Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Raihan membawa Andini ketempat sesuai rencananya, dia tak akan membatalkan itu karena sadar keduanya butuh waktu bersama agar lebih dekat. Mengejar waktu agar matahari tak secepatnya singgah ke peraduan. Sampai Raihan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menyalip dan melesat.
Andini yang mengira Raihan marah di buat ketakutan, sesekali melirik wajah Rai yang begitu serius menatap jalan. Hingga mobil berhenti tepat mentari mulai terbenam.
Belum terlambat, Rai mengajak Andini untuk keluar. "Ayo...lepas saja sepatunya!" Rai keluar lebih dulu meninggalkan Andini yang mengatur detak jantung lalu segera melepas sepatu dan segera menyusul.
Angin sepoi-sepoi menyambut Andini yang baru saja turun, matanya segera termanjakan oleh sunset yang indah. Langkah jenjangnya menghampiri tempat Rai berdiri. Dengan senyum di wajahnya ia begitu mengagungkan keindahan yang Tuhan ciptakan.
"Suka?"
"Ya, aku nggak pernah melihat ini. Begitu dekat rasanya, dulu hanya impian tapi saat ini menjadi kenyataan."
"Untung nggak terlambat."
"Maaf aku nggak tau jika akan di ajak kesini, jika terlambat aku lah yang paling bersalah." Andini menatap mentari yang sudah menghilang, berganti malam dan cahaya rembulan. Serta lampu taman yang ada di sekitar pantai.
Raihan menggenggam tangan Andini, membuat wanita itu menoleh ke arahnya. Senyum manis menghiasi wajah Rai yang terkena sinar rembulan, menambah nilai ketampanan yang Andini akui bertambah berkali-kali lipat.
"Maaf, jika aku tadi kasar. Aku nggak suka kamu dekat dengan Tara."
"Aku hanya mendengar cerita dan pengakuannya, lagian sama Tara juga nggak ada hubungan selain teman. Dia minta maaf atas semua kesalahannya. Lagian kenapa juga kak Rai marah? Kakak cemburu sama Tara?"
" Iya aku cemburu dengannya, kenapa?"
Andini menganga mendengar pengakuan Rai, padahal dia ingin meledek tetapi ternyata benar jika Rai cemburu.
"Kenapa apanya? itu hak kakak." Andini membuang muka, dia tak sanggup melihat wajah Rai. Mendadak gugup dan grogi.
"Jelas hak ku, kamu istriku! walaupun sulit dapetin hati kamu, tapi bukan masalah untukku."
Wajah Andini memerah, apa ini artinya Raihan sudah mencintainya? Andini tak menyangka jika hati Rai begitu cepat menerima.
Keduanya duduk di atas pasir putih, memandang ombak yang bergulung dengan angin terus berhembus. Raihan berusaha menciptakan suasana agar Andini lebih rileks bercerita dan berkeluh kesah.
"Maafin aku kak, karena ulahku malam itu membuat Kak Rai terjebak pernikahan dadakan ini. Aku yang salah karena aku yang waktu itu begitu bodoh," ucap Andini dengan pandangan lurus ke depan.
"Nggak perlu minta maaf, aku juga salah. Benar kata Andika, aku yang sadar seharusnya aku sanggup menahan diri. Bukan malah menikmati, maaf ya sudah merusak masa depan kamu?" Andini menggelengkan kepala, awalnya memang Andini begitu marah tapi sekarang dia sudah mulai menerima semua takdir yang telah digariskan.
"Kakak nggak salah, kucing di kasih ikan yang fresh begini sudah tentu tergoda. Apa lagi aku begitu aduhai ya kan kak?" Andini berusaha mencairkan suasana.
Rai terkekeh mendengar pertanyaan Andini, tangannya terulur mengusap lembut kepala istrinya dengan gemas.
"Ya kamu begitu aduhai, sayangnya sekarang begitu galak. Aku hampir setiap malam menahan, tapi kamu dengan santai tidur pulas."
Andini tercengang mendengar penuturan Raihan, dia tak menyangka jika Rai menginginkannya setiap malam. Tangan Andini menutupi dada, menatap tajam mengajak perang.
"Kenapa?"
"Kakak sungguh meresahkan, kalo begitu mulai nanti malam aku tidur di kamar tamu saja."
"Apa-apaan kamu, nggak ada pindah kamar. Aku nggak mengijinkan! Sekalipun harus menahan, aku masih sanggup."
"Dasar kak Rai, awas ya jika aku nggak aman!" Andini menatap Rai, "maaf aku belum bisa menjadi istri idaman kakak, aku mengerti keinginan kakak tapi hati aku masih berat. Apa lagi lukanya masih menganga. Jika kakak tak sabar setelah hasilnya negatif, kakak bisa tinggalin aku. Tapi jika sabar, tunggu aku sampai aku bisa menyembuhkan hati aku lagi dan menerima cinta yang baru."
Raihan meraih jemari Indah, mengecupnya jemari Andin membuat Andini menunduk malu. "Aku akan sabar menunggu, aku harap kamu segera membuka hati kamu untukku. Dulu aku memang menganggap kamu seperti adikku, tapi ternyata aku nggak tahan di goda olehnya."
