NovelToon NovelToon
Kemarau Menggigil

Kemarau Menggigil

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Berbaikan / Mengubah Takdir / Bullying dan Balas Dendam / Slice of Life
Popularitas:14.3k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Ayah, aku butuh selimut untuk tubuhku yang penuh keringat. Kipas angin tua milik bunda hanya mengirimkan flu rindu. Sebab sisa kehangatan karena pelukan raga gemuknya masih terasa. Tak termakan waktu. Aku tak menyalahkan siapa pun. Termasuk kau yang tidak dapat menampakkan secuil kasih sayang untukku. Setidaknya, aku hanya ingin melepuhkan rasa sakit. Di bawah terik. Menjelma gurun tanpa rintik gerimis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 20

"Nih," ucap Alila saat aku dan Rasen sudah berada di parkiran. Dua eskrim yang masing-masing berwarna coklat dan hijau disodorkan kepada kami. "Traktiran dariku. Buat kalian"

Rasen melirikku. Kemudian mengambil yang hijau karena ia tahu aku tidak menyukai rasa matcha. Sekejap, aku menyusul tangan Rasen untuk mengambil eskrim satunya.

"Terima kasih, Alila." Rasen berkata.

"Untung saja aku sempat menyusul sebelum kalian pergi. Aku paham, Dain tidak nyaman dengan kehadiran Flo. Tapi tenang saja. Flo sepertinya kapok berurusan denganmu. Dia baru pertama kali merasakan bahwa ternyata patah tulang itu sangat menyakitkan. Semangat, Dain. Dua minggu lagi kamu bisa bersekolah lagi," ujar Alila.

"Itu bukan hiburan. Lebih baik gue dikeluarkan saja dari sekolah." Aku menjawab malas yang membuat Alila seketika melirik Rasen.

"Baiklah, aku kembali ke temen-temen dulu. Dah, nikmati kencan kalian!"

"Dah, Alila!"

"IH, APAAN SIH!" seruku sembari menurunkan tangan Rasen yang melambai ke arah Alila.

"Ada apa, Dain?"

"NGGAK!" tegasku yang kemudian membelakangi Rasen.

Lelaki itu pindah ke depanku seraya menatap penuh selidik, "Oh, kamu cemburu sama Alila? Iya, deh. Nggak bakal aku lakuin lagi."

"Nggak. Menyingkir! Nggak usah lihat gue!" ucapku sebal dan kembali membelakangi Rasen.

Tak menyerah, lagi-lagi Rasen berdiri di depanku, "Dain..."

Aku mengeraskan rahang. Tidak mau melihat Rasen. Tidak peduli jika dilihat orang-orang yang berlalu-lalang.

"Balik ke dalam lagi, yuk. Gantiin boneka kamu yang rusak." Rasen mengajak.

Dulu, Rasen memberikanku boneka kelinci itu di hari ulang tahunku. Pada saat itu, aku baru berpacaran dengannya selama dua bulan. Setiap malam, aku selalu memeluk boneka itu. Hingga bulu satu kali seminggu aku selalu mencuci bulu putihnya. Sampai pada akhirnya ayah tega merobek boneka kesayangan dan satu-satunya milikku itu. Sewaktu kecil, aku juga memiliki dua buah boneka. Satu boneka panda pemberian ibu, satu lagi boneka hiu pemberian ayah. Keduanya sudah usang dan telah lama dibuang oleh ayah. Jadi, aku begitu bahagia setelah bertahun-tahun akhirnya mendapatkan boneka lagi dari seseorang yang spesial bagiku. Walaupun kini boneka itu sudah rusak juga.

Aku menurut saja dengan ajakan Rasen. Kami tidak jadi pergi setelah beberapa menit berada di parkiran. Alila dan kawan-kawannya juga sudah tidak ada di stand eskrim.

"Pilih aja mana saja yang kamu suka. Mau banyak juga boleh," ujar Rasen setelah kami sampai di tempat boneka-boneka.

Di dekat pintu masuk yang transparan itu, aku langsung melihat rak yang berisi boneka panda. Seketika langkahku berhenti di depannya. Seraya melihat dari atas sampai bawah. Boneka ini jelas berbeda dengan yang diberikan ibu dulu. Tentu saja, ibu membelikanku di pasar yang harinya tidak sampai dua puluh ribu. Ukurannya juga jauh lebih kecil. Aku membelai bulu lembut boneka panda lucu itu. Ini jelas jauh lebih lembut dan empuk untuk dipeluk. Tapi boneka lama dan murah pemberian ibu itu jauh lebih nyaman. Sebab masih ada ibu di sisiku.

"Ibu... " ucapku lirih dengan bibir bergetar.

Rasen yang menyadari lamunanku langsung menepuk pundakku, "Kamu mau panda ini? Kamu pasti punya kenangan dengan boneka panda. Gimana? Mau yang ini?"

"Nggak." Aku melepas tangan Rasen dari pundakku dan menjelajahi rak-rak boneka lainnya. Untuk apa membeli boneka panda itu jika hanya akan membasahi luka yang sudah lama kering.

Rasen tidak banyak bicara dan mengikutiku dari belakang. Sementara pandanganku menyapu semua rak boneka yang ada di ruangan ini.

"Aku mau ini," ujarku memperlihatkan boneka yang kira-kira seukuran kucing liar dewasa itu kepada Rasen. Sebuah boneka berbentuk kelinci.

