Novel ketiga Author septi.sari
Karya asli dengan ide alami!!
Anissa terpaksa menerima perjodohan atas kehendak ayahnya, dengan pria matang bernama Prabu Sakti Darmanta.
Mendapat julukan nona Darmanta sesungguhnya bukan keinginan Anissa, karena pernikahan yang tengah dia jalani hanya sebagai batu loncatan saja.
Anissa sangka, dia diperistri karena Prabu mencintainya. Namun dia salah. Kehadiranya, sesungguhnya hanya dijadikan budak untuk merawat kekasihnya yang saat ini dalam masa pengobatan, akibat Deprsi berat.
Marah, kecewa, kesal seakan bertempur menjadi satu dalam jiwanya. Setelah dia tahu kebenaran dalam pernikahanya.
Prabu sendiri menyimpan rahasia besar atas kekasihnya itu. Seiring berjalanya waktu, Anissa berhasil membongkar kebenaran tentang rumah tangganya yang hampir kandas ditengah jalan.
Namum semuanya sudah terasa mati. Cinta yang dulu tersususn rapi, seolah hancur tanpa dia tahu kapan waktu yang tepat untuk merakitnya kembali.
Akankan Anissa masih bisa bertahan??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 2
"Siapa kamu ...." lirih Ailin ketakutan. Dia seraya bangkit dari duduknya, dan langsung memundurkan langkahnya. Wanita cantik dengan wajah pucat itu langsung menjatuhkan diri diatas lantai, membekap seluruh badanya dengan kembali belirih, "Jangan...jangan ambil pangeranku! Aku takut sendirian..."
Anissa terus saja mendekat. Mengukir senyum hangat, lalu ikut duduk dihadapan wanita depresi itu. Anissa mengulurkan tanganya, "Tidak perlu takut denganku, Ailin! Akulah yang akan merawatmu kedepan. Dan kehadiranku tidak akan mengambil pangeran dari sisimu!" lirih Anissa yang terdengar lembut sekali.
Ailin yang mendapat perlakuan lembut seperti saat ini. Sontak saja tak bergeming, saat tanganya diusap begitu lembut oleh wanita dihadapanya.
Sorot mata yang semula menyirat ketakutan, kini perlahan mencair hangat, tanpa ada tekanan apapun. Ailin perlahan memajukan badanya, "Kamu tidak jahat..? Kamu akan baik padaku? Apa boleh, aku menjadi sahabatmu. Aku selalu sendirian disini..." kata Ailin menatap Anissa dengan antusias.
Anissa mengangguk. Dia tersenyum kembali, "Aku tidak akan jahat kepadamu....duniamu begitu lembut, untuk aku yang baru tahu kebenaranya. Kalau begitu, mari menjadi sahabat!" balas Anissa menarik sudut bibirnya.
Pukul 12 siang.
Setelah selesai mengurus Ailin, Anissa segera beranjak dari kamar gadis depresi itu, dan membiarkannya tidur siang terlebih dahulu.
Krieett..
Ceklek..
Setelah menutup pintu, Anissa dikejutkan datangnya pelayan dari arah belakang.
"Nyonya, tuan sudah menunggu anda untuk makan siang bersama..." seru pelayan bernama Nila.
Anissa sempat terkejut, lalu segera membalikan badan dengan mengulas senyum hangat, "Saya bukan nyonya dirumah tuan kalian!! Jadi, panggil nama saya saja~Anissa!" jawabnya menegaskan, bahwa kehadirannya bukan tidak seperti yang mereka bayangkan.
"Emm..baik non Anissa! Mari..."
Setelah kepergian pelayanya, Anissa mencoba menguatkan hatinya sebelum dia benar-benar harus berhadapan kembali dengan suaminya.
"Hah..!" helaan nafas Anissa terdengar begitu berat, seakan langkah kakinya begitu berat hanya untuk membawanya menuju ruang makan.
