Ratih yang tidak terima karena anaknya meningal atas kekerasan kembali menuntut balas pada mereka.
Ia menuntut keadilan pada hukum namun tidak di dengar alhasil ia Kembali menganut ilmu hitam, saat para warga kembali mengolok-olok dirinya. Ditambah kematian Rarasati anaknya.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa.." Teriak Ratih dalam kemarahan itu...
Kisah lanjutan Santet Pitung Dino...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Ratih di pasung
Ratih membuka matanya lemas, ia sadar akan tetapi kakinya sudah di pasung. Ia mencoba untuk bergerak, tapi tidak bisa. Ia merasa lemah dan tidak berdaya.
Bude Sukma yang duduk di sebelahnya langsung memeluk Ratih. Saat melihat Ratih telah sadar "Tih, kamu sudah sadar," Bude Sukma berkata, sambil menangis.
Ratih tidak menjawab, ia hanya menatap Bude Sukma dengan mata kosong. Ia tidak tahu apa yang terjadi, dan mengapa ia dipasung.
Bude Sukma mencoba untuk menjelaskan situasi kepada Ratih, tapi Ratih tidak mendengar. Ia hanya menatap ke arah kakinya yang dipasung, dan merasa sangat lemah.
Tiba-tiba, Ratih berbicara dengan suara yang lemah. "Mba... apa yang terjadi?" Ratih bertanya, sambil menatap Bude Sukma.
Bude Sukma mencoba untuk menjawab, tapi tidak bisa. Ia hanya memeluk Ratih, sambil menangis.
Ratih kemudian menutup matanya lagi, dan tidak berbicara lagi. Bude Sukma masih memeluknya, sambil mencoba untuk menenangkannya.
Di luar, warga desa masih berkerumun di sekitar rumah Bude Sukma. Mereka masih membicarakan tentang kejadian semalam, dan tentang Ratih yang dipasung.
Seseorang misterius yang memperhatikan dari kejauhan, tersenyum jahat. Ia tahu bahwa rencananya telah berhasil, dan melenyapkan Ratih adalah awal dari keberhasilannya.
Tapi, di tengah-tengah kebingungan dan kekacauan, tidak ada yang menyadari bahwa ada seseorang yang memperhatikan mereka dari kejauhan. Seseorang yang memiliki rencana jahat, dan akan membuat keadaan menjadi lebih buruk...
Dan orang itu tak lain adalah Bu lurah, sesudah suaminya meningal. Pak lurah, Bu lurah mendapatkan hasutan dari Sinta, ia berbicara kalau orang yang membunuh pengawalnya dan orang yang membunuh pamanya adalah orang suruhan Ratih, awalnya Bu lurah tidak percaya, namun ia mulai percaya saat menguping pembicaraan Bude Sukma dan Ratih kemarin.
Dan sebenarnya ia juga yang meminta salah satu warga mengusulkan agar menyuruh Ratih di pasung.
Bu lurah tersenyum jahat, ia tahu bahwa rencananya telah berhasil. Ia telah memanipulasi warga desa untuk percaya bahwa Ratih adalah orang yang berbahaya, dan sekarang Ratih dipasung.
Bu lurah kemudian pergi dalam persembunyiannya, meninggalkan warga desa yang masih berkerumun di sekitar rumah Bude Sukma. Dan Bu lurah berniat akan ikut berkerumun, kembali memprovokasi para ibu-ibu.
Bude Sukma masih memeluk Ratih, sambil mencoba untuk menenangkannya.
"Tih, aku tidak tahu apa yang terjadi pada kamu, tapi untuk sementara waktu kamu harus seperti ini dulu, agar warga tidak tahu kalau kamu yang melakukan perbuatan keji itu. " Bude Sukma berkata lirih, suaranya terdengar berbisik,
"Tapi kamu jangan khawatir, aku akan selalu ada di sampingmu."
Dalam kepanikan yang ada, Bude Sukma hanya bisa menangis Ratih, karena seluruh warga desa merasa kalau Ratih telah mengalami depresi berat.
Tiba-tiba, di luar Bu lurah muncul di depan rumah Bude Sukma. Ia berbicara dengan suara yang keras, "Warga desa, aku telah mengetahui bahwa Ratih adalah orang yang berbahaya. Ia telah membunuh kelima pengawal Sinta tempo hari dan juga Suamiku. Aku meminta agar Ratih dihukum sesuai dengan hukum desa." Bu lurah berteriak. Ia mulai memprovokasi warganya.
Warga desa mulai berteriak, mereka meminta agar Ratih dihukum. Bude Sukma mencoba untuk membela Ratih, "Ada apa ini? kenapa mereka semua berteriak?" gumam Bude Sukma. "Tih, kamu disini sebentar, Mba mau keluar dulu, melihat keadaan di depan sana." Ujar Bude Sukma, ia segera beranjak.
