NovelToon NovelToon
GITA & MAR

GITA & MAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Fantasi Wanita / pengasuh
Popularitas:4.2M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Gita yang gagal menikah karena dikhianati sahabat dan kekasihnya, menganggap pemecahan masalahnya adalah bunuh diri dengan melompat ke sungai.

Bukannya langsung berpindah alam, jiwa Gita malah terjebak dalam tubuh seorang asisten rumah tangga bernama Mar. Yang mana bisa dibilang masalah Mar puluhan kali lipat beratnya dibanding masalah Gita.

Dalam kebingungannya menjalani kehidupan sebagai seorang Mar, Gita yang sedang berwujud tidak menarik membuat kekacauan dengan jatuh cinta pada majikan Mar bernama Harris Gunawan; duda ganteng yang memiliki seorang anak perempuan.

Perjalanan Gita mensyukuri hidup untuk kembali merebut raga sendiri dan menyadarkan Harris soal keberadaannya.


***

Cover by Canva Premium

Instagram : juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

019. Menjadi Seorang Mar

Mar mengikuti ke mana langkah Chika menenteng Teddy Bear-nya. Malam pertama di rumah Harris ia malah tak bisa tidur nyenyak. Berkali-kali terbangun karena bermimpi hal yang sama; jatuh dari jembatan. Ia selalu tersentak saat seorang wanita berteriak saat ia didorong Samsul. Suara wanita itu tidak asing. Merasa tak akan bisa tidur nyenyak lagi, ia mandi saat langit masih gelap. Setidaknya di hari pertama bekerja sebagai Mar ia tidak mau kesiangan dan mendapat amukan bosnya.

“Mbak Mar kenapa, sih? Kemarin katanya sebentar saja. Aku ditinggal lama. Padahal aku demam.” Chika berhenti di ruang makan dan kembali duduk di kursinya.

“Saya ada keperluan di rumah. Anak saya...kamu tau anak saya, kan? Jay....”

“Mas Jaya sama Hasan? Ya, tau .... Kan, Mbak Mar aneh. Ngomongnya kayak Papi kalo telfonan. Pake saya-saya.” Chika tertawa kecil, meletakkan Teddy Bear di kursi kosong sebelahnya. “Mbak Mar udah sarapan?” Chika menunjuk mangkuk kosong di depannya.

Mar menarik kursi dan duduk di sebelah Chika. Membalik piringnya dan langsung mengolesi selembar roti dengan selai kacang kesukaannya.

Mungkin saking deketnya dengan Chika, Mar emang udah biasa makan atau sarapan bareng. Lumayan ... ada selai kacang brand kesukaanku.

“Tumben Mbak Mar mau diajak makan bareng. Makan roti lagi. Biasa katanya kalau nggak sarapan nasi, Mbak Mar nggak konsen kerja.” Chika mengangkat cangkir berisi susu dan meneguk isinya.

Mar sudah menganga dengan setangkup roti siap masuk ke mulutnya saat Chika bicara. Tangannya langsung turun. “Yang bener yang mana? Bisa ikut sarapan, enggak?”

Chika tertawa kecil. “Ya, bisa aja. Aku malah suka. Hari ini Papi berangkat cepet. Jadi nggak bisa sarapan bareng aku. Tumben, sih. Hari ini nggak ngerayu aku juga.”

“Ngerayu apa?” Mar mengunyah dengan mata berkeliling. Khawatir kalau Surti atau pegawai lainnya muncul melihat Mar yang begitu santai.

“Ngerayu yang biasa,” jawab Chika santai sambil menunjuk kotak sereal.

Mar tanggap dengan menuangkan sereal ke mangkuk Chika. “Ngerayu? Ngerayu apa?” Kembali mengangkat setangkup rotinya setelah meletakkan sendok di mangkuk sereal.

“Padahal setiap hari aku ceritain.” Chika cemberut.

“Ya kamu, kan, banyak cerita. Mbak Mar lupa yang mana.” Mar mengunyah rotinya dengan santai dengan kaki terayun. Berharap kalau Chika mau lebih banyak bercerita kalau ia sesantai itu.

“Ck, Mbak nggak pernah nyimak. Itu, lho ... ngerayu pindah rumah. Aku, kan, selalu cerita setiap pagi Papi pasti ngerayu aku pindahan dari sini. Dan aku selalu nggak mau. Aku suka rumah ini. Kan, Mbak Mar sendiri yang bilang kalau kamarku itu Mami yang buatin. Tapi setiap hari Papi ngerayu ngajak pindah. Kenapa harus pindah?” Chika menatap Mar dengan mulut penuh. Mengharapkan jawaban dari Mar yang sedang mencoba memahami isi cerita.

Kenapa harus pindah? Aku juga nggak tau. Memangnya Mar harus tau?

Mar menghabiskan setangkup roti sambil berpikir. Mulutnya mengunyah dengan tangan menumpu dagu.

