Lana, seorang gadis yang tumbuh dalam pengabaian orangtua dan terluka oleh cinta, harus berjuang bangkit dari kepedihan, belajar memaafkan dan menemukan kembali kepercayaan pada cinta sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lidya Riani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 12 Bekal Untuk Lana
"Kamu sedang apa?" Nenek melirik Sakha yang sedari tadi sibuk berselancar di internet, matanya fokus pada layar laptop, mencari-cari produk yang cocok untuk gadis remaja.
Sakha menyandarkan tubuhnya di sofa besar ruang keluarga, memijit pelipisnya yang terasa penat. Ia menghela napas panjang, lalu melirik neneknya yang sedang menikmati teh hangat dengan mata terpejam, seolah setiap tegukan adalah surga kecil.
"Nek," panggilnya, suaranya terdengar berat.
"Kenapa, Cucu Nenek yang tampan?" sahut nenek, membuka matanya dan menatap Sakha dengan senyum lembut.
"Mmm... menurut nenek, hadiah apa yang cocok untuk teman Sakha?" tanya Sakha, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Teman kamu? Siapa?" tanya nenek, matanya menyipit curiga.
"Ya, pokoknya ada teman yang baik sekali. Sakha ingin memberikan hadiah untuknya, tapi bingung, hadiah apa yang cocok," jawab Sakha, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.
"Perempuan, ya? Kamu naksir dia, ya?" goda nenek, senyumnya semakin lebar.
Sakha menggaruk kepalanya lebih keras, pipinya sedikit merona. "Aduh, Nenek! Enggak, Sakha cuma ingin kasih hadiah untuk dia," elaknya, suaranya sedikit meninggi.
Nenek menyipitkan matanya, menyelidik.
"Lana, ya?" tebaknya, suaranya penuh kemenangan.
Raut wajah Sakha berubah, matanya melebar, terkejut dengan tebakan neneknya yang tepat sasaran.
"Kok, Nenek tahu?"
"Ya, memangnya kamu punya teman perempuan siapa lagi selain Lana?" seloroh nenek, sambil tertawa kecil.
"Lana ulang tahun?"
Sakha menggelengkan kepala. "Lalu, hadiah untuk apa?" tanya nenek, alisnya terangkat.
"Kemarin, Lana terlihat sedih. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi... dia kelihatan sangat murung," jawab Sakha, suaranya pelan, penuh kekhawatiran.
Nenek mengangguk-anggukkan kepala, memahami.
"Sepertinya Lana bukan orang yang suka dengan barang-barang bermerek atau benda-benda lucu yang disukai banyak gadis belakangan ini," ujarnya, matanya menerawang.
Sakha tampak berpikir keras, mengingat-ingat kebiasaan Lana.
"Benar, Nek. Lana memang tidak seperti kebanyakan anak perempuan di sekolah. Dia selalu tampil sederhana, sepatu, pakaian, tas, sama sekali tidak bermerek mahal, tapi terlihat bagus padanya. Wajahnya juga tidak memakai riasan tebal seperti gadis kebanyakan," gumam Sakha, suaranya terdengar kagum.
"Hufftt," Sakha menghela napas panjang, merasa frustrasi.
"Ahh..." Tiba-tiba, nenek menjentikkan jarinya, matanya berbinar. "Nenek punya ide bagus!" serunya, suaranya penuh semangat.
Ucapan nenek membuat Sakha sontak menoleh, matanya berbinar penuh harap.
"Apa itu, Nek?"
"Bekal!" seru nenek, senyumnya mengembang. "Bekal buatan kamu sendiri, Sakha! Lana pasti akan sangat senang."
...------------...
Sakha menatap kotak bekal yang sudah ia buat sejak pagi buta, matanya berbinar bangga. Yups, pemuda itu rela bangun pagi-pagi sekali demi membuat bekal spesial untuk Lana. Awalnya, ia ragu dengan ide neneknya, tapi setelah dipikir-pikir, ide itu brilian! Apalagi, ia tahu Lana sangat suka membawa bekal dan jarang jajan di kantin.
Bekal itu berisi nasi goreng ayam yang harum menggoda, potongan buah-buahan segar berwarna-warni, dan sebotol infused water lemon dan daun mint yang menyegarkan. Sakha tersenyum puas, yakin Lana akan menyukai kejutan ini.
Bel istirahat berbunyi, memecah keheningan kelas. Lana mengeluarkan tabletnya, bersiap melatih kemampuan bahasa Inggrisnya dengan soal-soal TOEFL. Sakha menghampiri Lana, matanya terpaku pada gadis itu yang sedang fokus mendengarkan listening practice melalui headphone.
