Boqin Changing, Pendekar No 1 yang berhasil kembali ke masa lalunya dengan bantuan sebuah bola ajaib.
Ada banyak peristiwa buruk masa lalunya yang ingin dia ubah. Apakah Boqin Changing berhasil menjalankan misinya? Ataukah suratan takdir adalah sesuatu yang tidak bisa dia ubah sampai kapanpun.
Simak petualangan Sang Pendekar Dewa saat kembali ke masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Marahnya Guru Tian
"Saudara Liang sebaiknya kita tunda penjelasan anda besok pagi saja. Sepertinya anda membutuhkan waktu lebih untuk beristirahat." ucap Wang Tian
Wang Tian memutuskan menunda keinginan mereka untuk mengetahui kejadian yang baru saja terjadi. Mengetahui bahwa Yuo Liang berasal dari kelompok aliran netral dan lawannya berasal dari sekte aliran hitam, Wang Tian merasa tidak perlu memperpanjang masalah ini.
"Betulkah tidak apa apa Saudara Tian? Aku tidak masalah jika kalian ingin mendengar penjelasanku sekarang."
"Tidak masalah Saudara Liang. Sebaiknya mari kita istirahat terlebih dahulu."
"Baiklah jika begitu. Besok pagi aku menunggu kalian untuk sarapan pagi bersamaku. Chang'er kamu juga ikut ya?"
"Baik senior." jawab Boqin Changing.
"Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih untuk bantuan kalian malam ini. Terima kasih untukmu Saudara Tian karena mau mengurus kekacauan yang aku buat."
"Chang'er terima kasih juga untukmu. Jika tanpa dirimu aku akan kesulitan kali ini."
"Sama sama senior. Aku hanya kebetulan berada disini dan bisa sedikit membantu." ucap Boqin Changing merendah.
"Jangan panggil aku senior Chang'er. Kamu boleh memanggilku paman jika kamu mau."
"Ah...Baik paman."
"Baiklah jika begitu. Aku pamit dulu Saudara Tian dan Chang'er. Sampai jumpa besok pagi."
Yuo Liang kemudian meninggalkan keduanya dan kembali ke kamarnya. Wang Tian kemudian mengajak Boqin Changing untuk menuju ke ruangan nahkoda dan kru kapal. Secara garis besar, Wang Tian menjelaskan bahwa kedua orang yang mati adalah pendekar aliran hitam dan orang terluka yang melawannya di atas kapal adalah pendekar dari Paviliun Teratai Naga.
Mendengar nama Paviliun Teratai Naga, para kru kapal menjadi lega. Nama itu sangat terkenal di Kekaisaran Qin dan merupakan kelompok yang sangat berpengaruh. Mereka sebagai kelompok aliran netral kadang juga menyewa beberapa kapal yang ada untuk kepentingan kelompok mereka.
Para kru kapal berfikir bahwa dua orang yang sudah mati tadi ingin mencelakai para penumpang kapal dan pendekar dari Paviliun Teratai Naga datang untuk mencegahnya. Padahal tidak ada kata itu keluar sedikitpun dari mulut Wang Tian.
Wang Tian juga memutuskan tidak membantah pemikiran liar para kru kapal tersebut. Baginya jika hal itu membuat para kru dan penumpang kapal merasa tenang dia tidak mempermasalahkannya.
Ketika para kru kapal ingin berterima kasih pada Yuo Liang, Wang Tian mencegahnya. Wang Tian beralasan bahwa Yuo Liang saat ini sedang beristirahat. Sebaiknya menunggu besok hari jika ingin berterima kasih kepadanya.
Wang Tian kemudian pamit kepada para kru kapal dan mengajak Boqin Changing untuk sama-sama kembali ke kamar mereka masing masing.
Saat perjalanan ke arah kamar mereka, Guru Tian tidak berhenti menceramahi Boqin Changing. Dia merasa muridnya ini susah sekali dinasehati.
"Chang'er jika kamu melihat masalah jangan gegabah bertindak semaumu."
"Baik guru."
"Ini sudah kesekian kalinya kamu mencampuri urusan orang lain selama perjalanan kita."
"Maaf guru."
"Jika terjadi apa apa padamu bagaimana?"
"Iya maaf guru."
"Lain kali jika kamu melihat suatu masalah beritahu aku dulu. Paham?"
"Iya guru."
Boqin Changing benar benar tidak berdaya sekarang. Gurunya terus memarahinya saat ini karena ulahnya. Sebagai murid yang berbakti, dia hanya bisa seolah membenarkan apa yang dikatakan gurunya.
Seorang yang di masa depan akan menyandang gelar pendekar dewa benar benar tidak berkutik dimarahi gurunya saat ini. Dia tidak mau membantah apa yang dikatakan gurunya. Boqin Changing paham, gurunya marah merupakan bentuk perhatiannya kepada dirinya.
Boqin Changing terlihat begitu menyedihkan ketika terus dimarahi gurunya. Dia menerima dimarahi saat ini karena utang budinya yang sangat besar baik di kehidupan pertamanya maupun di kehidupan keduanya saat ini. Gurunya adalah salah satu orang yang berjasa paling besar dalam hidupnya.
Melihat muka menunduk muridnya, Guru Tian akhirnya luluh juga. Dia sadar muridnya yang satu ini memang istimewa. Namun karena dia menganggap bahwa Boqin Changing masih anak berusia sembilan tahun maka dia perlu mendidiknya dengan baik.
"Chang'er, kamu tahu guru sayang padamu. Kamu adalah muridku yang terbaik. Aku hanya ingin perkembanganmu tidak terganggu." Ucap Guru Tian dengan nada yang lebih halus.
"Iya guru. Murid paham."
"Maaf jika guru barusan memarahimu. Sekarang kamu istirahat dulu. Besok pagi kita sarapan bersama lagi." ucap Guru Tian ketika telah sampai di depan kamar Boqin Changing.
"Guru.. Guru tidak perlu minta maaf. Ini betul betul salah murid."
"Sekarang istriahatlah. Ini sudah larut malam."
"Baik guru."
Guru Tian pun meninggalkan Boqin Changing dan menuju kamarnya. Boqin Changing sendiri segera masuk ke kamar dan merebahkan diri di tempat tidurnya.
"Huaaah... Lain kali aku harus berhati hati jika bertindak. Guru sepertinya marah jika aku bertindak sembrono lagi." gumam Boqin Changing.
Malam ini Boqin Changing memutuskan tidak bermeditasi. Dia merebahkan diri di tempat tidur dan kemudian beristirahat. Secara fisik dia sangat baik tanpa terluka sedikitpun. Namun secara mental dia merasa penyesalan karena kemarahan gurunya.
Beberapa tahun lalu dia masih menjadi pendekar dengan ranah dewa. Tidak ada satupun makhluk hidup berani memarahinya. Namun di kehidupan keduanya ini sudah ada dua orang yang memarahinya. Satu ibunya satu lagi gurunya. Hanya ayahnya sebagai orang terdekatnya yang tidak pernah memarahinya.
Boqin Changing sebenarnya tidak masalah jika orang orang terdekatnya memarahinya. Mungkin mereka merasa Boqin Changing terlalu dewasa secara tingkah laku walaupun secara fisik masih seorang anak anak. Kemarahan mereka merupakan suatu bentuk rasa sayang kepada dirinya.
...*****...
Keesokan harinya pun tiba. Boqin Changing telah bersiap dan menunggu di depan pintu kamar gurunya. Dia bersiap untuk sarapan pagi bersama gurunya.
Boqin Changing tidak mengetuk pintu gurunya. Dia pikir mungkin saja gurunya masih marah hingga saat ini. Sampai akhirnya pintu kamar gurunya terbuka.
"Chang'er kamu mengagetkanku?" ucap Guru Tian pura pura
"Maaf guru. Aku hanya mau menjemputmu untuk sarapan pagi."
"Apakah kamu sudah lama disini Chang'er?"
"Belum guru. Murid baru saja sampai."
Padahal sudah setengah jam Boqin Changing ada di depan pintu kamar gurunya. Dari tadi Boqin Changing mondar mandir apakah perlu mengetuk pintu gurunya atau tidak namun akhirnya memutuskan untuk menunggu saja di depan kamar gurunya.
Guru Tian sebenarnya tahu ada seseorang yang menunggu dirinya di depan pintu. Dari bunyi langkahnya dia tahu bahwa itu adalah muridnya. Namun dia membiarkannya dan menunggu Boqin Changing mengetuk pintu kamarnya. Namun setengah jam menunggu dia tidak mendengar bunyi ketukan pintu kamarnya.
Guru Tian kemudian berfikir bahwa mungkin Boqin Changing takut untuk mengetuk pintunya karena kejadian semalam. Ada sedikit penyesalan timbul karena dia memarahi muridnya. Namun menurutnya, apa yang dilakukannya sudah benar. Muridnya telah bertingkah terlalu dewasa untuk anak seusianya.
Guru Tian berfikir jika ilmu beladiri sudah diturunkannya semua, maka saat ini dia harus mendidik Boqin Changing dalam bersikap.
"Chang'er ayo kita sarapan dulu." ucap Guru Tian ramah.
"Baik guru."
Boqin Changing membalas senyuman hangat gurunya. Dia berfikir saat ini gurunya sudah tidak marah lagi kepadanya.
"Ayo Chang'er. Mungkin saat ini Pendekar Liang sudah menunggu kita di ruang makan."
"Baik guru."