Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Waktu jelang subuh
Marlon pulang ke rumah bersama anak buahnya tepat di pukul dua belas. Ia melihat Reiner barusaja mandi ketika ia dan supirnya menginjakkan kakinya ke dalam rumah.
"Kau sudah pulang?" tegur Reiner sembari menyalakan rokoknya dan memegang segelas alkohol.
Marlon mengangguk sembari memindai tampilan Reiner. Apakah pria itu baru saja 'memakan' Rachel? Kini Marlon yakin bila bos-nya itu sebenarnya memang tertarik kepada Rachel.
"Pria tadi bernama Samuel. Dari penyelidikan yang di lakukan Leon, ternyata dia merupakan salah seorang teman Bryan. Memiliki tempat perjudian ilegal di Vuma!"
Maka gelas yang sedang berada di tangan Reiner langsung pecah karena ia remas. Pria itu menjadi terpancing emosinya.
"Apa dia sengaja menggoda Rachel?" tanya Reiner tanpa terlihat kesakitan.
Marlon mendekati Rainer lalu mengambil sapu tangan dan mengelap tangan Reiner yang terluka akibat pecahan beling.
"Tuan, musuh anda tidak lah sedikit. Adalah sangat baik jika anda tidak lagi membawa nona Rachel untuk urusan pekerjaan!" Marlon memberi saran kepada bos-nya karena semua ini dinilai riskan. Takut kalau Samuel memiliki motif lain padahal semua itu hanya murni pertemuan tak di sengaja.
"Tapi dia bisa kabur kalau tidak aku bawa!" sergah Reiner kurang setuju dengan nasihat Marlon.
Marlon melipat kembali sapu tangan penuh darah itu. "Selama Ayahnya dirawat, dia tidak akan berani kabur!" Marlon menyahuti dengan muka serius.
Membuat Reiner terlihat menimbang-nimbang saran tangan kanannya itu. "Kau yakin?"
Marlon mengangguk penuh keyakinan.
"Sebab saya yakin jika sebenarnya anda memiliki perasaan lain kepada nona Rachel."
"Baiklah. Kita pulang saja sekarang. Kau urus sisanya!"
Marlon kembali membungkuk penuh rasa hormat.
Beberapa saat kemudian, Reiner tampak mendatangi Rachel yang sudah terlelap di kamar. Ia duduk pelan-pelan sembari mencium bibir gadis itu. Rachel yang mendapat sentuhan dan merasa terusik seketika bangun.
Ia terkejut begitu melihat Reiner yang hanya mengenakan celana panjang tanpa baju, duduk di tepi ranjang. Pria itu tidak tersenyum namun juga tidak terlihat marah.
"Apa masih sakit?" tanya Reiner yang langsung tahu hal yang mungkin di derita Rachel.
"Kenapa kau bertanya bodoh. Kau tidak lihat milik mu sebesar apa?" Rachel menggerutu dalam hati.
Merasa tak ada jawaban, Reiner lalu mengusap pelan rambut Rachel lalu menciumi nya. "Kau tahu aku tidak suka kalau kau melakukan hal seperti itu lagi, hm?"
Rachel terdiam sewaktu Reiner menciumi rambut dan beralih ke pipinya. Melawan pun percuma. Kini ia harus paham bila Reiner benar-benar pria gila yang sukar di tebak sikapnya.
"Padahal, aku sudah sangat suka kalau kau bersikap menurut dan tidak membangkang!"
Rachel masih terdiam saat pria itu menciumi pipinya. Namun saat begitu, tanpa sengaja ia melihat luka di telapak tangan Reiner. Membuatnya terkejut.
"Kita akan pulang sekarang!"
Rachel terhenyak dan bahkan tak jadi bertanya soal luka yang tercipta di telapak tangan Reiner, karena terfokus dengan ucapan Reiner barusan.
Tunggu dulu, bukankah Marlon berkata bila dia akan di sana selama tiga hari? Kenapa sekarang dia tiba-tiba mengajaknya pulang?Ah bodo amat, yang terpenting ia bisa segera bertemu ayahnya. Persetan soal mengapa Reiner tiba-tiba mengajaknya pulang.
Rachel mengira mereka akan pulang bersama, tapi ternyata Marlon dan sang supir masih berada di sana. Membuat hati Rachel kian bertanya-tanya. Apakah semua ini ada kaitannya dengan kejadian di bar tadi?
Sepanjang perjalanan, Reiner juga terlihat lebih diam. Rachel pun jadi menduga-duga. Apa terjadi masalah lain? Oh ya ampun, kenapa ia ikutan jadi tidak tenang sih?
Karena tak ada komunikasi selama di perjalanan, Rachel akhirnya tertidur. Tentu saja, sehabis di 'hajar' tadi ia baru tidur sebentar dan langsung di bangunkan oleh Reiner. Ia benar-benar lelah.
Reiner akhirnya membangunkan Rachel saat announcement pesawat akan landing terdengar. Reiner kembali melu*mat bibir perempuan itu agar dia terbangun.
Rachel yang mendapat sentuhan dingin di bibirnya menjadi tergeragap. Ia hampir menjerit karena perbuat Reiner namun tidak jadi.