"Tuk tuk," Sakha mengetuk meja Lana, membuat gadis itu terlonjak kaget dan menghentikan audio yang sedang diputar.
Lana mendongak, menatap Sakha dengan mata berkedip bingung. "Ada apa?" tanyanya, melepas headphone.
"Kamu bawa bekal hari ini?" tanya Sakha, matanya melirik tas Lana.
Lana mengangguk, lalu mengeluarkan sebuah apel dari tasnya. "Ini," jawabnya polos.
"Cuma apel?" tanya Sakha, alisnya terangkat.
Lana mengangguk. "Aku bangun kesiangan tadi, jadi nggak sempat buat bekal," ujarnya dengan nada menyesal.
"Kebetulan!" seru Sakha, matanya berbinar senang.
Lana mengerutkan kening, bingung. Tiba-tiba, Sakha menyodorkan kotak bekal dan sebotol minuman ke hadapan Lana. Mata gadis itu melebar, terkejut.
"Ini apa?" tanyanya, suaranya penuh tanda tanya.
"Bekal buat kamu," jawab Sakha, senyumnya mengembang.
"Hah? Kenapa?" tanya Lana, matanya menyelidik.
"Kenapa nggak?" balas Sakha, lalu duduk di bangku kosong di samping Lana.
"Iya, tapi kenapa kasih aku bekal? Dalam rangka apa?" tanya Lana, penasaran.
"Ini sebagai ucapan terima kasih, karena nilai Kimia dan Matematika aku aman!" seru Sakha, matanya berbinar.
"Oh iya? Berapa nilai ujian kemarin?" tanya Lana, matanya berbinar antusias.
"Mmm... Kimia 87 dan Matematika 93," jawab Sakha, senyumnya bangga.
"KEREN!" seru Lana, bertepuk tangan meriah.
"Nah, ini sebagai ucapan terima kasih," kata Sakha, menunjuk bekal di hadapan Lana.
Lana tersenyum lebar, lalu membuka kotak bekal itu. Matanya berbinar melihat nasi goreng yang harum dan menggugah selera.
"Waw," gumamnya kagum.
"Keren kan masakanku?" tanya Sakha, senyumnya bangga.
Lana mengangguk-anggukkan kepala seraya tersenyum.
"Kamu sendiri nggak bawa bekal?" tanyanya.
Sakha menggaruk kepala, lalu terkekeh. "Ketinggalan," jawabnya.
Lana tertawa geli. "Ya sudah, nih makan apel aku," katanya, menyodorkan apelnya.
"Jadi, kita tukeran nih?" tanya Sakha, senyumnya semakin lebar.
Keduanya tersenyum, lalu Lana mulai menyantap nasi goreng buatan Sakha. Suapan pertama masuk ke mulutnya, dan ekspresi wajahnya langsung berubah. Ia menoleh ke arah Sakha, mengunyah perlahan, lalu menelan.
"Kenapa? Nggak enak ya?" tanya Sakha khawatir.
Lana menarik kedua bibirnya, tersenyum lebar. "Enak kok. Enak banget malah," jawabnya, lalu mengambil suapan berikutnya.
"Beneran enak? Coba aku cicipi," kata Sakha, merebut sendok Lana dan menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
Seketika, matanya melebar, dan ia setengah berteriak, "ASIIIIIIINNN!"
Lana tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Sakha.
"Kok bisa asin begini ya?" tanya Sakha bingung.
Lana menyodorkan botol minuman kepada Sakha.
"Kok kamu bisa makan ini? Asin banget," kata Sakha, masih terkejut.
Lana masih tertawa geli. "Nggak apa-apa. Ini masih bisa dimakan kok," ujarnya, lalu kembali menyantap nasi goreng.
"Buang saja, jangan dimakan," kata Sakha, merebut kotak bekal dan menutupnya.
"Eits, mau dibawa ke mana?" sergah Lana.
"Buang," jawab Sakha.
"Jangan! Kamu sudah buat susah payah. Lagipula, dosa buang-buang makanan. Sini aku saja yang makan. Ini enak kok," kata Lana, lalu melanjutkan makannya dengan lahap, tanpa ekspresi terpaksa sedikit pun.
“Enak gimana sih? Nanti kamu sakit perut.” jelas Sakha lagi, mencegah gadis itu melanjutkan makannya.
“Sakha, ini cuma asin bukan beracun!”
tak bapak tak ibu sama aja dua duanya jahat sama anak sendiri