Ratih masih lemas, tubuhnya bersandar pada saka (tiang) penyangga di dalam rumah, sementara kakinya masih terpasung.
"Aku tidak akan membiarkan kalian berbuat semau kalian pada Ratih." Bude Sukma keluar dari dalam rumah.
"Suka... diam kamu! Ratih adalah penjahat!" Bu lurah kembali bersuara.
"Jangan menuduh tampa bukti, Ratih tidak berbuat hal seperti itu. Justru suamimu, dan keponakanmu lah, yang jahat pada Ratih." Bude Sukma pasang badan, ia menatap kearah Bu lurah sinis.
Bu lurah tersenyum jahat, "Jangan percaya pada ucapan Sukma! aku yakin Sukma juga turut andil dalam kejadian akhir-akhir ini, di kampung ini." Bu lurah, pura-pura menangis ia tahu bahwa rencananya pasti telah berhasil. Ia telah memanipulasi warga desa untuk percaya bahwa Ratih adalah orang yang berbahaya, dan sekarang Ratih akan dihukum...
"Tidak jangan percaya itu." Bude Sukma menghalangi pintu rumahnya, agar beberapa warga tidak masuk.
Melihat itu Bu lurah terseyum puas, ia merasa kalau tindakan salahnya itu, telah berhasil, padahal semua itu juga adalah awal dari kehancurannya.
"Tolong jangan lakukan ini." Bude Sukma masih berusaha menahan mereka yang hendak masuk, mereka membawa batu di tangan masing-masing.
"Minggir kau Sukma..." Salah satu wanita yang sangat benci pada Ratih. Ia langsung mendorong Bude Sukma, hinga Bude Sukma jatuh terbentur pintu, ia sudah berusaha, akan tetapi tenaga para warga itu begitu kuat.
"Aaaaa....." Ratih menjerit saat di lempari batu oleh warga desa.
"Kau sungguh biadab Jenang. Suamimu dan keponakanmu yang berulah tapi kau malah memutar balikan fakta kepada sepupuku!" Bude Sukma meludah di tanah, ia merasa muak dengan tindakan Bu lurah.
"Seharusnya kau ambil pelajaran dari ini semua, bukanya kau malah menghakimi Ratih!" Bude Sukma masih menatap tajam kearah Bu lurah.
"Diam kau Sukma!" Bu lurah menutup kedua telinganya. "Tapi dia juga yang membuat suamiku tewas suka!" Bu lurah, tantrum.
"Dasar wanita bodoh! harusnya kau buka matamu lebar Jenang, kau sudah di Khianati suamimu, bahakn sebelum tewas kau juga melihat suamimu habis mel*te dengan wanita jal*ng itu! seharusnya kau bersyukur Jenang, karena laki-laki tidak setia mu, itu lenyap dari muka bumi ini! kalau aku jadi kamu, sudah pasti aku lebih milih menikahi lagi daripada menjatuhkan ludah lalu kau jilat lagi!" Bude Sukma kembali meludah, ia beranjak dari tempatnya meskipun kepalnya terasa keliyangan. Akan tetapi ia harus kembali masuk kedalam untuk menghentikan aksi ibu-ibu yang menghujani Ratih dengan batu.
Bu lurah merasa tertampar dengan ucapan Bude Sukma. Sementara itu Bude Sukma langsung masuk kedalam kembali menghentikan aksi mereka yang sedang melempari Ratih batu.
Ratih merasa sakit, akan tetapi tidak ada darah yang keluar dari tubuhnya. "Sudah hentikan ini, jangan diteruskan." Teriak Bude Sukma. Akan tetapi tubuh Ratih begitu lemas, ia langsung terbaring di atas tanah.
Sementara diluar Tuan Zacky datang dari semarang, ia sengaja datang seorang diri kedesa Pengasinan. Kembali untuk menengok keadaan Ratih. Saat tiba di desa ia begitu terkejut melihat warga nampak penuh emosi dan berkerumun di rumah Bude Sukma.
"Ada apa ini?" kata Tuan Zacky berusaha menghentikan aksi mereka yang masih protes meminta Ratih di usir dari desa itu, bahkan usulan hukum adat desa di layangkan.
Sementara Bu lurah langsung pergi saat melihat Tuan Zacky datang.
"Bubar kalian semua, atau saya laporkan kepada pihak berwajib, karena kalian main hakim sendiri." Hardik Tuan Zacky. Warga desa yang sangat awam, mereka sangat takut dengan ranah hukum akhirnya mereka langsung bubar
pelan pelan aja berbasa-basi dulu, atau siksa dulu ank buah nya itu, klo mati cpt trlalu enk buat mereka, karena mereka sangat keji sm ankmu loh. 😥