"Kelinci lagi?" tanya Rasen memastikan.

Aku mengangguk.

"Nggak mau yang lebih besar lagi?"

Aku menggeleng.

"Baiklah," ucap Rasen yang kemudian berbalik badan menuju salah satu rak boneka dan mengambil sebuah boneka ukuran jumbo. Boneka beruang berwarna merah muda yang empuk. Tingginya sepinggangku. "Tak apa jika itu pilihanmu. Tapi, izinkan aku memberikanmu ini juga. Karena ini adalah pilihanku. Dengan begitu, di kamarmu akan ada dua boneka. Boneka kecil dan boneka besar."

"Jangan! Nggak mau. Lepaskan itu kembali!" tegasku langsung menolak tawaran Rasen.

Benda sebesar itu tentu akan langsung menarik perhatian ayah. Bagaimana jika aku berbuat kesalahan dan boneka itu jadi korbannya lagi. Untuk boneka yang ukurannya kecil ini, aku bisa menyembunyikannya saja setiap kali hendak pergi agar tidak diketahui ayah.

"Beneran cuma mau itu? Nggak mau nambah?";

"Nggak, Rasen. Jangan memaksa, deh. Bikin mood rusak!" ketusku sebab terbayang nasib boneka besar itu di tangan ayah walaupun sebenarnya aku sangat senang ditawari itu oleh Rasen. Boneka yang jauh lebih empuk dari kasurku.

"Bagaimana jika ukurannya sama dengan pilihanmu?"

Sebagai jawaban, aku menatap tajam pada Rasen dan membuatnya langsung menyatukan kedua telapak tangannya tanda meminta maaf.

...****************...

Ayah pulang dalam keadaan kotor. Seperti biasanya. Lumpur sawah sudah seperti bodycare baginya. Ia pulang tepat ketika aku sedang makah malam. Kerap kali terbersit pada pikirku, akankah suatu saat nanti aku dan ayah bisa makan bersama lagi? Kalau pun makan di waktu yang sama. kami pasti selalu di tempat berbeda. Kalau aku di dapur, ayah di ruang tengah. Begitu pun sebaliknya.

"Keong. Bersihkan untuk dimasak besok," pinta ayah seraya melepaskan bajunya yang berlumpur. Menyisakan singlet putih yang sudah tidak putih, memperlihatkan tubuhnya yang penuh bekas luka. Termasuk bekas luka ketika ia dipukul warga karena kesalahpahaman di mana gaun putihku diguntingnya.

"Iya," jawabku singkat tanpa ekspresi.

Beginilah rumahku. Rumah yang entah kapan terakhir kali layak disebut tempat untuk pulang. Serta tempat untuk meneduhkan keluh. Atau tempat meraba kasih sayang. Sudah lama sekali. Dunia yang indah dan penuh kasih sayang hanya terjadi ketika aku masih kecil sekali.

"Apa yang dilakukan dua temanmu itu di sini?"

"Cuma berkunjung. Mengunjungi seseorang yang nggak sekolah selama seminggu," jawabku.

"Makan saja akibat dari kelakuanmu. Perempuan yang nakalnya melebihi laki-laki. Jangan pula kamu merayu laki-laki itu sehingga ia sebegitunya berjuang demi kamu. Sangat tidak masuk akal."

"Siapa juga yang maksa dia buat deketin aku. Emangnya aku sempat untuk merayu laki-laki sedangkan meminta perhatian dari ayahku sendiri tidur pernah aku lakukan? Buang-buang waktu saja. Kalau tidak bisa memberikanku kebahagiaan. Setidaknya jangan halangi orang lain yang hendak memberikan kebahagiaan itu." Aku berseru penuh emosi.

"Tidak ada yang menghalangi kebahagiaanmu. Tapi terakhir kali, laki-laki itu celaka 'kan karenamu. Tapi dia masih mau dekat-dekat dengan perempuan berbahaya sepertimu. Kalau kamu memang bahagia, seharusnya ubah sikapmu menjadi lebih baik. Bukan malah bertambah buruk hingga sekolah bertindak tegas terhadapmu." ujar ayah dengan kalimat menusuk.

Aku menarik napas panjang yang bersanding perih itu, "Aku bahagia bersamanya. Tapi bahagia itu tidak abadi. Orang-orang menyebalkan masih banyak di sekelilingku. Termasuk seorang ayah yang tidak pernah berada di pihakku dan terus menyalahkan apa pun yang aku lakukan. Serta tidak pernah mau mengerti. Lebih baik aku menyusul ibu saja daripada terus-terusan di sampingmu."

1
Selfi Azna
pada kemana yang lain
Selfi Azna
MasyaAllah
_capt.sonyn°°
kak ini beneran tamat ??? lanjut dong kakkkk novelnya bagus bangetttttt
Selfi Azna
mungkin bapaknya cerai sama ibunya,, truss jd pelampiasan
Chira Amaive: Bukan cerai, tp meninggal ibunya 😭
total 1 replies
melting_harmony
Luar biasa
Zackee syah
bagus banget kak novel nyaaa...
Chira Amaive: Thank youuuu
total 1 replies
Zackee syah
lanjut kak
Ichinose
barter, aku like punya kamu, kamu like punya aku
Chira Amaive: okeyyyyy
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!