Mata kecil itu berpendar melawan rasa bosan di tengah hiruk pikuk orang dewasa, hingga matanya berbinar melihat seorang gadis cantik, terlihat anggun dengan raut keibuan. Ini dia yang di carinya.
Kaki kecilnya melangkah dengan tatapan tak lepas dari gadis bergaun bercorak bunga dengan bagian atas di balut jas berwarna senada dengan warna bunga di gaunnya.
Menarik rok gadis tersebut dan memiringkan wajah dengan mata mengerjap imut.
"Mom.. Kau.. Aku ingin kau menjadi Mommyku.."
"Anak kecil kau bicara apa.. Ayo aku bantu mencari Ibumu.."
"Tidak, Ibuku sudah tiada, dan aku ingin kau yang menjadi Mommy ku."
"Baiklah siapa namamu?."
"Namaku Daren, Daren Mikhael Wilson aku anak dari orang terkenal dan kaya di kota ini, jadi jika kau menikah dengan Daddyku kau tidak akan miskin dan akan hidup senang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TW 19: Haruskah Aku Minta Maaf
Saat dalam perjalanan pulang Isa tetap diam, dan hanya sesekali menyahuti Daren yang bertanya padanya hingga Daren tertidur di pangkuannya, dan suasana menjadi semakin hening.
Tiba di rumah, Willy segera meraih Daren dan membawanya masuk untuk dia tidurkan di kamarnya. Willy masih berusaha terlihat biasa saja meski sebenarnya jantungnya masih berdebar cepat apalagi saat membawa Daren dari pangkuan Isa dan mencondongkan tubuhnya, aroma Gula- Gula kapas yang masih menguar, membuatnya menelan ludah.
Bagaimana bisa aroma Gula Kapas itu terus ada, apa yang penjual itu masukkan hingga wanginya menjadi tahan lama.
Setelah memastikan Daren tidur dengan aman di ranjangnya, Willy pergi ke kamarnya dan melepas seluruh kain yang menempel di tubuhnya lalu memasuki kamar mandi.
Isa memejamkan matanya saat kembali mengingat Willy yang sengaja memalingkan wajahnya agar Isa mencium bibirnya, pria brengsek, kurang ajar. Tidak tahukah jika itu adalah ciuman pertamanya, bagaimana bisa Willy merenggutnya begitu saja.
Isa merasa ternoda, dan bagaimana bisa Willy tampak biasa saja seperti itu.
Isa hampir saja memasuki kamarnya saat melihat pelayan sedang membersihkan sebuah lukisan menggunakan kemoceng di tangannya.
Dengan cepat Isa meraih kemoceng tersebut dan berjalan cepat ke arah berlawanan dengan kamarnya.
Si pelayan yang terkejut pun hanya bisa ternganga melihat Isa membawa kemocengnya "Nona.." Isa menghiraukan, dan melangkah semakin cepat menuju kamar Willy.
Pria itu akan Isa beri pelajaran, lihat saja.
Begitu tiba di depan kamar Willy, Isa terhenti untuk berpikir, haruskah dia mengetuk?.
Tidak, harusnya dia berteriak dan memaki Willy saja. Tapi, bagaimana jika Daren terbangun karena teriakannya.
Isa menggeleng. Tidak, tidak perlu mengetuk bahkan berteriak. Isa akan langsung masuk lalu menghajar Willy, biar pria itu tahu rasa.
Isa membuka pintu dengan kasar, namun sebelum pintu membuat suara debuman, Isa menahan tangannya agar tidak menghempaskan pintu terlalu kencang, di ingatannya masih pada Daren yang tertidur, tepat di sebelah kamar Willy.
Bagus sekali pintunya tidak terkunci hingga Isa bisa masuk dengan leluasa.
Begitu masuk Isa melihat punggung Willy berdiri di depannya, tiba- tiba rasa marah kembali merasuki dirinya dan siap untuk meledak.
Isa berjalan cepat dengan mengangkat kemocengnya tinggi lalu..
Bugh..
Bugh..
Bugh..
Tiga pukulan Isa layangkan di bagian pundak Willy, hingga Willy berjengit terkejut "Hey!, apa yang... Ah, sial!" Willy tak sempat mengelak saat Isa memukulnya bertubi- tubi.
Tidak terlalu sakit sebenarnya tapi bulu- bulu di kemoceng itu mengganggunya.
"Hey!!!"
"Brengsek, pria mesum tak tahu diri. Kau sengaja bukan melakukan itu..!!!" Isa menggila dan terus memukul Willy hingga bulu- bulu di kemoceng rontok dan berhamburan.
Semakin lama pukulan Isa semakin kencang dan menyisakan perih di wajah Willy, Willy masih belum bisa mengelak dan hanya melindungi wajahnya dengan tangannya "Apa yang kau lakukan, Heh!."