Tap...tap...tap
Deru langkah Anissa saat menuruni anak tangga, rupanya tidak membuat sang suami menoleh ataupun melirik sedikitpun. Bahkan, Prabu masih terdiam hingga Anissa sampai di depanya saat ini.
Bunyi deritan kursi itu begitu nyaring, menggema keseluruh sudut ruangan. Namun seolah tidak mengganggu kenyamanan dari sang empu, yang masih saja berperang dalam pikiranya sendiri.
Anissa mengambil piring kosong yang ada didepan suaminya, lalu mengisi beberapa hidangan tanpa satu kalimat yang terlontar.
Tak..
Bunyi piring saat diletakan sang istri dimeja kaca tersebut, masih tidak membuat seorang prabu membuka suara, hingga dia benar-benar mulai menyuapi mulutnya dengan makanan tersebut.
"Setelah makan siang selesai, tolong tunjukan dimana kamarku!!" kata Anissa yang masih sibuk dengan makananya. Semenjak kenyataan yang baru saja dia terima beberapa jam lalu, wajah yang dulu selalu tersenyum, kini mendadak datar tanpa ekspresi.
Prabu masih terdiam, dan tampak sibuk dengan makanannya, hingga suapan terakhir. Setelah itu, dia bangkit dari duduknya. Setengah jalan langkahnya menggantung. Tanpa membalikan badan, dia hanya berkata.
"Ikuti aku!"
Anissa segera beranjak, setelah itu mulai mengikuti langkah suaminya menuju ruang samping.
Mereka berhenti didepan kamar dengab dua daun pintu, sama seperti kamar yang dihuni oleh Ailin. Saat pintu terbuka, Prabu masuk terlebih dahulu. Merasa sang istri tidak mengikuti langkahnya, sontak dia berhenti.
"Kamar ini bukan ranahku, maka tunjukan aku dimana kamar pelayan..." ujar Anissa terasa dingin.
Mendengar itu, rupanya membuat darah seorang Prabu mendidih seketika. Dia langsung membalikan badan, menatap sang istri dengan kedua mata tajamnya.
"Jangan membuatku emosi~Anissa! Cepat masuk, dan jangan membantah!" sahut Prabu menekan disetiap kalimatnya.
Anissa menarik nafas dalam, lalu segera melangkah tanpa bantahan lagi. Dapat dia lihat, kamar luas itu terdapat lukisan bocah kecil sedang bermain gitar diatas dipan besar, dan dapat diyakini jika itu merupakan lukisan suaminya sewaktu kecil.
Semakin dalam Anissa masuk, dirinya mengedarkan pandang keseluruh ruangan, berharap menemukan kejanggalan dalam ruang tersebut, namun rupanya tidak ada.
"Mulai sekarang, ini menjadi kamar kita!" seru Prabu menatap istrinya yang berjarak.
Kita...? Apa pendengaran Anissa tidak salah. Suaminya barusan menyebut kamar kita, seolah langsung mengeklaim bahwa mereka nantinya akan tidur dalam ranjang yang sama.
Kening Anissa mengernyit, lalu segera membalikan badan. Langkahnya mendekat, dengan lemparan tatapan penuh pertanyaan.
"Kita...? Apa nanti kamu akan tidur disini?" ulang Anissa kembali.
"Hemmt..!" jawab Prabu mengangguk. "Ruangan besar ini, adalah kamar kita." lanjutnya lagi.
"Aku tidak mau!" tolak Anissa menantang tatapan Prabu.
Mendapat penolakan dari istrinya, prabu yang menahan geram, langsung saja mengikis jarak diantara mereka. Hingga Anissa dapat merasakan sapuan nafas suaminya yang saat ini tengah memburu.
"Jangan pernah membantah, Anissa. Aku sudah menyerahkan uang yang tidak sedikit kepada Brahma!! Padahal, Brahma sendiri memiliki hutang kepadaku. Tapi karena aku sedang membutuhkan pelayan untuk menemani kekasihku, maka sebagai gantinya, aku meminta dirimu dari Brahma sebagai penebus hutang!!" bisik Prabu tepat disamping telinga Anissa.
