Sebenarnya, cinta suamiku untuk siapa? Untuk aku, istri sahnya atau untuk wanita itu yang merupakan cinta pertamanya
-----
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan juga vote, jika kalian suka ya.
dilarang plagiat!
happy reading, guys :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Rii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Guna-guna
Setelah kejadian itu, Aryan sering mendapati Aira menyendiri dan jarang makan. Awalnya ia berpikir itu efek hormon kehamilan, namun, semakin lama semakin parah. Total, sudah 3 hari Aira bahkan tak mau tidur di dekatnya, bicara dan juga bersitatap dengannya pun tidak mau.
Aneh sekali.
Tubuh Aira pun terlihat lebih kurus dari sebelumnya, tentunya ini akan membahayakan kesehatan Aira dan janinnya.
Aryan sudah membujuk di bawa ke rumah sakit, namun, istrinya itu menolak. Ia pun memanggil dokter ke rumah, istrinya kembali menolak dengan keras.
Entah apa sebabnya.
Aryan sampai tak bisa fokus bekerja, karena terus memikirkan kondisi Aira yang semakin parah.
Hari ini, Aryan memutuskan tak pergi kerja, ia juga sudah menghubungi orang tuanya agar melihat kondisi Aira sebentar. Mana tau, dengan Mama Elisa nanti, Aira mau sedikit makan ataupun bercerita tentang masalahnya.
"Pak, non Aira gak mau makan katanya," seru bu Imas sembari membawa nampan berisikan makanan untuk Aira.
"Udah di bujuk, bu?"
"Udah, pak, saya sampai mohon-mohon, tapi non Aira tetap gak mau." Aryan menghela nafas pelan, lalu mengambil alih nampan itu.
"Biar saya aja, kayaknya memang harus di paksa." Aryan berjalan menuju kamarnya, berniat akan memaksa Aira untuk makan. Ia tak ingin Aira kenapa-kenapa, begitu juga dengan bayinya.
Di dalam kamar, terlihat Aira tengah duduk di dekat jendela kamar, sembari menyandarkan kepala di dinding. Aryan membawa makanan itu ke dekat istrinya, membuat istrinya langsung bergerak, hendak pergi.
"Diam di sini! Kamu harus makan, saya maksa!" Aira menatap tak suka ke arah Aryan, lalu menarik paksa tangannya yang digenggam kuat oleh Aryan.
"Lepasin!"
"Kamu kenapa, ha? Ini bukan kamu, Aira, kamu kayak kerasukan."
"Aku bilang lepasin!" teriak Aira memberontak, karena tangan kanannya tak kunjung terlepas dari genggaman Aryan.
"Saya gak bakalan lepasin sampai kamu bener-bener makan!"
Aira kembali memberontak, lalu tangan kirinya yang tak digenggam Aryan mengambil gelas minum di nampan, lalu melemparkan gelas itu ke arah Aryan.
Sontak hal itu membuat Aryan langsung meringis, karena keningnya mengeluarkan darah, akibat pecahan gelas tadi.
Aira menatap darah itu dengan mata yang melotot, lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
"Bu-bukan salah aku."
"Iya, gak papa, jangan panik." Aryan menahan darah di keningnya, sembari menenangkan Aira yang sedang panik. Bukannya tenang, Aira malah pergi melarikan diri, sembari terus mengatakan kalau itu bukan salahnya.
Aryan menatap kepergian Aira dengan perasaan khawatir, takut istrinya jatuh atau melakukan tindakan konyol. Ia pun dengan segera menghubungi bu Imas agar mengawasi Aira, selagi ia membersihkan lukanya.
Setelah membersihkan luka, Aryan pergi melihat Aira yang kata bu Imas, sedang duduk sendirian di halaman belakang. Aira yang selalu memperhatikan penampilan saat di luar rumah, mulai dari memakai kaus kaki dan juga jilbab, kini duduk sembari termenung dengan menggunakan baju tidur tanpa jilbab. Aryan sudah meminta bu Imas, mengatakan pada pekerja laki-laki di sini, agar tak berkeliaran dan cukup di dekat pintu gerbang saja, karena kondisi Aira sekarang.
Bertepatan dengan Aryan yang berdiri menatap Aira dari kejauhan, ayah dan ibunya datang dengan raut wajah khawatir.
"Gimana keadaan Aira sekarang, Yan?" tanya mama Elisa setelah Aryan menyalimi-nya.
"Itu dia." Aryan menunjukkan keberadaan Aira pada kedua orang tuanya.
"Kening kamu kenapa, Yan?" tanya papa Heri salah fokus dengan kening putranya.
"Eum, gak kenapa-kenapa, cuma luka dikit aja," jelas Aryan tak mau mengatakan yang sebenarnya, karena malas menjawab banyak pertanyaan. Fokusnya sekarang ialah cara mengembalikan Aira seperti semula.
"Coba mama deketin ya," ujar mama Elisa meletakkan tasnya, lalu berjalan mendekati menantunya.
"Assalamualaikum, Aira sayang," sapa mama Elisa saat sudah di dekat Aira. Aira menoleh, lalu tersenyum tipis. Mama Elisa pun mengambil tempat di samping Aira.
"Kenapa melamun di sini, hm? Udah makan?" tanya mama Elisa memegang tangan Aira yang semakin kurus.
"Kenapa datang ke sini, Ma? Dipanggil sama dia ya?" tanya Aira membuat kening Mama Elisa berkerut.
"Dia itu siapa maksudnya, nak?"
"Aryan, orang jahat itu," jawab Aira dengan wajah tenang.
"Memangnya mas Aryan jahatin Aira, ya? Jahat yang kayak gimana?" tanya mama Elisa menatap lekat tatapan menantunya yang terlihat kosong.
"Jahat, dia itu orang jahat, monster. "
"Dia suami Aira, loh."
"Dia orang jahat, nanti kami cerai kok."
Semakin lama, semakin melantur. Mama Elisa pun tak mau membahas itu dan memilih berbasa-basi saja, hingga mengajak Aira untuk makan.
Saat di ajak makan, Aira langsung menggeleng dan menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
"Kenapa, sayang? Kenapa gak mau makan?"
"Dia selalu ngasih nasi basi yang ada ulatnya, Aira gak mau, Ma." Kedua mata mama Elisa langsung terbelalak mendengar itu. Bagaimana bisa menantunya ini mengatakan itu yang ia yakini tidaklah benar. Tidak mungkin Aryan memberikan nasi basi yang berulat.
"Kalau gitu, makan sama mama aja ya." Aira terlihat mengangguk pelan, membuat Mama Elisa tersenyum. Setidaknya, ia sedikit mendapat pencerahan dari sikap Aira sekarang.
"Gimana, ma?" tanya papa Heri saat mama Elisa berjalan masuk ke rumah.
"Nanti kita bicarakan ya, yang penting Aira sekarang mau makan. Ini mama mau ambilin makanannya," sahut Mama Elisa.
"Biar saya ambilkan, bu," seru bu Imas.
"Jangan, biar saya ambilkan aja. Ada sedikit masalah, makanya dia gak mau makan makanan dari kalian."
"Kok gitu, ma?" tanya Aryan dengan tatapan bingung. Kenapa mama-nya tak mengatakan langsung saja sih.
"Nanti aja, kalau mama cerita sekarang, bisa gak mau lagi Aira makan nanti."
"Oh yaudah, Ma, nanti aja."
------
Setelah selesai makan, mama Elisa menemani Aira ke kamar, hingga menantunya itu benar-benar tertidur. Mata yang terlihat lelah, badan yang terlihat kurus, dapat menjelaskan betapa Aira menyakiti diri sendiri, tanpa adanya sebab yang jelas.
Setelah memastikan Aira benar-benar tidur, Mama Elisa pun segera keluar dari kamar, menemui suami dan putranya.
"Sekarang, coba mama cerita," desak Aryan saat sang ibu baru saja duduk.
"Jadi gini, mama rasa dia gak suka cuma sama kamu aja, Yan."
"Tapi kenapa? Aryan gak buat salah apa-apa, Ma, Aryan udah ngelakuin yang terbaik, sejauh ini."
"Bukan karena salah kamu, tapi salah orang lain. Aira selalu ngeliat kalau makanan yang dibawa bu Imas ataupun yang kamu bawa, selalu basi dan berluat, makanya dia gak mau makan. Terus, katanya kamu selalu natap dia dengan tatapan gak suka, kayak mau nyakitin dia. Itu kenapa dia gak mau dekat-dekat sama kamu, dia takut sama kamu," jelas mama Elisa sembari menghela nafas pelan.
"Aira di guna-guna, Yan. Istri kamu di guna-guna biar benci sama kamu. Dia bakalan sering berhalusinasi, terus lama-kelamaan nanti dia bakalan depresi. Temen mama dulu ada yang kayak gini, persis banget kayak gini. Ternyata di guna-guna sama perempuan yang mau ngerebut suaminya. Untungnya masih bisa sembuh, walau pernah coba bunuh diri 2 kali karena halusinasi."
Sontak mendengar itu, baik Aryan maupun papa Heri langsung terkejut. Mereka tak menyangka kalau ada yang masih menggunakan hal ghaib di jaman modern begini.
"Terus sekarang gimana, ma?" tanya Aryan seketika khawatir. "Apalagi Aira lagi hamil," gumam Aryan pelan.
"Papa bakalan minta teman papa yang pinter ngobatin orang di guna-guna, buat bantu kita," ujar Papa Heri membuat mama Elisa langsung menatapnya.
"Jangan coba-coba bawa dukun, pa!"
"Bukan dukun, Ma, tapi ustadz. Papa tau hukum kok," sahut papa Heri cepat.
"Baguslah, takutnya papa bawa dukun pula."
"Jadi, dia cuma benci sama Aryan, ma?" tanya Aryan menatap telapak tangannya yang bergaris-garis.
"Lebih tepatnya takut, tapi kalau gak diobatin, dia bakalan benci sama kamu."
"Ya Allah." Aryan memijit telapak tangannya, menahan amarah di dadanya. Siapa yang tega melakukan itu, disaat ia sedang mencoba menjadi suami yang baik, disaat ia sedang mencoba mencintai istrinya.
Apa Diana? Kalau benar dia, Aryan benar-benar tidak akan memaafkannya.
Siapapun itu, ia tidak akan memaafkan orang keji yang tega membuat istrinya jadi seperti ini.
bahasanya jga enak di baca