Malam itu, Gwen seorang gadis remaja tidak sengaja memergoki cowok yang dia kejar selama ini sedang melakukan pembunuhan.
Rasa takut tiba-tiba merayap dalam tubuhnya, sekaligus bimbang antara terus mengejarnya atau memilih menyerah, Karena jujur Gwen sangat takut mengetahui sosok yang dia puja selama ini ternyata seorang pria yang sangat berbahaya, yaitu Arsenio.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Danny bersandar pada motor di parkiran kampus, tatapannya sering meluncur ke arah pintu gerbang. Hari ini, Eliano, sahabatnya yang telah lama berada di bandung akan kembali.
Sebuah motor sport melaju kencang masuk, hampir saja menghantam Danny yang cepat-cepat melompat ke samping. "Dasar gila!" teriak Danny, setengah kesal namun lega.
Helm hitam itu terangkat, menampakkan wajah tampan berkulit Jawa itu. Eliano tertawa renyah, merangkul Danny yang masih tampak terkejut. "Sensian banget sih, jadi cowok," ujar Eliano masih dengan senyum lebarnya.
Danny menghela napas, mencoba menyembunyikan senyum yang berusaha mengembang. "Kabar lo gimana? Sehat?" tanya Danny, sambil menepuk lembut bahu Eliano.
"Sehat walafiat, masih utuh dan masih guanteng," Balas Eliano.
"Semenjak tinggal di Bandung, lo makin narsis ya," celetuk Danny sambil tertawa.
Eliano menepuk bahu Danny, sembari menggoda, "Efek putus cinta itu berat, Lo mah ga ngerti." Lalu sambungnya dengan senyum menggantung, "Gue lagi terharu berat nih, lihat lo rela nunggu gue datang. Jadi baper, deh!" Dia tertawa sebelum kembali mencandai, "Apa jangan-jangan selama ini lo suka sama gue, ya?"
Danny mendengus, sembari menendang kaki Eliano dengan lembut. "Sialan lo, masih normal gue. Belum belok," katanya, mencoba mengusir gurauan Eliano dengan tatapan serius.
Tapi, Eliano hanya tertawa dan merangkulnya lagi, kali ini lebih erat. "Ya, ya, gue tahu kok," sahutnya ringan. Lalu, tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi nakal, "Eh, tuan muda dingin kayak es itu mana? Yang dinginnya melebihi es gunung Everest, apalagi kalau sudah dekat cewek."
"Katanya tadi ke gedung sekolah SMA deh," jawab Danny.
"Ngapain dia di tempat kayak gitu? bukan dia banget" tanya Eliano dengan alis terangkat.
"Mulai ngebucin dia," sahut Danny, seraya tersenyum sinis.
"Oh, dia udah terima cinta si bocah?" tanya Eliano, semakin penasaran.
"Belum sih, masih proses. Sekarang malah dia yang kejar-kejaran si bocah," jawab Danny, suaranya penuh makna.
"Kenapa gitu?" Eliano bertanya, rasa ingin tahu bertambah.
"Denger-denger, si bocah tanpa sengaja mergokin Nio pas lagi...," Danny mendekatkan bibirnya ke telinga Eliano, berbisik, "Bunuh musuh papinya."
"Serius? Jadi si bocah menghindar karena takut Nio bakal bunuh dia?" tanya Eliano, membuat Danny mengangguk.
"Trus hubungan lo sama Agatha gimana? Kalian benar-benar putus?" tanya Danny.
Eliano menghela nafas berat, "Ga tahu gue, sampai sekarang dia ga ada kabar," ucapnya, suaranya lesu mencerminkan kekecewaannya.
"Lo salah, bro. Dia terus nanya kabar lo sama kita. Kayaknya dia mau memperjelas sesuatu sama lo, karena lo juga ikut ngilang. Malah sekarang dia sibuk magang di rumah sakit nyokap lo," tutur Danny.
Ekspresi Eliano berubah, ada sedikit sinis dan bangga bercampur, "Oh ya? Udah hebat calon istri gue," celetuknya, membuat Danny memutar matanya malas.
"Katanya udah putus, tapi malah ngaku calon istri," sindir Danny sambil membuka pintu ruangan perkumpulan mereka di kampus.
Di dalam, mata mereka terbelalak; Arsenio tampak menindih tubuh Gwen dengan kedua tangan Gwen terangkat ke atas, menandakan upaya Arsenio mengendalikan pergerakannya. Wajah mereka hanya beberapa sentimeter berjarak.
Danny tersenyum lebar, "Wih, dua kapal siap berlayar nih!" goda dia sembari tertawa kecil.
Gwen mendadak menoleh ke arah pintu, perasaan gugup membuat pipinya memerah dan bibir bawahnya tergigit dengan lembut. Ketika Arsenio menyapu bibirnya dengan ibu jari, tubuhnya menegang. "Kak, lepasin, malu tahu," bisiknya pelan, sambil melirik ke arah sahabat-sahabat Arsenio yang tersenyum menggoda.