Anissa tak bergeming saat sapuan nafas suaminya, mampu menusuk gendang pendengarannya saat ini. Satu demi satu, kebenaran mulai Anissa ungkap dari mulut suaminya sendiri.
Dadanya berdesir nyeri, tidak menyangka rupanya sang ayah tega menukarnya jiwanya, dengan sejumlah uang haram.
Airmata yang semula menggumpal, kini luruh lantah diwajah datarnya. Dadanya bergemuruh hebat, seakan tidak mampu menopang langkah kakinya saat ini.
"Jangan pernah menangis dihadapanku! Aku paling benci dengan wanita lemah sepertimu, ini!" tandas Prabu merasa muak. Setelah itu, dia langsung melenggang pergi keluar meninggalkan tangisan sang istri sendiri.
Anissa akhirnya terjatuh, terkulai lemah diatas dinginya lantai marmer. Tangisanya seketika pecah tanpa ada yang peduli.
'Kenapa ayah tega sama Anissa...! Apa salahku, Tuhan.....!' jerit batin Anissa yang begitu mengiris hati.
Dret..
Dret..
Disela isakan tangisnya, Anissa dikejutkan dengan dering ponsel yang bergetar didalam saku dressnya.
'Ibu Rita'
Mendapat panggilan dari sang ibu, Anissa yang masih terisak, mencoba menarik nafas pelan sambil mengusap sisa air matanya. Senyum dibibirnya seketika melekung indah, berharap sang ibu tidak mencurigai dirinya.
"Bagaimana, apa Prabu bersikap baik padamu?" tanya bu Rita bersuara dingin.
Anissa segera bangkit dari duduknya. Kemudian berjalan menuju balkon kamar, "Ibu tidak perlu cemas!! Mas Prabu begitu manis memperlakukanku," jawab Anissa tersenyum kecut.
Bu Rita yang sedang duduk tenang sambil menikmati segelas teh hangat ditepi kolam, hanya menarik sudut bibirnya sekilas. "Baiklah, ibu tutup dulu!! Ingat, jangan pernah merepotkan suamimu~Anissa!" kata bu Rita yang mengakhiri perbincangan singkatnya dengan sang putri.
Anissa hanya tersenyum culas. Setidaknya, sang ibu masih memikirkan nasibnya, walaupun sikap dingin yang dia dapatkan.
Sementara diluar.
Prabu kedatangan seorang dua tamu parubaya. Keduanya tampak turun dari mobil dan langsung disambut hangat oleh kepala pelayan untuk diajaknya masuk.
"Selamat datang bu Asih dan tuan Sudrajat!! Monggo, silahkan masuk...." sambut mbok Marni dengan sopan.
Bu Asih mengusap lengan pelayan tersebut. Jika dilihat dari perlakuan bu Asih, dapat digambarkan jika mereka sudah lebih akrab dari bayangan orang-orang.
"Apa benar, Mbok?" tanya bu Asih melayangkan tatapan penuh tuntut.
Seakan mengerti. Mbok Marni terdiam beberapa detik, hingga dia hanya mengangguk sesaat.
"Panggilkan Prabu!! Suruh dia menghadap padaku sekarang," sahut tuan Sudrajat, yang tida habis pikir dengan jalan kekasih putrinya.
Mbok Marni hanya mengangguk, lalu segera bergegas pamit menuju dalam. Baru setengah jalan, mbok Marni dikejutkan oleh kedatangan tuan mudanya dari atas tangga.
Tap...tap...tap
"Ada apa, mbok?" tanya Prabu setelah dia berhasil turun kebawah.
"Tuan dan ibu....mereka sudah ada didepan!" kata mbok Marni meminta tuanya untuk segera bergegas kedepan.
Bagas menarik nafas dalam, lalu segera melenggang kedepan untuk menemui dua tamunya itu.
"Kenapa kamu lakukan ini, Prabu?" suara tuan Sudrajat menggema, saat melihat Prabu berjalan dari dalam.
