Daniel Van Houten, mafia berdarah dingin itu tak pernah menyangka dirinya di vonis impoten oleh dokter. Meski demkian Daniel tidak berputus asa, setiap hari ia selalu menyuruh orang mencari gadis per@wan agar bisa memancing perkututnya yang telah mati. Hingga pada suatu malam, usahanya membuahkan hasil. Seorang gadis manis berlesung pipi berhasil membangunkan p3rkurutnya. Namun karna sikap tempramental dan arogannya membuat si gadis katakutan dan memutuskan melarikan diri. Setelah 4 tahun berlalu, Daniel kembali bertemu gadis itu. Tapi siapa sangka, gadis itu telah memiliki tiga anak yang lucu-lucu dan pemberani seperti dirinya.
____
"Unda angan atut, olang dahat na udah tami ucil, iya tan Ajam?" Azkia
"Iya, tadi Ajam udah anggil pak uci uat angkap olang dahat na." Azam
"Talau olang dahatnya atang agi. Tami atan ucil meleka." Azura.
_____
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Bas, ada apa? Kenapa dengan Ayang?" tanya hajjah Rodiah saat melihat Ayang berlari seperti orang ketakutan masuk kedalam rumah.
"Gak tau Umi," jawab Bastian.
"Loh, kok bisa?"
Bastian mengangkat bahu. "Tadi Bastian hanya menanyakan kemana Dani, karna tidak melihatnya, tapi tiba-tiba saja Lilis seperti orang ketakutan dan pergi begitu saja. Oh ya Umi, tadi, beberapa orang anak buah Daniel datang kesini mencari Ayang."
"Daniel? Siapa?" Kening hajjah Rodiah berkerut kuat mencoba mengingat-ingat nama yang di sebutkan putranya barusan.
Seketika Raut wajah hajjah Rodiah berubah cemas setelah teringat kejadian dua tahun silam.
"Bas, Jangan-jangan Ayang tidak ada di rumah sakit tadi malam itu...?" Hajjah Rodiah menjeda kalimatnya.
"Bastian juga berpikir demikian, Umi,"
"Bas, kalau begitu kita harus membawa Ayang meninggalkan kota ini, jangan sampai Iblis itu menemukannya,"
"Tapi bagaimana dengan Ayang, Umi? Apa dia mau pergi? Secara dia baru saja kehilangan Bundanya. Bastian gak yakin dia mau pergi, secara di rumah ini banyak kenangan dia dan mendiang Ibunya."
"Kamu tenang saja, Umi akan coba membujuknya. Sekarang kamu bersiap-siaplah." Hajjah Rodiah segera berjalan masuk ke dalam rumah.
Di dalam rumah, hajjah Rodiah tidak melihat keberadaan Ayang, dia pun bertanya pada salah seorang di dalam rumah yang tengah membaca yasin. Setelah mengetahui keberadaan Ayang di dalam kamar, hajjah Rodiah bergegas menemuinya.
Baru saja membuka pintu kamar, wanita paruh baya itu kaget, melihat Ayang yang tengah duduk di depan meja riasnya sambil memainkan gunting, sebagian rambut panjangnya sudah berserak di lantai.
"Astaghfirullah, Ayang! Apa yang kamu lakukan Nak?" Hajjah Rodiah segera mendekat dan merebut paksa gunting yang ada di tangan Ayang.
"Lepaskan, Bu Hajjah! Lepaskan!" teriak Ayang histeris mempertahankan gunting di tangannya.
"Istighfar, Nak, istighfar. Bundamu pasti akan sangat kecewa melihatmu seperti ini."
Sejenak tubuh Ayang terpaku mendengar nama bundanya di sebut, lalu terdengar isak tangisnya yang pilu.
Hajjah Rodiah memeluk tubuhnya, memberikan semangat pada gadis itu.
"Bu Hajjah, kenapa Bunda pergi meninggalkan Ayang, Ayang ingin menyusul Bunda, Ayang gak sanggup hidup tanpa Bunda. Biarkan Ayang menyusul Bunda, Bu Hajjah."
"Astaghfirullah, Ayang, istighfar, Nak. Ingatlah, semua ini adalah takdir dari yang kuasa, tidak ada satu pun manusia yang dapat menolaknya. Jika kamu ingin Bundamu tenang, Do'akanlah beliau, jangan tambah bebannya dengan melakukan perbuatan seperti ini. Ayang, percayalah sama Ibu, Bundamu tidak akan tenang di sana jika kamu melakukan semua ini."
Hajjah Rodiah terus memberi wejangan pada Ayang sambil mengusap punggungnya, hingga gadis itu sedikit merasa tenang dalam pelukannya.
Namun, baru saja Ayang merasa tenang dalam pelukan hajjah Rodiah. Dari luar terdengar suara keributan warga.
"Nak, tunggu disini sebentar," Hajjah Rodiah perlahan melepaskan pelukannya, lalu berjalan mendekati jendela kamar Ayang yang menghadap lansung ketepi jalan kompleks.
Di sana ia melihat para pria berjas hitam yang tengah bersitegang dengan warga juga putranya.
Buru-buru hajjah Rodiah mendekati Ayang. "Nak, kita harus pergi sekarang,"
Kening Ayang berkerut kuat, tidak mengerti dangan maksud perkataan wanita paruh baya yang berdiri di sampingnya.
