kisah seorang wanita yang berjuang hidup setelah kehilangan kedua orang tuanya, kemudian bertemu seorang laki-laki yang begitu mencintainya terbuai dalam kemesraan, hingga buah hati tumbuh tanpa pernikahan.
sungguh takdir hidup tak ada yang tahu kebahagiaan tak berjalan sesuai keinginan, cinta mereka Anita dan seno harus terpisah karena status sosial dan perjodohan dari kedua orang tua seno.
bertahun-tahun Seno menjalani kehidupan tanpa cinta, takdir tak terduga dan kini mereka di pertemuan kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arya wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RAPAT PENTING
Saat Mereka berjalan keluar dari bar, tak sengaja Mereka berdua bertemu Aldi, dan Aldi kelihatannya senang melihat Mereka berdua di pecat.
"Jadi ini cara picik Kamu"
"Santai dong Anita, Gue gak bilang apapun kok sama manajer Kalian, serius"
"Gak usah pura-pura gak ngerti deh, Kita tahu kok, Kamu yang sudah buat Kita di pecat"
Aldi tersenyum kecut kemudian Ia menjawab ucapan Anita juga Lia.
"Makanya jangan macam-macam sama Gue, ini baru permulaan Anita"
Ucap Aldi berbisik di dekat telinga Anita, Lia hanya memperhatikan Aldi, lalu Lia bertanya,
"Anita Dia bicara apa?"
"Gak ada kok, sebaiknya Kita pulang, Kita gak perlu adu argumen sama orang berhati busuk kayak Dia"
Ucap pedas perkataan Anita untuk seorang Aldi, tak terima dengan perkataannya Aldi mengatakan sesuatu yang membuat Anita menjadi resah.
"Gak usah sok suci Kamu Anita, Aku sudah lihat tubuh Kamu, tubuh yang indah, Aku sudah..."
Belum selesai Aldi berkata Anita memangkas ucapannya.
"Jangan kurang ajar Kamu, dasar laki-laki mesum, bejat, bajingan"
Semua hinaan Anita katakan untuk Aldi, namun Aldi hanya tertawa senang melihat Anita yang tak tenang hatinya.
Lia tahu Anita pasti akan terbawa emosi jika membicarakan kejadian tempo hari untuk menghindari itu, Lia segera mengajak Anita untuk cepat keluar dari bar ini.
"Anita cukup... Ayo Kita keluar dari sini, Kamu dengar ya Aldi, gak usah Kamu asal bicara, Aku dan Seno datang tepat waktu, jadi jangan cuci otak Anita dengah perkataan menjijikan dari Kamu"
"Wah.. Wah.. Ada pahlawan kesiangan disini, Kamu tahu kenapa Kamu juga di pecat, karena Kamu sudah terlalu ikut campur urusan Aku"
"Aku senang keluar dari sini setidaknya Aku gak akan lihat wajah Kamu lagi, yang mata keranjang dan cuma hobi mengganggu wanita"
Aldi merasa marah atas ucapan Lia padanya.
"Heh jaga ucapan Kamu!!"
Ucap Aldi dengan mata yang terbelalak, dan wajah sengit.
Sedangkan Anita tak begitu fokus dengan pembicaraan Mereka, lalu Anita menarik tangan Lia, mengajaknya pergi dari bar.
Setelah keluar dari bar, Anita kini menangis dan rapuh raganya.
"Anita Kamu kenapa?"
Anita menatap wajah Lia, lalu berkata,
"Lia.. yang dikatakan Aldi apakah benar?"
Anita kembali merasa tak percaya diri baru saja semalam Ia di beri semangat oleh Seno, kini hatinya goyah lagi dan merasa dirinya sudah ternodai.
"Anita.. gak benar, apa yang di katakan Aldi semua itu hanya untuk membuat Kamu frustasi"
Anita semakin menangis sesenggukan, melihat keadaan sekitar, Lia merasa Aldi masih memantau Mereka akhirnya Lia menyetop taksi dan Mereka pun pulang dari tempat itu.
Dan benar saja Aldi memang memperhatikan Mereka dari kejauhan, Aldi sepertinya senang, melihat Anita merasa frustasi.
"Bagus.. Anita Anita, kasihan sekali Kamu, tapi kalau Aku coba yakinkan Seno, pasti hubungan Mereka akan bubar, hahah"
Aldi kini merencanakan menghasut Seno dengan kata-kata dari mulutnya.
Di dalam taksi Anita masih terdiam dengan air mata yang masih terus mengalir, Lia tak tega melihat sahabatnya menjadi seperti ini.
