Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 - Kecurigaan
Jika saat ini Zean sedang baik-baik saja dalam pelukan sang istri, di tempat lain Zia tengah terbelenggu kegundahan kala putranya tidak bisa dihubungi. Ditambah lagi, Yudha mengaku tidak mengetahui keberadaan Zean.
"Biarkan saja, kita tahu sendiri Zean memang selalu ingin sendiri setiap kali terpukul begini."
Mikhail memberikan pengertian pada Zia, sejak dahulu Zean memang terbiasa memilih kesendirian jika hatinya sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi, kali ini batin Zia bereda, biasanya Zean akan izin secara baik-baik dan memastikan diperbolehkan atau tidak.
"Mas, kali ini berbeda ... aku sudah tanya orang-orang di rumahnya, dan mereka bilang malam kemarin memang Zean tidak pulang ke rumah, sementara sorenya Nathalia pulang. Tidak biasanya Zean pergi, apalagi kalau istrinya ada di rumah."
Meski Nathalia menjawab tidak ada yang salah, tetap saja hati Zia mengatakan ada yang berbeda. Sejak malam dimana Ibra berpulang, Zean tidak mendekati istrinya melainkan terus menyendiri usai puas menangisi kakeknya.
Tidak hanya itu, ketika di pemakaman juga sama. Zean dan Nathalia seperti bukan pasangan lagi, Zean lebih banyak diam dan tidak saling menguatkan seperti Mikhayla dan Keyvan.
"Sejak kecil dia sudah begitu, 'kan? Pergi dan pergi, jika nanti suasana hatinya sudah membaik pasti kembali."
Mikhail boleh berkata seperti itu. Namun, Zia tetap tidak tenang sama sekali. Malam sudah larut dan pikirannya masih terus tertuju pada Zean, bagaimanapun di mata Zia pria itu akan selalu menjadi bayi kecilnya.
"Tapi setidaknya bilang tidur dimana, Mas ... dia pasti kehujanan, baunya basah dan kamu tahu sendiri Zean mudah sakit, kalau dia flu di luar bagaimana?"
"Zia, putra kita sudah dewasa, Sayang. Dia sudah 29 tahun, bukan 29 bulan. Masalah perusahaan saja bisa dia pulihkan, apalagi masalahnya sendiri ... sudah, biarkan saja Zean mencari cara melupakan kesedihannya," tutur Mikhail lembut dan berharap malam ini tidak akan ada drama Zia menangisi kedua putranya. Setelah kemarin Sean dia tangisi karena belum pulang, tidak mungkin Zean juga demikian.
Seharusnya mereka saling menguatkan saat ini. Sayangnya, di antara anak cucu Ibra, Sean dan Zean memilih pergi entah kemana. Malam ini semua masih berkumpul di kediaman Ibra dan Kanaya demi memberikan kekuatan untuk bidadari pilihan Ibra dalam hidupnya.
"Nathalia di sini?"
"Tadi ada, cuma mungkin sudah pulang ... besok ada jadwal katanya," jawab Zia dan hal itu sontak membuat Mikhail menghela napas panjang.
Dia memang suka sosok yang menghargai pekerjaan dan mencintai mimpinya. Akan tetapi, untuk menantunya yang satu ini jiwa Mikhail benar-benar menyerah, dia sama sekali tidak menyalahkan Zean andai kerap pergi dan meninggalkan Nathalia jika keadaannya terus begini.
Ditengah pembicaraan mereka, Syakil yang merasa haus keluar dari kamar dan tidak sengaja melihat sang kakak tengah berbincang di ruang tamu. Merasa penasaran, pria itu ikut bergabung. Beruntungnya, Syakil memutuskan kembali ke kota kelahirannya demi sang papa sejak tiga tahun lalu.
Andai saja dia masih memilih egonya dan terus berada di luar negeri, mungkin saat ini Syakil tengah meratapi kesedihan sebagaimana yang Sean rasakan.
Suasana di rumah ini begitu berbeda, waktu sangat cepat berlalu dan hati Syakil mendadak lemah kala melihat tatapan Mikhail ke arahnya. Teringat jelas bagaimana Ibra yang selalu menjadi api setiap mereka bertengkar demi membuat perselisihan itu usai.
Lanjutkan, sampai salah satunya masuk IGD
Kalimat andalan Ibra kala mereka bertengkar. Hingga kini, Syakil masih begitu mengingatnya. Apalagi, wajah Mikhail selalu membuatnya mengingat sosok Ibra. "Kau kenapa?"
"Haus," jawab Syakil kemudian duduk dan bersandar di sofa.
Sejenak mereka sama-sama terdiam, Syakil yang memang dasarnya lemah jika soal orangtua kini kembali menitikkan air mata dan itu membuat Mikhail sebal melihatnya.
"Jangan kemari kalau cuma ingin menangis, Syakil."
"Sean, apa benar-benar tidak pulang?" Bukannya merespon ucapan Mikhail, Syakil justru balik bertanya.
"Entahlah, sekarang Zean juga ikut-ikutan. Kepalaku sakit sekali ya Tuhan," ungkap Mikhail memijat pangkal hidungnya, di saat begini jiwa Mikhail benar-benar diuji.
"Sean adalah dirimu sewaktu muda, sudah kukatakan perjodohan semacam itu hanya akan jadi petaka, Kak. Lihat sekarang, putramu berontak bahkan sampai ajal menjemput Papa tidak berjumpa Sean," ucap Syakil datar dan dia sangat menyayangkan keputusan Mikhail kala itu.
"Tapi setidaknya Zean bahagia, Syakil ... soal Sean yang tidak mau kembali, itu pilihan dia. Seharusnya dia bisa melihat bagaimana kehidupan Zean bersama Nathalia, kenapa masih belum mau pulang juga."
Memang, semua tersihir dengan kehidupan pernikahan Zean dan Nathalia. Bahkan papanya sendiri terkecoh dan menganggap Zean sebahagia itu. Akan tetapi, hari ini dia merasa Zean dan Nathalia tidak sehangat biasanya.
"Bahagia? Jika memang dia bahagia, mungkin di pemakaman yang dia peluk adalah Nathalia, bukan Zavia," ucap Syakil menyadari kejanggalan di hari ini, dia mengungkapkan kecurigaan terhadap perubahan sikap Zean.
Entahlah, Mikhail juga bingung sendiri. Terakhir dia bertemu, Zean terlihat baik-baik saja dan mengatakan jika dia bahagia. Raut wajahnya juga berbeda, dan Mikhail yakin kemarin memang Zean merasakan kebahagiaan itu.
Mungkin perasaan saja, Mikhail memang ragu. Hanya saja, dia berbaik sangka jika Zean begitu karena kesedihannya terlampau dalam. Sama sekali, dia tidak memiliki cita-cita rumah tangga sang putra retak. Dudanya Ibra jangan sampai menurun ke Zean, pikir Mikhail.
.
.
- To Be Continue -