Seorang siswa SMA yang bernama Revan Abigail adalah siswa yang pendiam dan lemah ternyata Revan adalah reinkarnasi seorang Atlet MMA yang bernama Zaine Leonhart yang ingin balas dendam kepada Presdirnya.
Siapakah Zaine Leonhart yang sebenarnya? mengapa Zaine melakukan Reinkarnasi? Rahasia kelam apa yang disembunyikan Presdir itu?
Ikuti misteri yang ada di dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lynnshaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - BAYANGAN MASA LALU
...****************...
Beberapa hari berlalu, dan Revan masih berusaha menerima kenyataan bahwa ada sesuatu yang sangat aneh terjadi pada dirinya. Ia merasakan tubuhnya semakin kuat setiap harinya, dan lebih banyak kenangan Zaine mulai mengalir ke dalam pikirannya. Ingatan tentang Zaine Leonhart, legenda MMA yang tak terkalahkan, mulai memenuhi pikirannya.
Revan merasa semakin bingung. Di satu sisi, Zaine selalu membisikkan suara-suara yang mengingatkan tentang balas dendam—sebuah misi yang tidak ingin Revan lakukan. Namun, di sisi lain, tubuhnya kini lebih kuat dari sebelumnya, refleksnya lebih tajam.
Suatu hari, saat Revan sedang berjalan pulang dari sekolah, dia tiba-tiba merasa ada sesuatu yang menarik dirinya ke sebuah tempat. Tanpa sadar, dia berjalan menuju sebuah gym MMA yang baru saja dibuka di dekat sekolahnya. Revan berhenti di depan pintu gym, merasa bingung.
"Tunggu… napa gue ada disini?" bisik Revan.
Suara Zaine kembali terdengar di kepalanya.
"Ini tempat yang tepat, Revan. Ini adalah tempat di mana kamu bisa melatih tubuh ini lebih baik dan kau bisa menjadi atlet MMA sama sepertiku. Ini adalah tempat di mana kita bisa mempersiapkan diri untuk misi kita."
Revan menggelengkan kepala. "APAAN SIH? GUE GAMAU!"
Namun, tubuhnya bergerak sendiri, memasuki gym dengan langkah yang penuh percaya diri. Di dalam gym, para petarung sedang berlatih keras, dan Revan bisa merasakan kegelisahan dalam dirinya semakin meningkat. Tetapi ada sesuatu dalam tubuhnya yang membuatnya ingin terus melangkah maju.
Ketika seorang pelatih gym melihat Revan masuk, dia mendekat. "Eh, kamu baru di sini? Mau latihan seni bela diri atau mau nge-gym?" tanya pelatih itu.
Revan menggelengkan kepala. "Gue… nggak tahu."
Pelatih itu tersenyum. "Gak masalah, kita bisa mulai dengan dasar-dasar dulu. Kamu kelihatan punya potensi, sih."
Revan hanya bisa menghela napas. "Gue cuma… lagi mencari jati diri."
Pelatih itu tertawa. "Jati diri? Di sini, kita lebih fokus pada jati diri fisik."
Dengan ragu, Revan akhirnya memutuskan untuk mencoba. Sejak saat itu, Revan mulai berlatih MMA. Setiap kali dia berlatih, suara Zaine semakin kuat dalam kepalanya, mendorongnya untuk semakin keras berlatih, mengasah tubuhnya, dan menjadi lebih kuat.
Namun, setiap kali ia berlatih, Revan semakin menyadari bahwa ini bukan hidup yang ia inginkan. Meskipun tubuhnya semakin kuat, hatinya tetap tidak tenang. Ia merasa terperangkap dalam dunia yang bukan miliknya.
Revan mengusap keringat di dahinya, napasnya terengah-engah setelah menyelesaikan sesi latihan. Sejak pertama kali melangkahkan kaki ke dalam gym itu, dia merasa seperti seseorang yang terjebak dalam tubuh orang lain. Otot-ototnya menegang, setiap gerakannya terasa alami, seolah tubuhnya sudah lama terbiasa dengan latihan keras. Padahal, sebelumnya dia bukanlah seorang atlet, apalagi petarung MMA.
Setiap pukulan yang ia layangkan ke samsak, setiap tendangan yang mendarat dengan presisi sempurna, membuatnya semakin sadar bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya.
