Perjalanan hidup sebuah nyawa yang awalnya tidak diinginkan, tapi akhirnya ada yang merawatnya. Sayang, nyawa ini bahkan tidak berterimakasih, malah semakin menjadi-jadi. NPD biang kerok nya, tapi kelabilan jiwa juga mempengaruhinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmanthus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tersandung
"Wah, Anggi memang yang terbaik kalau soal dana." puji Dwi senang.
Dia juga sedikit iri dengan Anggi karena memiliki banyak uang, meskipun orangtua tidak peduli, uang banyak. Beda lagi dengan orangtua Dwi.
Yah, pondasi pertemanan mereka bukan karena tulus, lebih karena saling memanfaatkan dan saling iri yang diselubungi dengan baik.
"Ayo, kita pesan mie goreng plus teh es." ajak Dwi lagi merangkul ke dua temannya.
Sesampainya di warung itu, ada beberapa anak laki-laki berseragam SMA dekat sekolah mereka juga, sepertinya anak laki-laki itu juga bolos.
Awalnya ketiga gadis ini mengambil tempat di pojokan. Mereka memesan mie goreng dan teh es. Lalu asik bercerita perihal kakek Simon, Nita menceritakan betapa menjijikkan rumah kakek Simon itu.
Dwi dan Anggi dengan antusias mendengar. Di dalam hati masing-masing mereka merasakan kepuasan, ternyata Nita malah anak lahir di luar nikah. Anggi merasa bersyukur latar belakang nya lebih baik dari Nita.
Sedangkan Dwi? Dia merasa Nita lebih buruk dari dirinya, tidak diharapkan ibunya, malah dikasih ke orang. Ya nasib mereka 11-12 lah. Beda tipis.
Tak lama mie goreng dan teh es pesanan mereka datang. Langsung saja ketiga anak itu asik menikmati mie dan teh es nya. Selesai makan mereka masih ngobrol perihal keluarga masing-masing.
Tiba-tiba 3 orang anak SMA tadi mendekati mereka dan mengajak berkenalan.
"Hai adik-adik cantik. Kenalan donk." ujar salah satu anak SMA itu.
"Ha? Panggil kami?" tanya Dwi dengan centilnya.
Dia memang sudah curi-curi pandang dari sejak masuk warung tadi. Ketiga anak SMA ini tidak jelek, minimal satu bisa dijadikan pacar lah.
"Iyalah dik, masa kami ajak kenalan tembok." jawab satu lagi.
"Kenalan, saya Aston." Anak yang pertama bicara tadi mengulurkan tangan ke Dwi.
"Saya Dwi" jawab Dwi sembari menyambut jabat tangan Aston dengan genit.
"Anggi" jawab Anggi menyalami uluran tangan Aston
"Nita" jawab Nita menyalami Aston juga.
Menyusul kedua teman Aston, yaitu Riko dan Gio.
Semuanya bersalaman dan berkenalan.
"Boleh kami duduk disini ngga?" tanya Aston lagi.
"Oh, tentu saja boleh donk." jawab Dwi dengan manja nya.
Lalu ketiga anak SMA itu sudah duduk berhadap-hadapan dengan Dwi, Anggi dan Nita.
Posisinya Aston di depan Dwi, Riko di depan Nita dan Gio di depan Anggi.
"Ngapain kakak-kakak ini di warung ini?" tanya Anggi pura-pura bodoh.
"Bolos lah. Kalian sendiri bolos kan?" jawab Riko cepat sembari tersenyum.
"Ya, ini baru sekali ini kok" jawab Anggi malu-malu.
"Ngga yakin deh, kelihatannya kalian enjoy aja tuh." ujar Gio
"Aaah, mana ada." kilah Dwi lagi.
"Udah ah, karena sudah kenalan. Kakak-kakak ini ada ide ngga tempat main yang asik?" ujar Dwi lagi.
"Woh....banyak lah. Kalian sudah bertanya di orang yang tepat." Aston menepuk-nepuk dadanya dengan bangga.
"Benarkah? Kakak punya banyak tempat main? Tapi yang aman loh, kalau ngga kan bisa ketahuan bolos." ujar Dwi lagi menekankan.
"Iyalah, kami sudah master nya ini." jawab Gio lagi.
"Dari sejak SMP kali sering bolos juga kok. Jadi sudah pasti lebih pengalaman dari kalian." sombong Aston.
"Ih...kakak ini bisa aja." Dwi menepuk tangan Aston dengan gaya genitnya.
"Hahaha...kalian ngga percaya?" tanya Aston senang.
"Yok, kita pergi ke belakang warung ini " ajak Aston.
"Ha? Ada apa di belakang warung ini?" tanya Dwi.
"Udah,ikut aja." ajak Aston sembari mengajak kedua temannya dan mereka semua berdiri.
"Tunggu, mau bayar makanan dulu." teriak Anggi.
"Udah, masuk bon aku aja. Anggap aku traktir kalian hari ini." Gio menepuk dadanya.
"Wah, terimakasih kalau begitu deh kak."jawab Anggi senang.
"Terimakasih ya kak." jawab Nita dan Dwi serempak.
Gio pun mengangguk sembari tersenyum nakal.
Mereka beranjak keluar dari warung dan melangkah ke belakang warung. Ternyata ada jalan setapak dan tembus ke ladang orang.
"Waw...aku baru tahu ada jalan tembus ke ladang." kagum Dwi.
"Sudah dibilangin, ngga percaya." jawab Aston.
Mereka akhirnya bergerak berpasangan. Aston dengan Dwi, Riko dengan Nita dan Gio dengan Anggi.
"Kamu memang pendiam atau lagi banyak pikiran?" tanya Riko kepada Nita.
"Ha? Aku? Hahahaha...biasanya aku cerewet, cuma karena ini baru sekali ini bolos sejauh ini, jDi kaget juga." jawab Nita tersadar dari lamunannya.
"Kirain kamu anak kutu buku yang pendiam." Riko tertawa renyah. Suaranya sedikit bariton, membuat yang mendengar jadi merasa meleleh.
"Mana ada anak kutu buku bolos." jawab Nita kesal.
"Oalah, emosian juga ternyata ya." Riko tertawa lagi.
"Baru tau ya?" jawab Nita ketus.
"Ya lah, kan baru kenal." jawab Riko santai.
"Tuh, ada tempat duduk. Kita duduk disana saja. sekalian bisa main di sungai noh." tunjuk Aston kepada ketiga gadis itu.
"Waaaahhhhh....." seru ketiga anak gadis itu terpukau.
Mereka tidak menyangka bahwa di belakang sekolah ada jalan menuju ladang dan ada sungainya meskipun kecil.
"Ini benar-benar tempat rahasia." ujar Dwi lagi.
"Yang punya ladang ini masih saudara aku. Mereka jarang ke sini, karena sudah sibuk bekerja. Sebulan sekali cuma dipotong rumput liar ini saja." terang Riko.
"Oooh, pantesan walaupun ngga ada tanaman tapi tetap bersih." timpal Anggi.
"Mau main air silahkan, mau duduk-duduk di sini juga silahkan." ujar Aston.
Ketiga gadis itu memilih duduk-duduk saja, malas berkeringat ria.
Tak lama Aston mengeluarkan rokok dan memberikan kepada Riko dan Gio, mereka mulai menyalakan api dan merokok.
"Kalian merokok?" tanya Dwi kaget.
"Yah, siapa yang melarang? Ini kan tempat rahasia kami." ujar Gio lagi.
"Apa ngga dimarahi kalian di rumah?" tanya Anggi.
"Alah, orangtua kami sibuk semua. Ada yang ngga peduli, ada yang di luar kota." jawab Riko santai.
"Huh...sama aja kita ternyata ya." ujar Dwi.
"Oh ya?" tanya Aston.
"Aku nih, bapak tiri ngga ada otak, ibu juga milih percaya dia." Dwi blak-blakan menceritakan.
"Beda lagi sama Anggi, bapak ibu kerja mulu." tunjuk Dwi ke Anggi.
"Nah...kalau Nita? Tanya orangnya aja deh." Dwi agak ragu menyebutkan.
"Aku anak angkat." ujar Nita pendek dengan nada ketus.
Perkataan ini menimbulkan kerancuan, bisa saja orangtua angkat nya jahat kan? Atau mungkin dia dikucilkan, atau dia dibedakan dari saudara yang lain. Atau malah dia mendapatkan perhatian berlebih.
Tapi bagi yang mendengar diucapkan dengan nada ketus begitu, seakan Nita adalah anak yang tidak dikasihi. Sudah diangkat tapi disia-siakan.
Dwi dan Anggi yang tahu kebenarannya hanya diam saja. Mereka ngga mau memancing emosi Nita.