlah dengan benar, ini meja makan bukan tempat berdebat." Dengan nada datar Sagara memperingatkan kedua orang yang tak berhenti bicara juga seolah saling berdebat.
"Aku selesai, kalian selesaikan makannya. Aku akan ke kemari sebentar." Aruna bangkit dari duduknya, menaruh piring dan mencucinya. Setelahnya dia memilih prgi ke kamar, dari pada harus bersama ketiga orang yang selalu berisik.
Nova langsung diam, sedangkan Elen merasa senang karena gadis kecil itu pergi, tak ada yang membuat hatinya dongkol lagi saat makan.
"Sayang, suapi aku." Manja pada Sagara.
"Oke baby." Mengambil makanan dan menyuapi kekasihnya.
Sedangkan Nova makan sembari fokus ke ponsel, diam-diam dia mengirim pesan pada Aruna. Jika sudah selesai makan akan pamit, karena ada hal yang mendesak. Aruna segera keluar dari kamar, padahal baru beberapa menit dia masuk kini kembali lagi untuk mengantar Nova pulang.
"Aku selesai, terimakasih makanannya. Aku akan pulang." Seraya bangkit dari duduknya, dan menaruh alat makan kotor ke tempatnya.
Lalu berjalan menuju arah Aruna yang menunggunya, Sagara hanya menatap dingin keduanya, seolah tak suka namun dia sadar jika ada Elen disisinya.
"Sayang, kamu kenapa?"
"Tidak apa, kita lanjutkan lagi makannya." Menyuapi Elen kembali, walaupun Elen men nyadari sesuatu terjadi pada kekasihnya.
Nova pamit pada Sagara, lalu ditemani Aruna dia keluar dari apartemen milik sahabatnya itu. Tak lupa dia memberi pesan pada Aruna, dan meminta gadis kecil itu jangan menghiraukan perkataan Elen.