“Rotinya enak, Mar? Nggak nambah lagi? Sekalian nasinya,” sindir Surti yang masuk dengan nampan kosong hendak mengangkat alat makan yang sudah dipakai.

“Aku nggak biasa makan nasi pagi-pagi. Roti segini aja cukup. Terlalu banyak karbo di pagi hari malah bikin ngantuk.” Mar menjawab Surti dengan santai. Suaranya kecil mencicit, namun nadanya berwibawa. Membuat Surti yang tadi niat menyindir langsung membuat raut serius. “Kamu tau kenapa Pak Harris ngajak anaknya pindah? Selama ini aku cuma pura-pura tau. Karena sebagai senior di rumah ini....” Mar lagi-lagi sengaja menggantung kalimatnya. Ia hanya tinggal menunggu Surti yang doyan bicara itu menyambung ucapan.

“Sebagai senior kamu boleh ngasi info yang salah? Maksudnya gitu?” Surti melirik Chika yang memakan serealnya dengan lahap.

Mar berdiri ikut membantu Surti membereskan meja makan. Sengaja menjauhi Chika yang sedang tidak memperhatikan mereka. “Yang kemarin-kemarin aku asal aja, sih.” Mar menghindari tatapan Surti. Ia berbisik agar Surti tahu bahwa topik obrolan itu tidak boleh terdengar Chika.

“Padahal kamu sendiri yang ngomong kalau Pak Harris itu trauma karena nggak lama tinggal di sini istrinya kecelakaan dan meninggal. Kamu sendiri yang ngomong kalau Pak Harris nganggap rumah ini bawa sial. Istrinya minta tinggal di daerah ini karena mau jauh dari kota yang berisik. Pak Harris manut meski kantornya jauh, tapi tetap pulang pergi setiap hari. Kalau kamu yang senior aja ngomongnya pura-pura tau, lantas aku percaya siapa lagi?” Surti sudah berdiri dengan nampan penuh peralatan makan kotor.

“Ayo ke belakang. Aku bantu cuci piring.” Mar merangkul bahu Surti.

“Jangan ngibulin aku kayak anak kecil, Mar. Kamu memang lupa atau pura-pura lupa kalau di sini ada mesin pencuci piring? Aku tinggal masukin piring-piring kotor ini dan aku bisa ngerjain yang lain.” Surti menuju dapur dengan Mar yang masih mengikutinya.

“Mungkin Pak Harris masih terpukul karena istrinya kecelakaan....” Lagi-lagi Mar menggantung ucapan dengan wajah sok bijak dengan tangan menyentuh bahu Surti. Menunggu lanjutan ucapan dari mulut rekan kerjanya. Tapi Surti hanya diam mengangkat alis.

“Lalu? Kamu nggak ada niat nyambung omonganku?” Mar berdecak kecewa.

“Karena istrinya kecelakaan bersepeda nggak lama setelah mereka tinggal di sini. Jangan bilang kamu asal ngasi informasi ke aku.” Surti sudah tiba di dekat mesin pencuci piring dan mulai menurunkan satu persatu piring kotor dari nampan.

“Aku cuma ngetes kamu aja. Kamu perhatian atau nggak ke keluarga tempat di mana kita mengabdi.” Mar melepaskan tangannya dari bahu Surti.

“Udah, ah. Kita nggak usah terlalu ngusilin keluarga orang. Kita inget aja dompet kita di tanggal segini cuma berisi pasfoto 2x3.” Surti selesai memindahkan semua alat makan kotor ke dalam mesin dan menyalakannya.

“Bukan ngusilin keluarga orang. Tapi peduli pada keluarga di mana kita bekerja. Itu beda, Surti. Kamu harus bedakan.” Mar berpura-pura menyentil debu dari bahu Surti dan pergi berlalu dari dapur.

Kemudian, tak ada pilihan lain bagi Mar selain menjalankan tugasnya sebagai babysitter bagi Chika. Mar masuk ke kamar Chika dan mempelajari semua yang ada di dalamnya dengan cepat. Bukan hal yang sulit juga. Ia tinggal mengikuti dan menanyakan bocah perempuan itu apa yang diinginkannya. Mandi pakai shower atau di bath tub. Karena Chika baru sembuh dari demam, Mar menolak keinginan anak perempuan itu untuk keramas dan bermain air terlalu lama. Mar juga ikut menggambar bersama sambil mendengarkan dan menanggapi Chika bercerita. Tak jarang gantian Chika yang menjadi pendengarnya.

Lalu, setengah hari itu tak ada hal aneh selain Chika yang berkali-kali mengatakan, "Aku suka Mbak Mar begini. Sekarang mau ikut ngobrol dan banyak tau. Aku suka ada temen.”

Saking banyaknya hal yang ingin diceritakan Chika, ia yang biasa tidur siang tak lama sesudah makan siang, kali ini jatuh tertidur saat hari menjelang sore. Mar membetulkan letak selimut Chika dengan setengah melamun.