"Anita tolong tenangkan diri Kamu"
"Aku gak bisa Lia, Aku gak bisa.. setiap malam Aku masih terus berfikir apa Aku sudah ternodai oleh Aldi"
"Gak Anita, Kamu harus percaya... Aku dan Seno datang tepat waktu, Seno sudah menyelamatkan Kamu"
Anita masih terus menangis, lalu Lia menggenggam tangan Anita dan berkata,
"Kamu lebih percaya siapa, Aku dan Seno, atau Aldi orang brengsek itu?"
Tanya Lia dengan wajah yang serius, Anita menatap mata Lia begitu lama, lalu Ia menjawab,
"Aku percaya Kamu dan Seno, karena Kalian orang yang sayang sama Aku"
"Itu benar, Aldi hanya ingin menguasai pikiran Kamu, Dia sengaja ingin merusak hubungan Kamu dan Seno, percaya sama Aku"
Lia mengatakan hal itu dengan terus menggenggam tangan Anita, berharap Anita bisa melupakan kejadian itu.
Karena keadaan Anita yang masih belum stabil, Lia mengantar Anita pulang hingga sampai ke rumahnya.
"Makasih ya Lia, Kamu sudah antar Aku sampai pintu rumah Aku"
"Iya.. Kita itu teman harus saling bantu, Aku juga pulang dulu ya, paling besok Aku akan mencoba mencari pekerjaan baru"
Setelah Lia pergi Anita pun masuk ke dalam rumah.
Seno kini sudah berada di rumah Bu Leni.
"Assalamualaikum"
Bu Leni menjawab salam Seno, dan Ia memandangi Seno dengan tatapan yang tajam.
"Mau apa Kamu kesini?"
"Mah.. Apa kabarnya?"
Tanya basa-basi Seno terhadap mantan mertuanya.
"Seno"
Tania datang menyapa Seno.
"Tania, Kita bisa bicara sebentar"
"Kamu ingin bicara apa sama anak Saya"
"Ada hal penting yang harus Aku sampaikan soal uang bulanan Fathia"
"Maksud Kamu?"
"Maka itu Aku akan bicarakan Mah sama Tania"
"Disini saja, biar Mamah tahu"
Mau tak mau Seno akan mengatakannya di depan ibunya Tania.
"Begini.. Aku sudah keluar dari rumah Keluarga Saputra, Aku sudah melepas semua fasilitas yang pernah Mamah Aku kasih"
"Tunggu Seno, Kamu keluar dari keluarga Saputra, maksud Kamu... Kamu putus hubungan dengan Mamah Kamu?"
"Iya.. benar Tania"
Bu Leni dan Tania merasa terkejut mendengar berita itu.
"Kamu seriusan Seno, apa semua ini karena Anita?"
Lalu Bu Leni menyahuti dan berkata,
"Pasti benar karena perempuan murahan itu"
"Namanya Anita Mah, Dia punya nama"
Ucap Seno merasa kesal dengan ucapan Bu Leni.
"Saya gak peduli namanya, Dia perusak rumah tangga anak Saya, untuk apa Saya harus sopan memanggil namanya"
"Sudah Mah cukup"
Ucap Tania menyuruh ibunya berhenti bicara.
"Seno, Kenapa Kamu rela berpisah dari ibu Kamu hanya untuk hidup sama Anita"
"Aku punya pilihan Tania, dan ini jalan yang Aku ambil, jadi Aku minta tolong hargai pilihan Aku"
"Tapi..."
Belum selesai Tania berkata Seno memotong ucapannya.
"Tania Aku kesini untuk membicarakan soal nafkah Aku untuk Fathia, jadi tolong gak perlu Kalian malah menyudutkan keputusan Aku, dan berbicara hal buruk tentang Anita"
Tania dan Bu Leni kini terdiam mendengar Seno berbicara dengan suara meninggi.
"Baik.. Aku akan dengarkan silahkan bicara"
"Karena Aku bukan lagi bagian dari keluarga Saputra, Aku juga keluar dari perusahaan maka itu, Aku mau minta untuk bulan ini Aku gak bisa kasih uang yang biasa Aku kirim untuk Fathia"
Mendengar hal itu Bu Leni kini menjawab ucapan Seno.
"Gak perlu Seno, Kamu gak usah Kasih uang bulanan untuk Fathia, Saya dan suami Saya masih sanggup untuk membiayai Fathia"
"Iya Aku tahu Mah, tapi Aku sebagai ayahnya Fathia, berhak memberitahu Kalian, kalau Aku sudah tidak sekaya dulu"
Bu Leni hanya tersenyum sinis kemudian berkata,
"Lagi pula Fathia kan bukan anak Kamu"
Seno langsung menatap wajah Bu Leni dan Tania.
