aku tidak tahu apakah pernikahanku akan berjalan sempurna atau tidak...
aku juga tidak tahu apakah aku mampu melewati pernikahan ini hingga akhir atau tidak...
hanya Tuhanlah yang tahu akhir kisah cinta pernikahanku ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Haruskah Aku Bersembunyi
Alishba menatap dengan sorot mata dinginnya ke arah Mizan Rayaz, kakak laki-lakinya.
Tatapannya tajam seolah-olah ingin menusuk kuat Mizan.
Mizan Rayaz hanya bisa pasrah menerima rasa kebencian dari adik perempuan satu-satunya itu.
"Tolong maafkan aku, Alishba !" ucapnya penuh sesal.
Mizan mencoba meraih tangan Alishba tapi langsung ditepis oleh adiknya dengan kasarnya.
Tidak ada sahutan dari Alishba yang membuang mukanya ke arah lain.
Tampak jelas, roman muka Alishba berubah kecewa atas penjelasan cerita dari Mizan mengenai kebenaran aliansi pernikahan di dalam hubungannya dengan Sulaiman.
Artinya, semua yang dikatakan oleh Sulaiman itu benar adanya dan suaminya tidak sekedar menuduhnya tanpa bukti.
Alishba mulai menangis sesenggukkan, wajahnya murung serta semburat memerah menahan rasa malunya terhadap perbuatan keluarganya yang jelas-jelas menerima lamaran pernikahan untuknya hanya ingin menekan perang terjadi antara keluarga Rayaz dan Harmam.
"Alishba...", panggil Mizan menyesal.
"Bagaimana aku harus menghadapi rasa malu ini terhadap Sulaiman, kak ?" kata Alishba murung.
Alishba terisak-isak sedih ketika menatap ke arah Mizan.
"Dan apa yang mestinya aku lakukan sekarang, sedangkan aku telah membuat pernikahanku sendiri menjadi hancur karena aliansi pernikahan ini, kak", sambungnya terbata-bata.
Mizan beranjak berdiri dari atas kursi lalu berjalan mendekati Alishba seraya berusaha meraih tangan adiknya.
Namun berulangkali usahanya itu ditepis keras oleh Alishba saat kakak laki-lakinya hendak memegang tangannya.
"Alishba, dengarkan aku dulu !" kata Mizan bersikukuh keras.
"Tidaaaak !!!" teriak Alishba histeris sembari memegangi kepalanya yang berdengung kuat.
"Alishba !" panggil Mizan cemas berusaha mendekati Alishba, adik perempuannya.
"Menjauhlah dariku, kak !!!" teriak Alishba semakin histeris.
Mizan Rayaz menggeleng pelan, hatinya teriris pedih ketika mendapatkan balasan penolakan dari Alishba.
"Tidak, adikku, mana mungkin aku menjauhi dirimu, kau adalah adik perempuanku satu-satunya, tidak mungkin untukku menjauhkanmu dari diriku", kata Mizan dengan sorot mata murung.
Mizan berusaha menghampiri Alishba namun adiknya itu selalu menolak dirinya dengan terus menjauh.
"Tidak, kak !" ucap Alishba sembari menggeleng pelan. "Tidakkah kau tahu bahwa Sulaiman selalu menghakimiku dengan terus-terusan menyebutkan aliansi pernikahan kepadaku ???" sambungnya.
Tampak kesedihan tergambar jelas pada raut wajah Alishba yang menangis itu.
"Bahkan aku merasa berada di dalam neraka saat ini, pernikahanku berjalan buruk tanpa adanya cinta karena Sulaiman terus-menerus menuduhku dengan aliansi pernikahan yang katanya aliansi itu hanya akan menguntungkan bagi keluarga Rayaz" kata Alishba beruraian air mata.
Alishba menggeleng pelan seraya bersedih.
"Dan aku telah kehilangan mahkotaku yang terenggut paksa oleh Sulaiman, aku merasa diriku sangat kotor dan jijik terhadap diriku sendiri, kak Mizan", lanjutnya dengan beruraian air mata.
"Alishba...", gumam Mizan semakin menyesal.
"Aku bukan gadis lagi sekarang ini, dan aku tak sanggup menjaga kehormatanku sendiri di hadapan Sulaiman, bahkan aku tidak pantas lagi menjadi bagian dari keluarga Rayaz, kak", kata Alishba yang terus menerus menangis.
"Maafkan kami, Alishba, atas semua kejadian buruk yang menimpa mu ini, Alishba", sahut Mizan murung.
"Sanggupkah aku melewati pernikahan tanpa hati ini ataukah aku harus berakhir di pengadilan sebagai istri yang tersakiti", kata Alishba.
Mizan menundukkan pandangannya, hatinya hancur berkeping-keping, mendengar perkataan Alishba mengenai buruknya nasib pernikahannya.
"Aku berjanji akan membawamu pulang bersamaku ke rumah kita seperti dulu, sampai aku dapat mengembalikan semua hutang-hutang keluarga kita, Alishba", kata Mizan.
"Berapa lama aku akan menunggumu untuk mengembalikan semua hutang-hutang keluarga kita, kak ?" sahut Alishba.
Alishba menarik nafasnya dalam-dalam sembari menahan kesedihan hatinya.