"Nanti Ibu jelaskan, sekarang kita harus pergi dari sini."
Dor! Dor!
Suara letusan senjata api terdengar di luar rumah disertai jeritan beberapa orang warga.
"Apa yang terjadi Bu Hajjah? Siapa mereka?" tanya Ayang ketakutan.
"Jangan banyak tanya lagi, Ayang! Kita harus pergi sekarang!"
Tak ingin membuang-buang waktu lagi hajjah Rodiah segera menarik paksa tangan Ayang keluar dari kamar.
Sementara warga yang tadinya berada di dalam rumah, berhamburan keluar ketika mendengar keributan di luar.
.
.
.
.
Beberapa jam kemudian.
Para pria berjas hitam yang mendatangi rumah Ayang tadi, kini telah berada di sebuah mension mewah. Wajah mereka menunduk takut kala melihat seorang pria berwajah dingin tengah berjalan menuruni anak tangga. Dia adalah Daniel--pria yang begitu ditakuti di kota tersebut.
Awalnya, Daniel merasa dirinya telah sembuh dari kutukan yang membuat kejantanannya selama ini tak pernah bereaksi.
Saking senangnya, setelah menghabiskan malam panjang bersama Ayang, yang entah sudah berapa kali dia mencapai kenikmatan. Pria kejam itu kembali meminta Regan--orang kepercayaannya, membawakannya bebarapa orang gadis yang masih perawan. Daniel ingin kembali merasakan kenikmatan yang baru pertama di rasakannya.
Tapi harapannya tidaklah sesuai dengan kenyataan, karna dari 5 orang gadis yang di bawa Regan untuk memuaskan hasratnya, tidak ada satu pun dari mereka yang bisa membangkitkan gairahnya. Kemudian Daniel menyuruh Regan untuk mencari gadis yang pernah membuatnya meneguk puncak kenikmatan berkali-kali.
Namun sayangnya, Regan yang tidak mengetahui rupa gadis itu hanya bisa menanyakan ciri-ciri fisiknya dari mami Memi, serta meminta alamatnya.
Mami Memi yang juga tidak tahu siapa gadis itu, hanya menyebutkan nama Dani, karna gadis yang pernah di bawanya ke hotel kemarin adalah adik dari Dani.
Tanpa membuang waktu. Regan lansung memerintahkan anak buahnya untuk mencari pria bernama Dani yang disebutkan mami Memi. Namun, lagi-lagi Regan kesulitan mencari pria bernama Dani, sebab ia juga tidak mengenali rupa wajah Dani. Tapi dari data yang di berikan informannya, akhirnya Regan berhasil mendapatkan alamat rumah Dani. Awalnya Regan merasa keliru saat pertama mendatangi rumah tersebut, karna warga di sana menyangkal jika di sana tidak ada wanita yang bernama Juwita.
Untuk kedua kalinya Regan mendatangi rumah tersebut, karna menurut informannya itu lah rumah Dani.
Lantas Regan dan anak buahnya lansung memaksa masuk kedalam rumah, namun warga yang berada di sana menghalanginya hingga ia dan anak buahnya melakukan perlawanan pada warga yang ada di rumah tersebut.
Akibat persiteruan itu warga yang berada di rumah tersebut banyak yang terluka akibat pukulan serta terkena luka tembak, sebab para anak buah Daniel memang tak pernah tanggung-tanggung memberikan perlawanan pada orang-orang yang menentang mereka.
Meski Regan dan para anak buahnya berhasil masuk kedalam rumah yang tengah berduka itu dan melumpuhkan semua warga yang menentang mereka. Tetap saja Regan tidak dapat menemukan wanita yang telah di gambarkan ciri-cirinya oleh mami Memi.
"Regan."
Daniel berjalan santai mendekati anak buahnya dengan kedua tangan berada di kantong celana.
"Iya, Tuan," sahut Regan, suaranya terdengar parau.
"Kau tau kan? Aku tak pernah ingin mendengar kata gagal," Daniel mengutari tubuh pria yang berdiri di hadapannya, lalu mengambil senjata api yang terselip di pinggang Regan.
Daniel menempelkan moncong senjata ditangan nya itu tepat di kepala Regan, lalu turun kebawah, memaksa masuk moncong senjata api itu ke mulut Regan.
"Katakan padaku? Kau ingin mati sendiri, atau ingin mati bersama para anak buah kau yang tidak berguna ini," Danial mengaduk-aduk mulut Regan dengan senjata yang di pegangnya.
Setelah moncong senjata itu keluar dari mulutnya. Regan baru bicara. "Ampunkan saya Tuan, berikan saya kesempatan sekali lagi," ucap Regan menatap lurus kedepan.
Daniel menyeringai. "Baiklah, kuberikan kau waktu hingga matahari terbit nanti, jika kau masih gagal lagi. Kau tak akan bisa lari dari kematian,"
"Terimakasih, Tuan,"
"Sekarang kau tunggu apa lagi?"
"Baik Tuan,"
Ragan dan anak buahnya pun berlalu meninggalkan kediaman megah itu.
yg ada ayang tambah stres dan membenci danil
lanjut kak/Drool/
hadirkan kebahagiaan untuk ayang
sudah 3 THN kok masih asih Tor...?
Ayahnya Ayang ada sangkut sama si Daniel?
vote untuk mu thor