"Apa Mamah Aku menegur Kalian?"
Tanya Seno pada Tania.
"Iya.. Kita cukup berdebat waktu pagi itu, niat Aku datang ke rumah Mamah Kamu untuk meminta rujuk, ga tahunya Mamah Kamu tahu kebenaran tentang Fathia"
Lalu Seno meminta maaf karena Ia tak dapat menjaga rahasia tentang siapa ayah Fathia.
"Kamu sudah ingkari janji Kamu Seno"
"Aku tahu Aku salah, tapi Aku juga gak bisa melihat Mamah menghina Sena yang jelas cucu kandungnya sendiri, jadi sekalian Aku beritahu yang sebenarnya, agar tidak ada salah paham lagi"
"Lalu apa yang Kamu dapat, dengan Kamu jujur pun, Mamah Riana gak merestui Kalian kan?, buktinya Kamu di usir Kamu pergi dan memutuskan hubungan"
"Sekali lagi Tania Aku jelaskan sama Kamu, keputusan ini atas dasar pribadi Aku, bukan paksaan dari siapapun apalagi Anita, jadi berhenti Kamu berpikir buruk terus tentang Anita"
Melihat perdebatan Tania dan Seno Bu Leni ikut bicara.
"Sudah sudah.. Tania biarkan Seno pergi, dan untuk Kamu Seno, Kamu sudah jatuh miskin masih mau sok membiayai Fathia, sudah Saya tidak perlu uang Kamu"
Merasa terhina Seno pun berkata,
"Baik.. Kalau itu mau Kalian, Aku datang kesini dengan baik-baik membicarakan soal nafkah Aku untuk Fathia yang sudah ku anggap sebagai anak Aku, tapi jawaban Kalian malah seperti ini, jadi lebih baik Saya pergi dari sini, terimakasih untuk waktunya selamat pagi Bu Leni, Tania"
Lalu saat Seno ingin melangkah, Tania bertanya dimana Seno tinggal saat ini.
"Aku tinggal di dekat rumah Anita, Aku harus ke kantor sekarang mengambil barang-barang Aku, soal nafkah Fathia, Aku kan tetap memberikan sebisa Aku, walau Mamah gak menerima itu terserah Mamah"
Ucap Seno saat sebelum pergi dari rumah Tania.
Tania jadi terdiam, memikirkan tindakan Seno yang sudah melangkah sejauh itu.
"Cinta Kamu untuk Anita, ternyata sebesar itu, Kamu rela putus hubungan dengan Mamah Riana hanya untuk hidup dengan Anita"
Ucap kesedihan Tania merasa dirinya tak ada artinya bagi Seno selama ini.
Sesampainya di Kantor Seno segera membereskan barang pribadinya, namun tiba-tiba sekretarisnya datang dan mengatakan jika ada pertemuan penting direksi di ruangan rapat.
Seno sudah menyangka ini semua pasti akan terjadi, di pertemuan itu Bu Riana pasti akan mengumumkan pencabutan dirinya sebagai CEO Putra Corporation, namun merasa pertemuan ini tak penting baginya, Seno pun enggan menghadiri rapat tersebut.
Saat semua sudah berkumpul direktur komisaris dan investor penting, namun Seno belum muncul juga, lalu Bu Riana berkata pada sekretaris Seno.
"Kamu sudah Kasih tahu informasinya dengan Seno?"
"Sudah Bu, tapi Pak Seno tak menjawab"
Bu Riana menghembuskan nafasnya, padahal niat hatinya mengumpulkan direksi penting ini hanya untuk mengumumkan pemindahan Seno ke kantor cabang.
"Seno pasti mengira Saya mengeluarkan Dia dari kantor ini"
Karena sudah terlanjur mengadakan rapat, akhirnya Bu Riana mengatakan jika Seno keluar dari perusahaan dan bukan lagi bagian dari Putra Corporation.
"Lalu bagaimana proyek yang sedang berjalan Bu Riana?"
Tanya salah satu bagian direksi.
"Saya akan mengurusnya langsung, jadi mulai sekarang Saya akan ambil alih pekerjaan Seno"
Semua orang pun mengerti, meeting tak begitu lama, setelah selesai Mereka semua bekerja kembali, lalu Bu Riana berjalan menuju ruangan Seno, dan benar saja barang pribadinya kini sudah tidak ada.