“Ternyata orang yang kesepian itu lebih banyak bicara karena biasanya orang yang kesepian enggak sadar kalau dirinya kesepian.” Mar menutup pintu kamar Chika pelan-pelan. Berniat langsung ke kamarnya ingin merebahkan diri. “Enggak sulit, sih, jaga anak-anak. Tapi ya ... itu. Bergerak terus.” Mar bergumam sendirian saat menuruni tangga.

Keinginan Mar merebahkan tubuh menjelang sore itu sepertinya harus tertunda karena namanya sudah diteriakkan selama dua menit oleh Agung, si satpam rumah. Teriakan itu baru terdengar setelah langkah Mar masuk ke dapur paling belakang.

“Mar! Kenapa lama? Aku udah dari tadi teriak-teriak. Ini anakmu dateng nyariin.” Agung berdiri di pintu belakang dengan Jaya berada di sebelahnya.

Mar tergopoh-gopoh mendekati. “Jaya! Ada apa? Kamu ....” Mar melihat kaus lusuh Jaya yang kotor seakan baru ketumpahan sesuatu.

“Hasan dipukul Tante Mona karena numpahin air minum. Karena Hasan nangis aku bilang ke Tante Mona bakal ngelaporin ke Ibu. Aku disiram pakai mi kuah.” Jaya menunjuk bagian kausnya yang kotor. “Hasan juga kena siram. Aku dan Hasan mau pulang aja, Bu.” Jaya mengucek-ngucek matanya. Tak ingin menangis di depan Agung atau sosok ibu yang asing buatnya.

Tante Mona itu siapa? Adik Samsul? Berengsek! Kalau harus tonjok-tonjokkan aku minta maaf ke badan kamu, Mar. Kamu bisa menang, tapi juga bisa kalah dan babak belur. Semua buat anak-anak kamu.

“Gung, aku pulang ke rumah sebentar buat nengokin anak-anakku. Enggak akan lama.”

Mar tidak menunggu Agung mengatakan iya atau tidak. Tidak juga memikirkan urusan itu cepat atau lama. Ia memakai sandal pertama yang ia dapat di depan pintu dan pergi menggandeng Jaya keluar melalui pintu pagar depan.

Membayangkan seorang bayi kurus kekurangan gizi dipukul hanya karena menumpahkan air dan membayangkan seorang dewasa menyiramkan makanan ke tubuh anak kecil, itu bukan hal yang dilakukan manusia biasa.

Maafin aku, Mar. Maafin kalau setelah kita kembali ke tubuh masing-masing kamu nggak bersuamikan Samsul lagi. Mungkin aku ada di sini untuk menyelamatkan anak-anak kamu.

To be continued

1
Poernama 💜💜💝💝
seperti pertemuan ibu dan anak yg terpisah lama
Poernama 💜💜💝💝
seperti ibu dan anak njuss
Poernama 💜💜💝💝
Aalinya kmu sdh mendapatkan hati Anak dan Ayahnya Gita hanya soal waktu klu kmu sanggup bersabarlah
Ipehmom Rianrafa
lnjuut 💪💪💪
fitria pras
part yg mengandung bawang banget, udah neleleh² nya, d ujungnya kok jd buaya d kadalin, rencana mau nilap Harris ternyata gita jga dalam rencana mar,, trimakasih up nya kak njuss
Rini Eni
antara sedih & seneng di part ini. mellow bgt ni hati baca bab ini
🥀 UCHRIT Ossy 🔥
ikut trenyuh 🥺🥺🥺
Lailatus S
haris suruh meluk rumah sakit peninggalan istrinya aja gak usah melibatka wanita lain d hidupnya
biar gak nyusahin orang
Lailatus S
ngapain sih maaar segala laporan ke haris😡
💞wiraTAMAyuda💞
hwaaaaaaa sedihhhhhh
mksh njus triple upnya , sehat2 njussss
Ika drajat Drajat
😭😭😭
serafika andriana
hamil diluar angkasa ki pieee, ga enek gravitasi nek luar angkasa le arep naninu neno kepieeee
Rahmi Miraie
akhirnya gita dan chika bisa bertemu dan saling melepas rindu..semoga cepat sembuh ya chika setelah ketemu tante gita
serafika andriana
nenek psikopat, noh cika bukan boneka nek, punya hati, punya perasaan, pikirmu tu anak cukup disekolahin, dikasih makan, hadehhhhh untung tua ya git, mudaan gampar aja
Ika drajat Drajat
😭😭 ikut mewek aku
serafika andriana
Bravooo bu git, sukseskannn
Ika drajat Drajat
nenek yg egois
Jossy Jeanette
akhirnya tante gita bertemu dgn chika jadi ikut😢😭
L𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
wkwkwkkw pasti kocakk ini
L𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
astagfirullah nagakk iya sedih ya markisah😆😆😆 kyak buar markisaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!