"Bagus, anak muda," suara pelatih memecah lamunannya. "Aku bisa melihat kamu punya bakat alami. Dari mana kamu belajar?"
Revan terdiam. Dia tidak bisa menjawabnya dengan jujur, karena kenyataannya dia tidak pernah berlatih sebelumnya. Namun, tangan dan kakinya bergerak seperti seseorang yang telah bertahun-tahun berada di ring.
"Entahlah," gumamnya. "Gue cuma… merasa tubuh gue tau apa yang harus dilakukan."
Pelatih itu mengangguk penuh minat. "Itu yang disebut muscle memory. Mungkin kamu pernah belajar di kehidupan sebelumnya, tapi di dunia ini tidak mungkin sih" katanya sambil terkekeh. "Atau mungkin, kamu memang ditakdirkan untuk ini."
Kata-kata itu membuat Revan bergidik. Ditakdirkan? Apa benar ini yang seharusnya ia jalani?
Di dalam pikirannya, suara Zaine Leonhart semakin jelas.
"Kau mulai memahami, bukan? Tubuh ini memiliki kekuatan yang luar biasa. Kau hanya perlu mengasahnya lebih jauh."
Revan menggeleng, mencoba mengabaikan suara itu.
"Kenapa kau menolaknya? Aku bisa memberimu segalanya—kekuatan, ketangguhan, kehormatan. Kau bisa menjadi lebih dari sekadar remaja biasa."
"Gue nggak mau kayak lu!," gumam Revan dalam hati.
"Seperti diriku? Kau bahkan belum mengenalku sepenuhnya."
Sejak pertama kali kenangan tentang Zaine muncul dalam pikirannya, Revan terus mencoba mencari tahu siapa sebenarnya pria itu. Seorang petarung MMA legendaris, tak terkalahkan di ring, tetapi juga terkenal dengan reputasi kelamnya. Dendam, amarah, dan kesedihan menjadi bagian dari hidupnya sebelum ia meninggal.
Apakah mungkin… Zaine benar-benar masih hidup di dalam dirinya?
Hari-hari berlalu, dan Revan semakin dalam terjerumus ke dunia yang tak pernah ia bayangkan. Setiap kali ia melangkah ke dalam gym, tubuhnya terasa semakin hidup. Ia mulai mengikuti sparring, melatih teknik grappling, dan mengasah serangannya dengan lebih tajam.
Namun, di saat yang sama, ia merasa semakin kehilangan dirinya sendiri.
Saat berhadapan dengan lawan dalam sesi sparring, sering kali ia merasa dorongan kuat untuk menghancurkan mereka. Tangan dan kakinya bergerak lebih cepat dari yang ia inginkan. Bahkan ketika pelatih menyuruhnya berhenti, Revan butuh beberapa detik untuk menenangkan diri.
"Ada apa denganmu, Revan?" tanya pelatihnya suatu hari setelah sesi latihan yang cukup brutal.
"Gue nggak tau," jawabnya. "Gue merasa seperti… gue bukan diri gue sendiri."
Pelatih itu menepuk bahunya. "Kadang, seni bela diri memang membawa kita lebih dalam ke sisi lain dari diri kita yang tidak kita sadari. Tapi ingat, kontrol adalah segalanya. Kekuatan tanpa kontrol hanya akan menghancurkan."
Kata-kata itu menggema di dalam pikirannya.
...***...
Malam itu, Revan bermimpi, ia berada di dalam sebuah ring, di bawah sorotan lampu yang menyilaukan. Di sekelilingnya, suara gemuruh penonton terdengar menggema. Di depannya, seorang pria bertubuh besar berdiri dengan mata penuh amarah.
Revan bisa merasakan dadanya naik turun, jantungnya berdegup cepat.
Kemudian, ia mendengar suara itu lagi.
"Ini adalah pertarungan di masa laluku."
Revan tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tetapi dia tahu itu adalah Zaine. Pria itu menyerangnya tanpa peringatan, melayangkan pukulan keras ke wajahnya. Zaine berusaha menghindar, tetapi tubuhnya bergerak sendiri, membalas dengan pukulan yang lebih cepat dan lebih kuat. Darah mengucur, suara dentuman tulang bertemu tulang terdengar jelas. Hingga akhirnya, satu pukulan terakhir mendarat di pelipis lawannya. Revan terbangun dengan terengah-engah. Keringat dingin membasahi tubuhnya.