Arsenio hanya tersenyum tipis, lantas perlahan melepaskan tangan Gwen. Gadis itu pun mendorong tubuh Arsenio dan bangkit, hati-hati menghindari kontak mata lebih lanjut. Dengan langkah cepat, dia menuju ke pintu, namun matanya sempat bertemu dengan Danny dan Eliano, membuat pipinya semakin memerah.
"Gwen, hp," teriak Arsenio sambil santai duduk di sofa, mengacungkan ponsel Gwen yang dia pegang.
Gwen berhenti mendadak, meraba saku roknya dan menyadari ponselnya memang tidak ada. Dia menoleh ke belakang dan melihat Arsenio memegang ponselnya. Di benaknya muncul pertanyaan, kapan ponsel itu keluar dari sakunya?
Tanpa menunggu lebih lama, Gwen berlari menuju Arsenio di sofa. Dengan cepat, dia mencoba mengambil ponselnya dari tangan Arsenio. Namun, Arsenio segera menarik tangannya ke belakang dan menatap Gwen dengan tatapan menggoda, menambah rasa malu yang sudah memerah di wajah Gwen.
"Minta yang manis, baru aku kasih," kata Arsenio sambil tersenyum sinis.
Gwen, yang berdiri gelisah di hadapan Arsenio, mulai menggaruk belakang kepalanya, tanda gugup. "Kak Nio, hp aku," pinta Gwen dengan suara lirih dan memelas.
"Lebih manis lagi coba," desak Arsenio.
"Kak Nio, tolong kasih hp aku dong,"
Arsenio hanya tertawa, senang melihat Gwen semakin merah. Akhirnya, dengan perasaan terpaksa, Arsenio menyerahkan ponsel itu. "Permintaan diterima," ucapnya seraya meletakkan ponsel di tangan Gwen.
Gwen segera berbalik dan berjalan cepat menuju pintu. Saat ia hampir keluar, dia berbalik lagi dan berkata dengan nada sinis, "Kak Nio, cocok jadi pencopet."
Tanpa menunggu respons, Gwen melangkah cepat meninggalkan Arsenio yang hanya dapat terkekeh pelan. "Dia menggemaskan sekali," gumam Arsenio, masih dengan senyum di wajahnya.
Arsenio memalingkan wajahnya dari tatapan dua sahabatnya yang tertegun. "Lo pada ganggu," ucapnya dengan nada sinis.
Saat itu, Danny menghela napas dan berkata sambil menjeda, "Gue akui lo..." Lalu, dia mengacungkan dua jempol ke arah Arsenio, "Luar biasa," katanya dengan kepala yang bergoyang tidak percaya akan perubahan sikap Arsenio terhadap wanita, yang ia ketahui dulu sangat anti wanita.
Arsenio hanya menggelengkan kepala dengan lesu, matanya menatap datar ke arah Eliano yang juga membalas tatapannya.
Tiba-tiba, ketegangan memenuhi udara, membuat Danny menghela napas berat. "Mau sampe kapan kalian gini terus? Gue pikir kalian udah baikan," desahnya. "Gue ga nyangka, hanya karena satu cewek, kalian bisa ribut padahal udah dekat dari bayi," lanjutnya dengan nada kecewa.
Arsenio menyeringai, "Dia baperan orangnya, masalah dikit langsung ngilang. Dasar bocah," sindirnya kepada Eliano.
Eliano, dengan senyum sinis, menjawab, "Gue ga ilang, ya. Gue cuma mau bantu bokap gue di Bandung."
Arsenio melemparkan sindiran sambil tersenyum sinis. "Bukannya lo ngambek sama gue?"
Eliano menghela nafas berat, frustrasi menyeruak dalam dada. Dia berteriak tak bisa menahan emosi, "Iya! Puas lo? Cewek yang gue suka malah suka sama lo!" Raut muka Eliano menyiratkan kekecewaan mendalam.
"Dan lo tanya gue, suka atau nggak sama cewek lo? Enggak kan?" Arsenio menambahkan, nada suaranya menunjukkan ketidakpedulian.
Eliano menatap Arsenio dengan pandangan kesal. Danny yang mencoba meredam ketegangan berkata, "Sana pelukan aja!"
Tapi Eliano dan Arsenio menjawab bersamaan dengan nada tinggi, "Lo pikir kita bocah!"
Kejutannya semakin terasa saat Danny mendorong mereka berdua hingga mereka nyaris berpelukan. Tepat saat itu, seorang gadis terkejut berdiri di ambang pintu. "Kalian...!" teriaknya kaget.
Ketiganya menoleh dan serentak berseru, "Agatha!"
Gadis itu langsung menutup mata dan berteriak, "Sumpah, gue ga liat!" Lalu ia berbalik dan berjalan cepat keluar dari ruangan.
Segera, Arsenio mendorong Eliano yang masih mencerna situasi dengan keras sehingga Eliano terdorong dan jatuh terbungkuk ke sofa. Raut jijik tersungkap pada wajah mereka berdua sementara Danny tak kuasa menahan tawa, tangannya memegangi perut yang terkocok.
"Diem Dan! kalo lo ga diam, gue robek mulut lo!"ancam Arsenio. Danny segera merapatkan bibirnya menahan tawa.