"Rasakan ini, tuan mesum, Keterlaluan kau merenggut ciuman pertamaku!" Willy yang terus mundur tak bisa lagi menahan dirinya saat Isa terus menyerangnya, hingga tubuhnya terhunyung ke belakan, dan dengan refleks menarik Isa hingga keduanya terjatuh..
"Aaa.." Isa berjengit saat dia terjatuh di atas tubuh Willy.
Karena terkejut Isa menghentikan pukulannya dan Willy menghela nafasnya lega "Kau sudah selesai."
"Setidaknya biarkan aku berpakaian dahulu sebelum kau menghajarku."
Isa mengerjapkan matanya, lalu tatapannya jatuh pada tubuh Willy, yang hanya terbalut handuk kimono, yang kini sudah terbuka bagian dadanya hingga Isa bisa melihat dada bidang berbulu..
"Aa..." Isa akan menjerit namun dengan cepat Willy membungkam mulutnya.
"Kau bisa membangunkan Daren."
Willy terkekeh melihat mata Isa terus berkedip dengan mulut tertutup tangannya.
Isa menepis tangan Willy dan berusaha untuk bangun, namun sekuat apapun dia berusaha Isa tak bisa bangun, sebab tangan Willy kini memeluk pinggangnya erat "Apa yang kau lakukan, brengsek. Lepaskan aku!"
Willy menyeringai "Sungguh itu ciuman pertamamu?" Isa menegang, gerakannya meronta terhenti. "Aku merasa terhormat, tapi Nona.. apakah sungguh itu sebuah ciuman?."
"Apa?" wajah Isa memerah..
"Itu hanya sebuah kecupan, aku bahkan tak merasakan apapun saat bibirmu bersentuhan dengan bibirku." jelas Willy berbohong, karena sekarang pun tatapan matanya tak lepas dari bibir merah muda milik Isa, Willy masih penasaran dengan rasanya.
Mata Isa membelalak menatap pria kurang ajar di bawahnya. "Kau.." katanya dengan gigi gemelutuk "Harusnya kau minta maaf padaku."
"Untuk apa?, aku bahkan tak meminta kau melakukan itu."
Isa meronta dan memaki Willy, namun tangan pria itu masih bertaut di pinggangnya dan Isa bisa merasakan pria itu sedikit meremasnya "Sialan!"
"Aku akan meminta maaf.." katanya masih dengan raut wajah yang tenang "Tapi jika aku sungguh telah melakukanya."
"Ap.." ucapan Isa tertelan saat Willy mendaratkan bibirnya di bibir Isa, menciumnya lembut.
Isa tertegun, dengan tubuh yang mendadak kaku bibirnya masih merapat dan tak memberikan balasan, hingga terasa sedikit gigitan dan membuat Isa meringis, dan merasakan sebuah benda lunak menelusup menelusuri seluruh isi mulutnya.
Tubuh Isa terasa lemas dan mendadak tak berdaya hingga Willy terasa semakin melesak dan menghi sap dalam bibirnya.
Willy menggila, dia terus menyesap dan mel umat bibit Isa yang terasa manis.
Ini pasti efek Gula kapas yang tadi di makan Isa, pikirnya.
Dalam sekejap Willy merasa candu, tangannya yang melingkar di pinggang Isa naik ke atas hingga menekan tengkuk Isa agar memperdalam ciuman mereka. Willy terlena, namun sesaat kemudian kesadaran menariknya hingga Willy melepaskan bibir mungil Isa.
Nafas keduanya terengah, dan tatapan mereka beradu, ada sorot lain disana. tapi , keduanya tidak mengerti.
Apa yang baru saja terjadi, Isa membatin dan tubuh yang mendadak kaku.
"Itu baru sebuah ciuman." Willy mengusap bibir Isa dengan jarinya, "Haruskah aku minta maaf saat kau juga menikmatinya.." perkataan Willy membuat Isa tersadar dan segera bangun sebab saat ini tangan Willy sudah tidak menahannya lagi.
Raut wajah Isa memerah, entah karena marah atau malu. "Pria mesum, bre..ngsek!" katanya dengan terbata. Jantungnya masih berdebar- debar, dengan pikiran linglung Isa pergi dari kamar Willy dengan cepat, ia bahkan tak berani menoleh saat Willy tertawa di belakangnya.
Willy masih tertawa saat pintu kamarnya terbanting, kali ini Isa tak peduli meski membangunkan Daren.
Willy mengusap bibirnya dengan sisa tawa yang masih menguar dari bibirnya.
Rasanya sudah lama dia tidak tertawa seperti sekarang, sejak Joana meninggalkannya tawanya menghilang seolah ikut mati bersama sang istri. Tapi, hari ini tawa itu kembali hanya karena melihat wajah merah Isa, entah karena marah atau malu, tapi Willy merasa itu terlihat menggemaskan.
"Bibir yang manis," katanya masih dengan senyum yang tersungging di bibirnya.
....
kau dtg kerana urusan bisnes bukan utk urusan hati.. teguh pendirian.. ingat perjanjian