"Setahun..., dua tahun, lima tahun atau seumur hidupku..., aku harus menunggu waktu itu, waktu dimana kita mampu mengembalikan semua hutang-hutang ayah kepada Harmam ???" tanyanya sedih.
Alishba memandang kakak laki-lakinya dengan sorot mata sendu.
"Kapan kak, itu terjadi padaku ?" ucapnya lagi. "Haruskah aku dipenjara di rumah ini bagaikan burung dalam sangkar emas yang tidak memiliki kebahagiaan ?"
Alishba berkata sedih dengan bercucuran air mata.
"Aku hanya barang jaminan, yang tidak ada harganya di mata kalian atau pun dia, suamiku sendiri, setelah aku tidak berguna maka aku akan di campakkan begitu saja tanpa hati olehnya maupun oleh kalian semua", kata Alishba.
Alishba berkata dengan tubuh gemetaran hebat, menahan kesedihannya yang teramat dalam.
Seluruh badannya menggigil tak karuan sedangkan pandangannya mulai nanar.
Alishba merasa dirinya limbung, serta sangat pusing sehingga dia harus berpegangan erat pada tepi meja di sampingnya, sedangkan air matanya terus menerus bercucuran di wajahnya yang cantik.
Mizan terburu-buru mendekati Alishba seraya memapahnya.
"Duduklah sebentar, tenangkan dirimu sampai kamu merasa enakkan, Alishba", kata Mizan.
Alishba hanya menurut permintaan kakaknya, mereka berjalan ke arah kursi lalu duduk disana.
"Aku janji padamu, akan melunasi hutang-hutang keluarga Rayaz, jika terlalu lama, maka aku terpaksa menjual sebagian aset milik keluarga kita, hanya itu satu-satunya jalan terbaik untuk melepaskanmu dari aliansi pernikahan ini, Alishba", kata Mizan.
"Tapi waktu untuk itu semua sangatlah panjang, sampai kapan aku harus bertahan dalam pernikahan semu ini, kak Mizan", sahut Alishba.
"Bertahanlah sampai semuanya dapat terwujud, jangan lukai dirimu atau membuatmu sakit, tetaplah bersemangat sampai waktu itu datang", pesan Mizan.
Mizan mengatakannya dengan sungguh-sungguh lalu menggenggam erat-erat kedua tangan Alishba sembari berjanji padanya.
"Biarkan aku yang akan melunasi seluruh hutang-hutang ayah, dan aku pastikan akan membawamu pulang bersamaku, jika waktu itu juga tidak kunjung datang, maka terpaksa aku akan melarikan dirimu ke luar negeri, Alishba", kata Mizan dengan sorot mata sungguh-sungguh.
"Dan apa yang akan terjadi setelahnya, kak Mizan ?" tanya Alishba.
"Aku tidak tahu secara pastinya, mungkin saja akan ada perang diantara dua keluarga besar dan aku pastikan mereka mendapatkan hukumannya jika tidak melepaskanmu dari cengkraman Sulaiman", sahut Mizan.
"Aku tidak menginginkan perang terjadi antara kalian, tapi aku juga tidak sanggup bertahan dalam hubungan pernikahan mengerikan ini, kak Mizan", kata Alishba.
Mizan dengan tulusnya mengusap air mata Alishba yang turun membasahi wajahnya yang polos.
Tatapan Mizan berubah sendu ketika dia memandang ke dalam kedua mata Alishba, seakan-akan dia ingin mengenyahkan kesedihan yang dirasakan oleh adiknya itu meski dia harus bertindak di luar akal sehatnya.
Mizan memejamkan kedua matanya seraya meraih pundak Alishba lalu memeluknya dengan penuh perasaan mendalam yang sulit, untuk dia jelaskan.
"Alishba, aku berjanji padamu akan melindungimu dari cengkraman Sulaiman, dan aku akan membawamu pergi menjauh dari rumah terkutuk ini secepatnya", janji Mizan kepada Alishba.
Alishba hanya menangis sesenggukkan di bahu kakak laki-lakinya, terdiam tanpa berkata apa-apa lagi.
"Sekarang aku harus pulang karena ada pekerjaan yang mestinya aku selesaikan segera, tunggulah aku datang lagi ke rumah ini dan aku akan mencari cara agar kamu bisa pergi dari sini, Alishba", kata Sulaiman seraya memasang wajah seriusnya.
"Kapan kakak akan datang kembali ke rumah ini dan menjengukku lagi ?" sahut Alishba yang terisak-isak sedih.
"Entahlah kapan pastinya, tapi aku janji akan datang kesini lagi dan melihatmu, Alishba", kata Mizan.
"Aku akan menunggu kedatanganmu kembali, kak Mizan", sahut Alishba.
"Tetaplah semangat ! Dan teruslah jaga kesehatanmu selagi aku belum kembali ke rumah ini lagi, Alishba !" kata Mizan sembari menyeka air mata yang beruraian dari sudut mata Alishba.
"Kak...", sahut Alishba.
"Jika dia sampai melukai dirimu lagi, maka aku pastikan akan menembaknya tepat di kening laki-laki itu bahkan mereka semua, dan aku akan buat rumah ini sebagai makam terakhir bagi keluarga Harmam", kata Mizan dengan berapi-api.
serem amat nikah kayak gini, thor !
aliansi pernikahan, gak ada tulus-tulusnya, gak ada cinta juga klo nikah seperti iniiii...