Belum sampai suami Anissa itu duduk. Dia masih berdiri dengan melempar tatap penuh tanya, "Paman dan ibu sudah tau?"
Bu Asih ikut bangkit dari duduknya. Berjalan dua langkah mendekat kearah Prabu, dengan menampakan tatapan teguran kepada pria dihadapanya.
"Apa istrimu, juga sudah tahu Prabu?" tanya bu Asih menahan kecewa.
Prabu menatap kedua tamunya terlebih dulu, sebelum tatapanya lurus kedepan. Wajahnya seketika mendingin, bahkan tanpa senyum sedikitpun disana, "Bahkan, aku yang meminta dia untik merawat~Ailin!" jawabnya tanpa rasa belas kasihan pada sang istri.
Bu Asih sontak saja membekap mulutnya, saking tidak menyangka dengan sikap kejam calon menantunya itu. Air mata wanita tua itu, tiba-tiba menggumpal dibalik pelupuk keriputnya. Jika sekali kedipan saja, mungkin airmatanya akan menetes berjatuhan.
Tuan Sudrajat juga membolakan mata tajam mendengar penyataan pria muda didepanya saat ini. Bagaimana mungkin, seorang istri sah malah merawat kekasih suaminya yang sedang depresi. Tuan Sudrajat benar-benar tidak habis pikir dengan sikap aneh yang dilakukan calon menantunya itu.
"Hah!" desah keras tuan Sudrajat, yang merasa bingun. "Kamu benar-benar gila, Prabu!" teriaknya kembali, "Sekarang, Paman akan membawa Ailin pergi dari sini! Paman tidak ingin membuat istrimu merasa terganggu dengan adanya wanita lain dirumah ini!" seru tuan Sudrajat.
✨🦋1 Atap Terbagi 2 Surga ✨🦋
udah update lagi ya dibab 62. nanti sudah bisa dibaca 🤗😍
alasan ibu mertua minta cucu, bkn alasan krn kau saja yg ingin di tiduri suamimu.
tp ya gimana secara suaminya kaya raya sayang banget kan kl di tinggalkan, pdhl mumpung blm jebol perawan lbih baik cerai sekarang. Anisa yg bucin duluan 🤣🤣. lemah
mending ganti kartu atau HP di jual ganti baru trus menghilang. balik nnti kl sdh sukses. itu baru wanita keren. tp kl cm wanita pasrah mau tersiksa dng pernikahan gk sehat bukan wanita keren, tp wanita lemah dan bodoh.
jaman sdh berubah wanita tak bisa di tindas.
yg utang kn bpk nya ngapain mau di nikahkan untuk lunas hutang. mnding #kabur saja dulu# di luar negri hidup lbih enak cari kerja gampang.
karena ini Annisa terkejut, bisa diganti ke rasa sakit seolah sembilu pisau ada di dadanya. maknanya, Annisa merasa tersakiti banget
setahuku, penulisan dialog yang benar itu seperti ini.
"Mas? Aku tak suka dengan panggilanmu itu Terlalu menjijikan untuk didengar, Annisa," ucap Parbu dingin dengan ekspresi seolah diri Annisa ini sebegitu menjijikan di mata Prabu.
Tahu maksudnya?
"BLA BLA BLA,/!/?/." kata/ucap/bantah/seru.
Boleh kasih jawaban kenapa setiap pertanyaan di dialog ada dobel tanda baca. semisal, ?? dan ?!. Bisa jelaskan maksud dan mungkin kamu tahu rumus struktur dialog ini dapet dr mana? referensi nya mungkin.
bisa diganti ke
Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu kamar mereka (kamar Prabu yang kini menjadi kamar mereka)
Annisa mulai menyadari sikap dingin Prabu yang mulai terlihat (ia tunjukkan).
BLA BLA BLA, Annisa langsung diboyong ke kediaman Prabu yang berada di kota Malang.
dan kata di kota bukan dikota.
kamu harus tahu penggunaan kata 'di' sebagai penunjuk tempat dan kalimat