"Andini, tetaplah di sisiku walaupun sulit. Jangan ada kata cerai lagi karena itu hanya menyisakan perih. Aku pernah gagal, tapi kali ini aku tak ingin mengalaminya kembali."
Rai mengecup kening Andini, membuat hati wanita itu bergetar dengan degupan jantung yang hampir terdengar.
Cup
Kecupan itu turun ke bibir, membuat senyuman di wajah Rai tercetak jelas.
"Cantik...."
"Jangan menggodaku Kak dan jangan suka mencuri kecupan. Kakak buat aku gelisah sampai hatiku lemas rasanya." Andini merengut dengan memukul dada Raihan. Sedangkan pria itu begitu senang dan menangkap kedua tangan Andini yang merusuh.
"Pahala menggoda istri sendiri, dari pada aku menggoda wanita lain."
"Silahkan saja, tapi jangan harap aku mau tidur sama kakak!" Andini pergi meninggalkan Rai.
"Ancamanmu menakutkan, aku nggak akan macam-macam!" Raihan berlari mengejar Andini yang sudah menghindar. Melangkah panjang menangkap tubuh wanitanya dan memutar dalam dekapan.
"Kak Rai, turunin aku!"
"Kamu nakal!"
"Kamu yang suka deketin cewek-cewek!"
"Nggak ada aku kayak gitu!"
"Janji!" seru Andini.
Raihan menurunkan tubuh Andini, mengubah posisinya agar berdiri menghadapnya.
"Aku janji sayang..."
Semburat merah begitu ketara di wajah, Andini merasa jantungnya kembali berdebar k koencang setiap dekat, apa lagi panggilan Raihan sekarang.
"Aku hanya ingin mulai mempercayai kakak, karena rasa percayaku akan pria sedikit berkurang. Apa lagi kalo sampai berujung selingkuh, aku nggak sanggup kak."
"Aku bukan mantanmu!"
"Kakak tau?"
"Ya, Andika sudah menceritakan semuanya. Tapi jangan salahkan aku jika mereka yang menggodaku."
"Dasar pria, ayo pulang aku capek!" Andini berjalan meninggalkan Rai yang tersenyum tipis melihatnya.
Raihan membawa Andini menuju restoran dekat pantai, mampir makan malam sebelum pulang ke rumah.
"Kita makan dulu ya, aku lagi pengen makan seafood."
"Ya," Andini menjawab singkat.
"Hey, masih marah? katanya belum cinta?"
"Siapa yang marah kak? nggak ada, aku hanya laper aja. Ayo cepet kak, udah laper aku."
Raihan menggenggam tangan Andini membawanya masuk ke restoran yang menyajikan makanan aneka seafood dengan nuansa pantai dan duduk lesehan.
"Bagus..."
"Ya, kamu suka?"
"Lumayan, makananya enak?"
"Sepertinya enak, kita pesan ya," Raihan memesan beberapa menu untuk mereka berdua. Jeruk hangat sebagai pelengkap untuk menghangatkan.
"Besok berangkat kerja sama aku ya.."
"Nggak mau."
"Kenapa?"
"Aku nggak mau banyak yang curiga dan jadi bahan gosip karyawan kakak, apa lagi kalo sampai fans kakak tau. Males aku kak...."
"Ribet banget sich dek!"
"Kakak yang bikin ribet, tetap seperti biasa lebih aman. Taksi banyak, nggak perlu khawatir. Atau aku ambil motor dirumah mamah, lumayan ngirit ongkos."
"Aku kan udah kasih ATM buat kamu, tapi kamu tolak. Besok bawa kartu atm-nya dan bawa mobil aja berangkat kerja. Nggak usah bawa motor terlalu berbahaya. Dan aku nggak mau kamu terus di ajak pulang bareng sama Tara."
"Mulai posesif!"
"Semua buat kamu."
Mereka makan dengan lahap, Andini begitu lapar tak perduli dengan Raihan sesekali mengamati.
"Pelan-pelan makannya, aku nggak akan minta."
"Laper..."
Raihan membersihkan saos yang ada di bibir Andin, membuat Andini berhenti mengunyah dan melihat Rai yang begitu telaten membersikan.
"Kak jangan gini, aku kan bisa sendiri."
"Bagaimana caranya?"
Andini melihat kedua tangannya yang kotor saat makan lobster dan kepiting. Menatap Rai dengan menunjukkan kedua telapak tangannya.
"Kamu makan sampe kotor semua begini, ayo cepat di habiskan, setelah ini kita segera pulang."
Setelah makanan habis, Raihan menggelengkan kepala melihat Andini yang sudah bersandar dinding kekenyangan.
"Kenyang banget?"
"Iya, ayo pulang kak. Aku mau rebahan, udah nggak tahan Kak."
"Nggak tahan ngapain?"
Andini menatap kesal, "nggak tahan mau nimpuk kakak! mesum aku tinggal tidur tempat mamah loh!"
mkasih bnyak thorr🫰