"Sudah sampai, betulkan posisi duduk mu!" kata Reiner yang langsung kembali ke mode cool.
"Astaga, apa tidak bisa dia membangunkan dengan cara yang normal? Aku kan jadi pusing kalau seperti ini!" Rachel menyatukan kedua alisnya memberengut. Kesal karena Reiner sungguh bukan pria wajar.
Mereka akhirnya turun dari pesawat bersama. Di airport, rupanya sudah ada Leon yang di hubungi Marlon untuk menjemput Reiner dan Rachel.
"Selamat datang tuan!" salam Leon sembari membungkuk hormat.
"Hmmm!"
Sejurus kemudian, Leon terlihat mendekat lalu membisikkan sesuatu di telinga Reiner dan langsung membuat wajah pria itu mengeras.
Rachel duduk di mobil dengan perasaan ingin tahu. Pasalnya, sejak keluar dari airport tadi raut wajah Reiner kembali seperti saat pertama ia bertemu. Kaku dan terlihat sangat jahat. Apa sebenarnya yang di katakan pria bernama Leon itu sehingga air muka Reiner langsung berubah keruh?
Dan setibanya mereka di mansion, barulah Rachel tahu sebab musabab muka Reiner mengeras.
Ia melihat perempuan tua yang masih terjaga di waktu dini hari. Perempuan tua itu terlihat sangat berkelas meskipun kerutan sudah memenuhi tiap inchi kulit putihnya.
"Siapa dia? Kemarin dia tidak ada?" Rachel penasaran.
"Akhirnya kau pulang juga!" kata perempuan itu menyambut Reiner yang wajahnya masih terlihat keruh.
Reiner terlihat malas menjawab. Dia lalu memerintahkan Leon untuk membawa Rachel masuk ke kamar.
"Antarkan dia!"
"Baik tuan!" Leon membungkuk hormat.
"Mari nona, saya antar!"
Rachel sempat melihat ke arah Reiner, tapi pria itu terlihat sangat kesal. Ia lalu tertunduk sebab tatapan wanita itu terhadapnya sangat tak ramah. Semacam tak suka cenderung menghina.
Saat berjalan bersama Leon, sayup-sayup ia mendengar Reiner yang di cecar pertanyaan oleh wanita tua itu.
"Kau membawa pulang perempuan tidak jelas lagi?"
"Dia mengatakan aku wanita tidak jelas? Apa Reiner sering membawa wanita lain sebelumnya?"
Reiner terlihat tak suka dengan bahasa yang di gunakan oleh neneknya. Reiner maju dan menatap tajam wajah perempuan tua itu.
"Mau apa kau kemari? Kalau kedatangan mu hanya ingin meminta ku untuk menjadi pejabat, maaf. Jawabanku masih sama!"
"Begitu kah caramu berbicara dengan nenek mu Reiner Sebastian?"
Reiner menghentikan langkahnya lalu berbalik. "Jangan ganggu hidup ku!"
Nenek Reiner terlihat kesal dengan cucunya yang selalu memiliki sikap kasar dan buruk seperti itu. Ia bukannya tak tahu apa yang di lakukan oleh cucunya, tapi Reiner benar-benar sulit untuk di taklukkan.
Di kamar, Rachel jadi kepikiran dengan siapa sosok wanita tua yang menyebutnya wanita tidak jelas tadi. Namun baru saja akan berganti pakaian, Rainer tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu dan langsung melempar tubuhnya ke atas ranjang. Reiner memejamkan di sana.
Rachel terbengong-bengong, wajah Reiner terlihat lelah sekali. Ia cepat-cepat meneruskan mengganti pakaian. Saat hendak berjalan menuju sofa, Reiner yang matanya terpejam tiba-tiba bersuara, "Mau kemana kau, cepat kemari!"
Rachel terkejut dan langsung mendecak, jadi dia tidak tidur?
Dengan hati-hati Rachel mendekat dan merayap ke ranjang. Namun tangan kekar itu tiba-tiba menarik lalu memeluk tubuhnya.
"Tidurlah. Bukankah besok kau ingin bertemu Ayahmu?"
Rachel sampai mencubit lengannya sendiri demi memastikan jika dia tidak sedang bermimpi. Ia menoleh dan tak sengaja malah menabrak hidung dan bibir Reiner yang sudah mulai mengeluarkan napas teratur. Aroma tubuh pria itu benar-benar masuki sekali. Ia jadi merinding.
Dan jika di lihat dari jarak dekat seperti ini, Reiner memang sangat tampan. Alis tebalnya membingkai wajah kokoh. Sayangnya sikap pria itu kadang seperti iblis. Menyakitinya tanpa pernah meminta maaf.
Merasa tak ada pergerakan karena Reiner sepertinya benar-benar sudah tertidur, Rachel kembali memunggungi Reiner. Biarlah seperti ini dulu, Rachel rasa pengorbanannya tak akan sia-sia karena beberapa waktu kemudian dia pasti akan bertemu sang Ayah.
Waktu jelang subuh itu pun berakhir dengan Rachel yang tidur sembari di peluk oleh Reiner yang jauh di dalam hatinya memendam beribu luka.
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir