Elena adalah agen rahasia yang sedang menjalankan misi untuk mengambil informasi pribadi dari kediaman Mafia ternama bernama Luca Francesco Rossi. Saat menjalankan misi Elana terjebak dan menjadi tawanan beberapa hari.
Menyamar sebagai wanita panggilan, setelah tidur bersama pria yang menjadi mafia berbahaya itu, Elena menyelinap dan berhasil mendapatkan informasi penting yang akan menghancurkan setengah kekuatan milik Luca.
Dan itulah awal dari kisah Luca yang akan memburu dan ingin membalas dendam pada Elana yang menipunya. Disisi lain Elena yang bekerja menjadi agen rahasia berusaha menyembunyikan putri kecil rahasianya dengan mafia kejam itu.
Sampai 4 tahun berlalu, Luca berhasil menemukannya dan berniat membunuh Elena. Dia tidak mengetahui tentang putri rahasianya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dadeulmian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Malam hari yang seharusnya bisa digunakan untuk istirahat terganggu begitu saja oleh seseorang yang terungkap jika salah satu bawahan Luca ternyata mata-mata dari seseorang yang telah menjadi musuh lama.
Mansion itu penuh dipenuhi suara tembakan dan orang-orang berlari kesana kemari, tentu saja Elena juga ikut berlari ke kamar Sophia.
Tapi disana dia melihat Luca yang berdiri di depan pintu.
"Kenapa kamu disini? Bagaimana dengan Sophia?" Tanya Elena panik, dia langsung berlari menghampiri Luca dan ingin meraih kenop pintu tapi Luca menghentikan tangannya.
"Tidak, jangan bangunkan dia."
"Dengan suara tembakan dan orang rusuh seperti ini. Tidak mungkin dia tidak bangun! Dia pasti ketakutan dan menangis didalam sana." Ucap Elena, dia menyentak tangan Luca dan meraih kembali pintu itu tapi Luca lagi-lagi menghentikannya.
Kali ini bukan tangan miliknya yang ia pegang, tapi langsung pinggangnya dan Luca menyeretnya agar menjauh dari pintu.
"Tenanglah, Elena. Sophia akan baik-baik saja. Aku membuat kamar ini khusus dengan alat khusus yang bisa merendam suara dari luar kamar. Sophia aman disana, jangan menganggu dia tidur."
"Tapi–" Elena menghela nafas dan menoleh cemas pada pintu kamar Sophia sebelum akhirnya mencebikan bibirnya. "Bagaimana jika penyusup itu masuk lewat jendela?"
"Aku memasang jebakan khusus di jendela. Yang akan otomatis aktif jika Sophia sudah tidur di kasurnya, jendela itu punya sengatan listrik dan alarm. Dia akan baik-baik saja. Aku janji, aku sudah membuatnya aman." Ungkap Luca panjang lebar.
Elena masih terlihat cemas tapi pada akhirnya menghela nafas, dia mengangguk pelan. "Baiklah, tapi apa yang kamu lakukan disini? Apa kamu tidak mengikuti bawahanmu untuk keluar menangkap mata-mata itu?"
"Apa kamu pikir aku memperkerjakan orang tanpa menilai kemampuan mereka? aku tidak perlu mengikuti mereka karena mata-mata itu jelas bukan levelku."
Elena mendongak dan menatap wajah Luca, ingin sekali Elena melemparkan telur busuk ke wajah ini. Kenapa pria ini selalu membuatnya kesal hanya karena satu atau dua ucapan ya?
Tapi sebelum mereka bisa memperpanjang pembicaraan mereka, seseorang berlari dengan kencang ke arah mereka. Dengan senapan yang di tembakan dengan asal dan sembarangan.
Elena reflek menghindar dan berlari bersembunyi ke salah satu dinding. Begitu juga Luca yang langsung bersembunyi bersama Elena.
Mereka berdua saling menempel di dinding sampai dimana Luca mencoba mengintip sedikit membuat Elena harus berada di antara tubuh Luca dan dinding di belakangnya.
DOR !
Dor!
Dor!
Suara tembakan jelas terdengar dan orang yang berlari dengan senapan itu terlihat berbalik badan dan menembak orang-orang yang mengikutinya di belakang.
Dor! Dor! Dor!
Seperti dalam film laga yang sering Elena tonton saat masih dalam pelatihan. Tembakan tanpa henti diluncurkan dari senapan yang dibawa oleh mata-mata itu, beberapa penjaga atau bawahan Luca terlihat menghindar dan bersembunyi di dinding sambil membalas dengan pistol yang mereka bawa.
Elena tetap diam dan tangannya reflek mengambil sesuatu di pinggul kanannya. Tapi dia sadar jika dia tidak membawa pistol atau senjata apapun sekarang.
Ah, Elena merasa sangat ceroboh sekarang. Meskipun Luca mengatakan jika mansion ini adalah rumah baru mereka. Seharusnya Elena tetap membawa satu atau dua senjata, rumah yang Luca katakan belum tentu aman untuk mereka.
Luca menyadari gerakan dari Elena, dia tersenyum kecil dan meraih pistol dari tempat yang ia sembunyikan, "gunakan ini."
Elena mendongak dan menatap pistol yang Luca berikan. "Kamu serius akan mempercayaiku dengan ini?"
"Tentu saja, aku tahu kemampuan kamu sejak pertama kali kita bertemu." ungkap Luca dengan senyuman tipisnya yang tidak hilang. Elena penasaran apa maksud senyuman itu, apakah hanya ejekan atau sekedar pujian biasa.
Elena ragu tapi dia tetap mengambil pistol yang Luca serahkan. Dia memeriksa ada berapa peluru disana sebelum akhirnya dia kembali menoleh memeriksa mata-mata yang sudah hampir dekat pada mereka.
Luca tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya pada Elena dan berbisik tepat di telinga miliknya. Elena bahkan bisa merasakan nafas yang menderu di kulit miliknya karena mereka terlalu dekat sekarang.
"Aku tahu kamu gadis yang pintar, jadi lindungi aku daripada berbuat hal bodoh." bisiknya dengan nada yang entah apa terasa sangat menggoda Elena.
Pria ini seolah bisa membaca pikiran Elena. Karena beberapa saat dia memegang pistol itu, dia sudah ingin menarik pelatuk dan menembak tepat di dada atau dagu Luca.
Tapi sepertinya Luca telah membacanya dan pada akhirnya Elena hanya bisa menghela nafas dan mengelak, "aku tidak akan melakukan itu."
Elena menarik pengaman yang masih terpasang di pistol dan mengarahkan ke arah mata-mata itu akan berlari.
"Lumpuhkan dia dan aku akan menyelesaikannya." ucap Elena yang sudah siap dalam posisi bertarung.
Luca menyeringai dan hampir saja memuji Elena dengan ungkapan sexy jika saja mata-mata itu tidak mendekat.
Dor Dor Dor!
Brak!
Tidak disangka jika Luca akan melompat begitu saja pada pria yang memegang senapan itu. Jadi Elena yang terkejut tapi reflek langsung mengincar lengan kiri orang itu.
Luca bahkan sampai tersenyum lebar karena tembakan Elena tepat mengenai sasaran. Luca berlari menghadang pria yang masih terluka itu dan memukul pria itu dengan guci yang Luca ambil.
Brak! Prang!
Suara disana terus terdengar berisik.
Dan pada akhirnya, Luca benar-benar menghabisi pria itu dengan tangan kosong. Dia bahkan sampai tersenyum sambil menikmati memukul habis pria yang sudah tidak bisa menggerakkan jarinya itu.